10 Januari 2025
18:00 WIB
Kemenag Libatkan Gen Z Kampanyekan Kerukunan Dan Toleransi
Kampanye kerukunan juga akan menggandeng beberapa influencer dan kreator konten yang memiliki basis pengikut muda, dengan harapan bisa memperluas jangkauan pesan kepada audiens yang lebih luas
Siswa SD Kristen Petra mengajak keliling siswa SD Islam Ar-Rahman di Jombang, Jawa Timur. Kegiatan ini mengajarkan toleransi dan saling menghargai perbedaan kepada anak didik sejak dini. Antara Foto/Syaiful Arif
JAKARTA - Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Sekretariat Jenderal Kementerian Agama (Setjen Kemenag), akan melibatkan generasi Z dalam memperkuat kampanye kerukunan dan toleransi antarumat beragama di Indonesia.
"Menyadari pentingnya peran kaum muda dalam menciptakan perdamaian sosial, kami berinisiatif merangkul mereka, khususnya yang berusia 16 sampai 30 tahun, dalam berbagai program yang bertujuan menanamkan nilai-nilai kerukunan," kata Kepala PKUB Kemenag M. Adib Abdushomad dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (10/1).
Gus Adib, sapaan akrabnya, mengatakan Gen-Z merupakan kelompok yang memiliki potensi besar dalam menciptakan perubahan positif di masyarakat. Satu di antaranya adalah merekatkan sendi-sendi kerukunan dan toleransi antarumat beragama.
Gen-Z adalah generasi yang lahir pada tahun 1997–2012. Generasi ini lahir di era digital yang sudah mapan, sehingga mereka dikenal sebagai generasi yang akrab dengan teknologi dan terampil menggunakannya.
"Kaum muda saat ini memiliki cara komunikasi yang sangat efektif melalui medsos dan platform digital lainnya. Oleh karena itu, mereka tentu punya peran dalam menyebarkan pesan-pesan perdamaian, kerukunan, dan toleransi," kata dia.
Menurut doktor jebolan Flinders University Australia ini, ada sejumlah program yang telah disiapkan. Program tersebut antara lain, pelatihan tentang keberagaman, lomba konten digital bertema toleransi, serta kampanye di medsos yang mengedepankan pentingnya hidup berdampingan dalam perbedaan.
Selain itu, PKUB juga mengajak tokoh muda dari berbagai kalangan untuk berbagi pengalaman tentang cara mereka mengelola perbedaan dan menjaga hubungan harmonis dengan sesama. Melalui pendekatan yang lebih kreatif dan relevan dengan gaya hidup Gen Z, ia berharap pesan toleransi dan kerukunan bisa lebih mudah diterima dan dipahami.
"Kami ingin kaum muda bukan hanya menjadi bagian dari masa depan yang damai, tetapi juga menjadi agen perubahan yang menyebarkan nilai-nilai kebaikan di sekitar mereka," kata dia.
Gus Adib menambahkan, kampanye kerukunan juga akan menggandeng beberapa influencer dan kreator konten yang memiliki basis pengikut muda, dengan harapan bisa memperluas jangkauan pesan kepada audiens yang lebih luas.
"Hampir 60% kepemimpinan saat ini didominasi anak muda. Sudah tepat jika sasaran untuk program merawat toleransi dan kerukunan harus menyesuaikan aspirasi atau bahasa kalangan muda," kata dia.

Sejumlah siswa berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing, sebelum memulai pelajaran di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 19 di Singkawang, Kalimantan Barat, Selasa (11/1/2022). Antara Foto/Jessica Helena Wuysang
Sekolah Damai
Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menjadikan Sekolah Damai sebagai salah satu dari tujuh program prioritas pada 2024. Hal ini guna memberikan penguatan pada generasi muda dalam rangka pencegahan intoleransi, radikalisme, dan terorisme.
Direktur Pencegahan BNPT Profesor Irfan Idris membeberkan, program itu bertujuan untuk memperkuat para siswa dan santri tingkat SLTA/MA sederajat dengan nilai-nilai perdamaian. Hal ini guna melawan tiga kesalahan besar yang kerap terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia yaitu intoleransi, kekerasan, dan penindasan (bullying).
"Kami berharap melalui program ini, para siswa, santri, dan para pendidik memiliki kemampuan dalam melawan tiga dosa besar dunia pendidikan di Indonesia yaitu intoleransi, kekerasan, dan bullying," kata Irfan.
Menurut Irfan, program Sekolah Damai bisa membuat seluruh siswa, santri, dan pengajar memiliki nilai-nilai perdamaian secara utuh, baik dalam bernegara maupun beragama. Direktur Eksekutif Wahid Foundation Mujtaba Hamdi mengatakan bahwa program Sekolah Damai memperkuat organisasi siswa dalam mencegah penyebaran paham radikalisme.
Saat ini, Mujtaba Hamdi menyebutkan, penetrasi ideologi ekstremisme kekerasan banyak masuk ke dalam sekolah melalui para alumnus lewat organisasi siswa.
"Menyadari hal itu, kami melihat bahwa organisasi siswa ini juga penting untuk disuntikkan programnya dan diperkuat dengan Sekolah Damai selaras dengan nilai-nilai toleransi dan perdamaian," ujar Mujtaba.
Meskipun kondisinya cukup dinamis, dia mengaku terus melibatkan banyak pihak dan berkonsultasi kepada Dinas Pendidikan serta Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) agar program Sekolah Damai bisa diterapkan selaras dengan kondisi terkini.
Selain organisasi siswa, dia menuturkan bahwa program Sekolah Damai juga mengintervensi kebijakan pengajaran di sekolah. Mulai dari memberikan cara pengajaran yang inklusif hingga kegiatan ekstrakurikuler yang mendorong adanya keberlanjutan dalam konteks nilai-nilai perdamaian, selaras dengan konteks lokal atau local wisdom.
Sekolah Damai sendiri merupakan inisiatif Wahid Foundation yang diluncurkan sejak 2017 di beberapa provinsi seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta, dan Jawa Barat. Program tersebut terus berkembang sebagai pendekatan strategis dalam mendukung pendidikan toleransi dan perdamaian.