20 Oktober 2025
12:43 WIB
Ombudsman Temukan Permainan Fee Rujukan Pasien
Fee rujukan pasien berupa imbalan bagi tenaga kesehatan dari rumah sakit karena mengarahkan pasien ke rumah sakit tertentu.
Editor: Leo Wisnu Susapto
Ilustrasi-Pasein dan keluarga menunggu giliran untuk diperiksa di rumah sakit. Validnews/Hasta Adhistra.
KUPANG - Ketua Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Nusa Tenggara Timur (NTT) Darius Beda Daton mengingatkan, seluruh tenaga kesehatan agar tidak menerima atau meminta uang atau fee rujukan pasien, karena tindakan itu melanggar etika profesi dan merugikan masyarakat.
“Uang rujukan adalah praktik petugas kesehatan yang mengarahkan pasien ke rumah sakit tertentu karena dijanjikan atau bekerja sama untuk mendapat komisi dalam bentuk uang atau barang per pasien,” katanya di Kupang, Senin (20/10) dikutip dari Antara.
Baca juga: Menkes Ingin Ubah Sistem Rujukan RS
Ia mengatakan praktik tersebut menyalahi nilai moral dan etika profesi karena pelayanan kesehatan seharusnya berorientasi pada keselamatan pasien, bukan keuntungan finansial.
“Yang biasa kita dengar fee itu ketika belanja barang atau jasa, bukan ketika seseorang membutuhkan pertolongan medis,” ujar Darius.
Menurut Darius, Ombudsman masih menerima keluhan dari sejumlah pasien yang mengaku diarahkan petugas Puskesmas untuk dirujuk ke rumah sakit tertentu.
Sebagian pasien bahkan menolak dan meminta dirujuk ke rumah sakit lain yang lebih dekat dengan tempat tinggal mereka atau dokter langganan.
Ia menegaskan bahwa meskipun praktek fee rujukan kerap dianggap strategi pemasaran rumah sakit, hal itu tidak dapat dibenarkan karena berpotensi mengganggu sistem rujukan berjenjang yang telah diatur oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
“Dari berbagai kunjungan kami ke fasilitas kesehatan tingkat pertama dan lanjutan, kami tahu bahwa sistem rujukan sudah memiliki aplikasi terintegrasi, seperti SIRANAP dan Mobile JKN, yang menampilkan ketersediaan tempat tidur secara real time,” lanjut dia.
Darius mengatakan kejadian seperti ini paling banyak terjadi di sejumlah RS swasta di Kota Kupang, dimana per pasien dihargai mulai dari Rp500 ribu per rujukan.
Namun demikian, Ombudsman Perwakilan NTT menerima laporan bahwa di beberapa rumah sakit, aplikasi tersebut kerap mengalami gangguan atau bahkan dimanipulasi.
Ombudsman menduga ada dugaan petugas teknologi informasi (IT) nakal yang mengatur agar tempat tidur terlihat tersedia hanya di rumah sakit tertentu demi kepentingan fee rujukan.
Ombudsman, kata Darius, akan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan, BPJS Kesehatan, serta seluruh fasilitas kesehatan di NTT untuk menelusuri dugaan itu dan menertibkan praktik yang merugikan pasien.
Ia mengingatkan kembali bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 16 Tahun 2024, rujukan pelayanan kesehatan harus dilakukan berdasarkan kebutuhan medis pasien dan kemampuan fasilitas pelayanan kesehatan, serta mempertimbangkan jarak, waktu tempuh, efisiensi, dan keselamatan pasien.
“Rujukan tidak boleh dilakukan berdasarkan pertimbangan biaya atau imbalan apa pun,” tegas Darius.