c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

30 Mei 2025

10:37 WIB

Publik Kritik Bagi Rencana Kemedag Pangkas Kebijakan SLVK 

Pangkas kebijakan SLVK dikhawatirkan membuat marak pembalakan liar bagi pemenuhan industri.

Penulis: Aldiansyah Nurrahman

Editor: Leo Wisnu Susapto

<p>Publik Kritik Bagi Rencana Kemedag Pangkas Kebijakan SLVK&nbsp;</p>
<p>Publik Kritik Bagi Rencana Kemedag Pangkas Kebijakan SLVK&nbsp;</p>

Ilustrasi pekerja mengangkat kayu gelondongan ke truk. AntaraFoto.

JAKARTA - Organisasi masyarakat sipil mendesak pemerintah tidak menindaklanjuti usulan memangkas kewajiban Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK) atau V-legal untuk furnitur dan kerajinan. 

Menurut Juru Kampanye Senior Kaoem Telapak, Denny Bhatara, SVLK merupakan instrumen untuk mendorong tata kelola kehutanan ke arah yang lebih baik. Yakni, dengan mencegah terjadinya peredaran kayu ilegal hasil pembalakan liar (illegal logging). Memangkas kewajiban legalitas SLVK mengakibatkan terjadinya kerusakan hutan dan merusak reputasi produk kayu Indonesia di mata global.

Usulan pemangkasan itu muncul dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) guna merespons kebijakan luar negeri Amerika Serikat (AS) terkait tarif impor resiprokal sebesar 32% kepada Indonesia.

Kemendag berencana relaksasi SVLK untuk produk hilir kayu, seperti furnitur dan kerajinan kayu agar tidak wajib disertai dokumen V-Legal untuk ekspor ke negara-negara yang tidak mewajibkannya (opsional), seperti Amerika Serikat.

Menurut Denny, dengan kebijakan itu pemerintah justru mengambil langkah mundur dan akan berpotensi melemahkan SLVK.

Upaya untuk melemahkan SVLK bukanlah yang pertama kali terjadi. Proses serupa telah terjadi pada 2015 dan 2020, ketika deregulasi kewajiban penggunaan dokumen V-Legal untuk ekspor produk kayu.

Baca juga: Mendag Sebut Penjualan Furnitur Indonesia Kalah Saing Dari Vietnam

Padahal, SVLK merupakan sistem yang menerapkan mekanisme verifikasi berlapis dari hulu hingga hilir. System ini memastikan kayu yang diproduksi berasal dari sumber legal dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. 

“Oleh karena itu kami menuntut rencana ini perlu mendapat perhatian serius dan penting untuk segera dihentikan,” papar dia, dalam keterangannya, Kamis (29/5).

Denny menilai rencana Kemendag itu merupakan kemunduran yang akan berdampak serius pada daya saing produk kayu Indonesia di pasar dunia.

Menurut Denny, Indonesia patut berbangga memiliki SVLK. Keberadaan SVLK tidak hanya mencerminkan komitmen Indonesia terhadap tata kelola hutan yang baik, tetapi juga menegaskan posisi Indonesia sebagai pelopor dalam perdagangan produk kayu yang legal dan berkelanjutan.

Ia mengatakan pencapaian Indonesia atas perjanjian dagang dalam skema Forest Law Enforcement, Governance and Trade – Voluntary Partnership Agreement atau FLEGT-VPA merupakan tonggak pencapaian penting dan kemenangan para pihak, utamanya atas jaminan akses pasar yang premium di Eropa.

Pencapaian tersebut, menurutnya, menjadi modal bagi Indonesia membuka akses pasar baru. Serta, terus berupa memperkuat daya saing produk kayunya seperti Malaysia, Vietnam, dan Ghana.

Pakar Kehutanan Diah Suradiredja turut menilai, pentingnya penerapan SVLK dari hulu ke hilir. Menutup celah pelanggaran hukum dalam rantai pasok kayu, seperti pembalakan liar, pencucian kayu ilegal, dan manipulasi dokumen.

SLVK bukti due diligence kepada pasar internasional, produk kayu Indonesia berasal dari sumber legal dan berkelanjutan.

Pelemahan SVLK berdampak kurangnya kepercayaan pasar, industri kehutanan tidak konsisten, meningkatkan pembalakan liar dan deforestasi.

“Kerugian ekonomi jangka panjang, ini harus dipikirkan,” urai dia.

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar