12 November 2025
11:18 WIB
Menag Ingin Indonesia Jadi Model Pluralisme Produktif
Indonesia jadi model pluralisme produktif di dunia karena memiliki keragaman yang tinggi dan harus dilihat sebagai anugerah.
Editor: Leo Wisnu Susapto
Seorang biksu yang mengikuti ritual Thudong (kiri) memberikan gelang kepada seorang pelajar saat ber jalan kaki di Jalan Raya Soekarno Hatta, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Senin (5/5/2025). AntaraFoto/Aprillio Akbar.
JAKARTA - Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menegaskan pentingnya memperkuat kohesi sosial dan memperdalam nilai spiritualitas dalam kehidupan berbangsa agar Indonesia dapat menjadi model pluralisme yang produktif bagi dunia.
Menurut Menag, Indonesia memiliki keunikan sebagai negara dengan tingkat pluralitas tertinggi di dunia. Maka dari itu, perbedaan suku, agama, dan budaya justru harus dilihat sebagai anugerah, bukan ancaman.
“Kita ini negara yang paling plural di kolong langit ini, tetapi kita bisa menjadi contoh bahwa pluralitas tidak mesti menjadi ancaman bagi hegemoni sosial yang produktif. Justru dari keberagaman itu kita menciptakan lukisan Tuhan yang indah, Bhinneka Tunggal Ika yang sejati,” ujar Menag di Jakarta, Rabu (12/11) dikutip dari Antara.
Baca juga: Kemenag Libatkan Gen Z Kampanyekan Kerukunan Dan Toleransi
Imam Besar Masjid Istiqlal tersebut menjelaskan Kementerian Agama saat ini juga tengah mengembangkan kurikulum berbasis cinta dan ekoteologi sebagai bagian dari upaya memperkuat fondasi moral dan spiritual generasi muda.
“Kami menancapkan kurikulum cinta dan ekoteologi agar lebih fundamental dalam mempersiapkan Indonesia yang lebih kompetitif di masa depan,” kata dia saat menjadi pembicara kunci dalam diskusi Education and Social Trust in Multifaith and Multicultural Societies yang diinisiasi Institut Leimena dan Kemendikdasmen.
Menag menekankan seluruh pencapaian pembangunan nasional tidak akan bermakna tanpa adanya kerukunan.
“Kita tidak bisa menikmati pembangunan dalam bentuk apapun tanpa kerukunan. Di bangsa yang plural seperti Indonesia, kerukunan adalah faktor yang amat sangat penting,” kata Nasaruddin.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institut Leimena Mathius Ho mendukung penuh inisiatif Kurikulum Cinta yang digagas Kemenag.
“Kami melihat bahwa hal itu (kurikulum cinta) sangat sejalan dengan literasi keagamaan lintas budaya (LKLB),” kata Mathius Ho.
Mathius menuturkan kerja sama antara Institut Leimena dan Kemenag telah terjalin sejak lama. Sejak tahun 2021, pihaknya telah mengembangkan program LKLB yang hingga kini telah melatih lebih dari 10.000 guru di seluruh Indonesia.
Menurut Mathius, konsep Kurikulum Cinta yang diprioritaskan Kemenag memiliki keselarasan dengan semangat LKLB, yaitu menumbuhkan empati dan penghormatan antarsesama tanpa memandang perbedaan agama, etnis, maupun budaya.
“Tujuan LKLB adalah melatih cara memperlakukan satu sama lain sebagai sesama manusia. Dan itu juga yang menjadi inti dari Kurikulum Cinta, bagaimana kita mengasihi satu sama lain tanpa memandang perbedaan,” kata dia.