c

Selamat

Jumat, 7 November 2025

NASIONAL

09 Mei 2025

14:30 WIB

Ombudsman Usulkan Perlunya Perlindungan Hukum Untuk Korban Pinjol

PPATK mengungkapkan bahwa sebanyak 3,8 juta dari 8,8 juta pemain judi online atau daring (judol) pada 2024 adalah pengutang alias peminjam pinjaman online (pinjol).

Editor: Rikando Somba

<p>Ombudsman Usulkan Perlunya Perlindungan Hukum Untuk Korban Pinjol</p>
<p>Ombudsman Usulkan Perlunya Perlindungan Hukum Untuk Korban Pinjol</p>

Ilustrasi seorang wqarga berswafoto dengan kartu identitas untuk registrasi pinjaman online di Jakarta. ValidNewsID/Fikhri Fathoni

 

JAKARTA – Komisi Ombudsman Nasional (KON) menilai perlindungan hukum bagi korban pinjaman online (pinjol) merupakan hal mendesak di tengah kasus pinjol yang kian marak. Dengan adanya perlindungan, maka jalur pelaporan, pendampingan, dan harapan pemulihan hak korban makin jelas. Maraknya penyalahgunaan data pribadi dan intimidasi oleh penagih utang atau debt collector harus dihentikan. Sebaliknya, korban biasanya akan kebingungan saat menghadapi ancaman dari pinjol ilegal, lantaran banyak dari mereka yang tidak tahu harus mengadu kemana.

Menurut Komisioner Ombudsman Yeka Hendra Fatika, perlindungan tersebut tidak hanya untuk memberikan keadilan, namun juga sebagai upaya negara hadir dalam melindungi warganya dari kejahatan ekonomi digital yang semakin kompleks dan marak beberapa waktu terakhir.

“Perlindungan hukum bagi korban pinjol harus menjadi prioritas dalam memperbaiki tata kelola layanan publik, terutama di sektor jasa keuangan,” kata Yeka di Jakarta, Jumat.

Yeka mengatakan, hasil pemeriksaan Ombudsman menunjukkan bahwa mayoritas penyedia pinjol belum dapat memeriksa apakah calon nasabah sudah terdaftar di layanan pinjol lain maupun Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) lain.

"Kondisi itu membuka ruang praktik gali lubang tutup lubang utang yang membuat korban makin terpuruk, " imbuhnya.

Baca juga: OJK: Literasi Naik, Tapi Banyak Masyarakat Masih Terjebak Pinjol Ilegal

                  OJK: Aduan Investasi Dan Pinjol Ilegal Teratas Datang Dari Jawa Barat

Ombudsman juga menyoroti lemahnya penerapan prinsip know your customer (KYC), di mana perusahaan pinjol tidak menganalisis dan memvalidasi kemampuan bayar para calon nasabah berdasarkan data konsumen yang valid.

Selain itu, Yeka juga menyerukan penindakan tegas terhadap pinjol ilegal yang menerapkan bunga dan denda yang tidak sesuai peraturan yang ada, besaran bunga atau denda yang tidak masuk akal, tidak transparan dalam pembukaan perjanjian pendanaan, serta menyebarkan data pribadi nasabah secara ilegal.

Di sisi lain, Yeka menegaskan pentingnya diskusi publik di Jakarta (8/5), guna membangun kepercayaan masyarakat terhadap layanan keuangan digital. Jika negara gagal melindungi masyarakat, maka inklusi keuangan nasional dinilai akan terancam. 


Penjudi Juga Pengutang
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) di kesempatan berbeda, menyoroti juga soal pinjaman online. PPATK mengungkapkan bahwa sebanyak 3,8 juta dari 8,8 juta pemain judi online atau daring (judol) pada 2024 adalah pengutang.

“Di tahun 2024, dari 8,8 juta pemain, 3,8 jutanya memiliki pinjaman. Jadi, dia main judi online plus minjam uang di bank,” ujar Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam acara Program Mentoring Berbasis Risiko (Promensisko) di Gedung PPATK, Jakarta, Kamis.

Ivan menyampaikan bahwa data tersebut meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Pada 2023, kata dia, sebanyak 2,4 juta dari 3,7 pemain judol adalah pengutang.

“Pertanyaan berikutnya, kalau dia tidak punya akses kepada bank, lalu dia tetap harus beli makan, bayar sekolah, dan macam-macam, dia pinjamnya ke mana? Dia pinjamnya larinya ke pinjol (pinjaman online),” ungkapnya.

Ivan yang dikutip dari Antara,  memandang bahwa bermain judol turut berdampak secara sosial, dan memberikan tekanan yang luar biasa bagi penjudi tersebut.

Data PPATK pada 2024, kelompok masyarakat berpendapatan rendah cenderung menghabiskan 73% uangnya untuk bermain judol. Dicatat juga, pemain judol pada Januari-Maret atau Q1 2025 yang dikategorikan berpenghasilan rendah, yakni Rp0-5 juta, tercatat mencapai 71,6% dari total 1.066.970 pemain.

“Dulu kemungkinan dapat Rp1 juta dibuang cuma Rp300 ribu. Sekarang dapat Rp1 juta, Rp900 ribu bisa terbuang untuk judi online, atau bahkan seluruhnya. Ini bergerak terus dari 2017. Semakin boros untuk judi online,” jelasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar