24 April 2025
17:00 WIB
Petani Di Bali Diminta Tampung Air Hujan
Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) Wilayah III Denpasar mengajak masyarakat, khususnya petani menampung air untuk pertanian guna mengantisipasi kemarau di Bali.
Editor: Rikando Somba
Ilustrasi seorang bocah menata jeriken berisi air yang diambil dari embung (penampungan) air hujan. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
DENPASAR- Warga Bali harus mengantisipasi kemarau di Pulau Dewata itu. Warga diserukan untuk menampung air, utamanya petani. Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) Wilayah III Denpasar mengajak masyarakat, khususnya petani menampung air untuk pertanian guna mengantisipasi kemarau di Bali.
“Kami imbau masyarakat petani agar memaksimalkan air irigasi, mempersiapkan embung,” kata Kepala BBMKG Wilayah III Cahyo Nugroho di Denpasar, Bali, Kamis.
Meski diperkirakan Bali memasuki musim peralihan, BBMKG Denpasar tetap meminta masyarakat mewaspadai potensi hujan deras. Karenanya, masyarakat untuk menghindari area terbuka seperti lapangan dan sawah saat terjadi hujan dan petir.
BMKG mencatat kondisi angin dan gelombang laut berisiko terhadap keselamatan pelayaran. Ada pun pengguna perahu nelayan diminta mewaspadai kecepatan angin lebih dari 15 knot atau sekitar 27 kilometer per jam dan tinggi gelombang di atas 1,25 meter. Terhadap hal ini, operator kapal tongkang dianjurkan waspada saat angin berkecepatan lebih dari 16 knot dan tinggi gelombang di atas 1,5 meter.
Sedangkan, operator kapal feri diminta mewaspadai kecepatan angin lebih dari 21 knot dan tinggi gelombang di atas 2,5 meter. Pihaknya mengimbau masyarakat termasuk nelayan dan pelaku wisata bahari untuk mewaspadai potensi gelombang tinggi itu baik di perairan utara dan selatan Bali.

Wajib Biopuri
Terhadap antisipasi kemarau, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, menyiapkan aturan terkait setiap rumah wajib membuat satu biopori untuk meningkatkan resapan air dan menjaga ketersediaan air tanah sebagai langkah antisipasi krisis air di masa akan datang.
Baca juga: Sejumlah Wilayah Percepat Musim Tanam Padi
Warga NTB Diminta Waspada Dampak Datangnya Kemarau
"Kita punya program satu rumah satu lubang biopori, itu menjadi solusi untuk resapan air, dan solusi penanganan sampah organik, belum saya sosialisasikan karena kita sedang menyusun (surat) edaran Wali Kota," kata Kepala DLH Kota Tasikmalaya Deni Diyana dikutip Antara, saat peringatan Hari Bumi Sedunia di Tasikmalaya, Selasa.
Sejak beberapa tahun ke belakang sudah banyak alih fungsi lahan yang menjadi kawasan perumahan warga, kemudian pusat kegiatan bisnis, dan lainnya. Ini seharusnya itu menjadi peringatan bagi pelaku usaha atau pengembang perumahan. Selama ini, dampak pembangunan kota seringkali membuat area tanah banyak yang ditutup tembok, pohon tidak banyak ditanam, dan kurangnya area resapan air.
Ia mengatakan, upaya mengatasi persoalan lingkungan itu maka DLH berkoordinasi dengan Dinas Pekerjaan Umum, dan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Tasikmalaya untuk membuat regulasi agar pengembang lebih peduli terhadap kondisi lingkungan.
"Setiap perumahan itu wajib nanti, wajib menyiapkan area resapan ruang terbuka hijau yang cukup. Area resapan itu di antaranya bisa membuat biopori, sumur resapan, atau kolam retensi," katanya.
Pengawasan juga akan dilakukan, untuk memastikan setiap rumah yang baru dibangun memiliki biopori, begitu juga rumah-rumah yang sudah ada harus membuat biopori untuk menyerap air di permukaan dan menjaga ketersediaan air tanah.
Ia berharap adanya upaya membuat biopori maupun menambah banyak dan memperluas ruang terbuka hijau akan memberikan dampak manfaat untuk menyelamatkan kehidupan manusia di masa sekarang dan masa depan.