26 Mei 2025
18:18 WIB
Menkes Ingin Ubah Sistem Rujukan RS
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin ingin berencana mengubah sistem rujukan rumah sakit, dari semula menggunakan sistem rujukan berjenjang berdasarkan kelas RS menjadi kemampuan layanan RS
Penulis: Aldiansyah Nurrahman
Editor: Nofanolo Zagoto
Ilustrasi pelayanan rumah sakit. Shutterstock/SaiArLawKa2
JAKARTA - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin berencana mengubah sistem rujukan rumah sakit. Dari yang semula menggunakan sistem berjenjang berdasarkan kelas RS menjadi kemampuan layanan.
Dengan begitu, untuk mendapatkan pelayanan rumah sakit kelas tertinggi ke depannya tidak perlu lagi mesti berjenjang dari kelas bawah.
Semula sistem yang diterapkan berjenjang adalah dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) rujukan hanya untuk RS kelas D. Berurutan dari RS kelas D ke kelas C, dari kelas C ke kelas B, dan kelas B baru bisa sampai yang tertinggi RS kelas A. Skema baru tidak berurutan seperti ini.
“Jadi kalau orang yang sudah ketahuan dengan RMI, oh sakitnya ini hanya bisa dilakukan di tingkat rujukan paling tinggi. Dia enggak usah urut-urut kacang naik ke rujukan berjenjang berikutnya, dia bisa langsung ke yang lebih tinggi,” katanya, saat rapat kerja DPR dan Kemenkes, di gedung DPR, Jakarta, Senin (26/5).
Budi melanjutkan, skema langsung itu bisa dilakukan karena memang didiagnosis pasien sejak awal bahwa penyakitnya adalah penyakit yang kompleks.
“Dengan demikian, sekalian mempermurah juga biaya BPJS-nya, tapi juga bisa mempercepat terutama pelayanan kesehatan pasiennya. Jadi tidak usah mengikuti rujukan berjenjang,” lanjutnya.
Kemenkes menyampaikan, penerapan sistem kemampuan layanan ini adalah kemudahan akses, terjangkau, dan berkualitas.
Budi mengatakan, pihaknya memang tengah menaruh perhatian terhadap sistem rujukan RS. Sebab, kondisi saat ini ditemukan masalah dalam RS.
Misalnya, panjangnya antrean pasien rawat jalan BPJS di RS, belum ada sistem informasi yang menunjukan ketersedian tempat tidur rawat inap secara real time, terbatasnya jumlah sumber daya manusia di instalasi gawat darurat.
Persoalan lainnya adalah kelas RS atau fasilitas kesehatan tidak menggambarkan kompetensi, dan terjadi penumpukan jumlah pasien di RS kelas C dan D.
“Kita akan memperbaiki sistem rujukan rumah sakit supaya memang benar-benar berbasis kompetensinya, bukan hanya berbasis jumlah tempat tidur,” ujar Budi.