08 Oktober 2025
09:21 WIB
Pajak Karbon Gedung Boros Energi Masih Dikaji
Pajak karbon sebagai disinsentif gedung yang boros energi menurut rencana baru dibahas 2026.
Editor: Leo Wisnu Susapto
Pekerja membersihkan kaca gedung bertingkat di Jakarta, Selasa (23/2/2021). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat.
JAKARTA - Pemerintah masih mengkaji pengenaan pajak karbon pada bangunan yang boros energi sebagai upaya mendorong pemilik bangunan gedung menerapkan konsep bangunan hijau.
Ketua Tim Fasilitasi Sekretariat Pusat Pembinaan Bangunan Gedung Hijau (BGH), Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Fajar Santoso di Jakarta, Selasa (7/10) menguraikan, “Kementerian PU bekerja sama dengan Lembaga Teknologi Universitas Indonesia (Lemtek UI) membuat kajian insentif dan disinsentif, namun sifatnya masih normatif.”
Kepala Balai Teknis Sains Bangunan itu melanjutkan, "Kuantitatif ini direncanakan di akhir 2025 sampai 2026 bisa disusun."
Pada sisi lain, pemerintah berencana memberikan sertifikasi emisi reduksi karbon yang harganya terjangkau kepada pemilik bangunan gedung. Hal ini untuk memastikan proyek atau bangunan mengurangi atau menyerap emisi gas rumah kaca.
"Kalau disertifikasi hijau, nilai karbon ini bisa diperdagangkan. Di Singapura harga per ton karbondioksida mencapai Rp500 ribu. Sementara di Indonesia masih rendah," ujar dia.
Baca juga: Gedung Kantor Ramah Lingkungan Masih Terbatas Di Jakarta
Pemerintah sedang berupaya agar reduksi emisi karbon yang dihasilkan oleh bangunan gedung bisa diperdagangkan. "Jadi ini mekanisme yang memang perlu diatur," sambung dia.
Saat ini pemerintah pusat dan daerah termasuk DKI Jakarta menerapkan kebijakan bangunan hijau (green building), yakni praktik penggunaan sumber dayanya, seperti energi, air dan material lainnya sehingga dapat mengurangi emisi gas rumah kaca.
Konsep bangunan hijau diketahui dapat menghemat penggunaan energi sekitar 42% dibanding bangunan biasa dengan ukuran yang sama. Konsep ini juga dapat mengoptimalkan penggunaan air bersih secara signifikan dan mengurangi limbah air yang dihasilkan.
Lalu, karena penggunaan teknologi dan material terbarukan dan bahan bakunya tahan lama, gedung dengan konsep ini dapat juga melestarikan sumber daya alam dan meminimalisir limbah.
Khusus di Jakarta, regulasi tentang bangunan gedung hijau termuat dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 38 Tahun 2012.
Pada 2030, implementasi Pergub 38 Tahun 2012 ditargetkan mencapai 100% bangunan baru memenuhi persyaratan bangunan gedung hijau, 60% bangunan eksisting persyaratan bangunan gedung hijau.