07 Juli 2022
19:36 WIB
Penulis: Fitriana Monica Sari
Editor: Dian Kusumo Hapsari
JAKARTA – Knight Frank Indonesia menyebutkan bahwa saat ini hanya ada 18 gedung perkantoran bersertifikat gedung hijau di dalam dan luar wilayah Central Business District (CBD) Jakarta.
Adapun khusus di dalam CBD, terdapat 15 gedung bersertifikat hijau dengan total luas mencapai 893.554 meter persegi atau hanya 13% dari total populasi ruang kantor di CBD Jakarta.
Sementara di wilayah Non-CBD, gedung perkantoran bersertifikat gedung hijau tercatat ada 11%, sedangkan Thamrin yang terendah, hanya 6%.
Beda halnya dengan Sudirman dan Kuningan yang lebih banyak memiliki gedung perkantoran bersertifikat gedung hijau, masing-masing sebesar 44% dan 39% dari total jumlah keseluruhan gedung hijau di Jakarta.
Senior Research Advisor Knight Frank Indonesia, Syarifah Syaukat mengatakan, permintaan untuk ruang kantor Environmental, Social, and Governance (ESG) masih sangat terbatas saat ini di Jakarta, dominan berasal dari perusahaan multinasional (MNC). Namun, permintaan tersebut cenderung tumbuh dengan stabil.
"Kepedulian para MNC untuk memiliki portofolio aset hijau yang berkelanjutan membuktikan komitmen mengimplementasikan rencana mitigasi dampak perubahan iklim untuk mencapai net zero carbon pada tahun 2030," kata Syarifah dalam keterangan resmi yang diterima Validnews, Kamis (7/7).
Lebih lanjut, Knight Frank Indonesia mencatat bahwa pada 2021, rerata harga sewa per meter persegi per bulan untuk ruang kantor yang memenuhi kriteria ESG di CBD Jakarta adalah sebesar Rp304.461. Harga sewa ini memang lebih tinggi dibandingkan dengan yang non-ESG, yaitu sebesar Rp240.106.
Syarifah menambahkan, rerata biaya pemeliharaan untuk ruang kantor ESG juga tercatat lebih tinggi 25% jika dibandingkan dengan kantor non-ESG. Konsekuensinya, tingkat hunian yang tercatat 70,6%, sedikit lebih rendah dari gedung kantor non-ESG.
Walaupun gedung ramah lingkungan cenderung memiliki biaya sewa dan perawatan yang lebih mahal dari gedung kantor pada umumnya, menurut Syarifah, gedung ramah lingkungan bernilai lebih tinggi sekitar 10% dari yang non-ESG.
Selain itu, lanjutnya, operasional gedung berbasis ESG umumnya mampu menghemat 30-40% penggunaan energi dan 20-30% penggunaan air.
Di sisi lain, Rina Martianti selaku Associate Director Occupier Strategic & Solutions Knight Frank Indonesia menyebutkan, saat ini, occupier yang mencari ruang kantor ESG di Jakarta masih relatif segmented walaupun permintaan terus tumbuh setiap tahunnya.
"Sementara itu, di ranah regional dan global, keberadaan gedung kantor berbasis ESG menjadi salah satu prioritas dari investor maupun occupier," ungkapnya.