15 April 2025
20:13 WIB
Mayoritas Profesi 80 Ribu WNI Di Kamboja Terkait Judi Online
Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding menyebutkan meski ada yang bekerja di restoran, kebanyakan WNI bekerja di perusahaan judi online.
Seorang pria berdiri di depan poster sosialisasi tentang judi online di Gedung Kementerian Komunikas i dan Informatika, Jakarta, Rabu (11/9/2024). Antara Foto/Sulthony Hasanuddin
SEMARANG- Setidaknya ada 80 ribu pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal yang bekerja di Kamboja. Negeri itu memang tengah menjadi negara baru yang banyak diminati muda-mudi di Indonesia untuk mengadu nasib yang akhirnya mereka menjadi korban penipuan secara daring. Mayoritas PMI ilegal di Kamboja tersebut bekerja di praktik bisnis judi daring dan "scamming" (tipuan). Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding menyebutkan meski ada yang bekerja di restoran, kebanyakan WNI bekerja di perusahaan judi online.
"Semuanya itu ilegal. Karena kita enggak punya kerja sama penempatan dengan mereka (Kamboja). Ada 80.000 (orang)," katanya saat kunjungan kerja di Semarang, Selasa (15/45).
"Macam-macam. Ada yang operator judi online (daring), ada yang di restoran, ada yang 'scamming'. Rata-rata judi online sama 'scamming'," katanya.
Menteri Karding mengatakan para PMI yang terlibat masalah di negara lain didominasi mereka yang berangkat tidak secara prosedural alias ilegal. "Paling banyak itu memang (PMI) yang 'unprocedural' (ilegal). Ke semua negara tujuan, terutama Arab Saudi, Malaysia, Hong Kong, Taiwan. Sekarang, banyak tren baru ke Kamboja sama Myanmar," katanya.
Untuk mencegah dan meminimalisasi masyarakat, terutama anak-anak muda yang menjadi korban penipuan agen tenaga kerja ilegal, kata dia, sudah dilakukan penutupan sementara beberapa agen PMI yang tidak berizin.
Belakangan, dia menerima laporan adanya PMI yang meninggal di Kamboja, sedangkan saat ini Kementerian P2MI masih melakukan pelacakan, termasuk mengenai identitasnya. "Sedang kami lacak. Karena kan rata-rata ini kalau karena tidak prosedural, tidak ada datanya. Kalau viral baru dicari," katanya.

Siapkan Role Model
Di kesempatan sama, Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi mengatakan telah menyiapkan sejumlah langkah antisipasi terjadinya penipuan terhadap calon pekerja migran Indonesia (PMI), salah satunya dengan melibatkan kepala desa setempat dalam proses rekrutmen.
Berdasarkan data tahun 2024, penempatan PMI asal Jateng mencapai 66.611 orang. Pada 2025, terhitung sampai bulan Maret, sudah ada penempatan sebanyak 14.361 orang.
Mereka berasal dari berbagai daerah di Jateng dengan tujuan penempatan di enam negara, meliputi Hongkong, Taiwan, Malaysia, Korea Selatan, Jepang, dan Singapura. Serta, ada beberapa negara lainnya, salah satunya adalah Jerman.
Baca Juga: KYC Perbankan Sebagai Barikade Menelisik Judi Online
Ini Cara Bank Mandiri Identifikasi Rekening Terindikasi Judi Online
"Kami harus jemput bola. Jangan ada kasus kemudian baru turun. Mulai rekrutmen sudah mulai melibatkan kepala desa, minta pernyataan kepala desa, sampai tataran atas. Kemudian tempatnya (negara penempatan)," katanya.
Menurut dia, Pemerintah Provinsi Jateng dan pemerintah kabupaten/kota tidak bisa berjalan sendiri dalam mengurusi pekerja migran sehingga perlu menggandeng dan melibatkan instansi lintas sektoral, termasuk penegak hukum, seperti kepolisian dan keimigrasian.
Kolaborasi dengan instansi terkait, kata dia, diperlukan untuk mengantisipasi adanya pungutan liar, pemalsuan, penipuan, dan pemberangkatan ilegal yang ke depan justru akan merugikan para pekerja migran.
"Secara komprehensif mereka harus siap. Tidak lagi ada penipuan dan lain sebagainya," katanya.
Melihat data tersebut, Luthfi mengatakan sudah menginstruksikan kepada Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Jateng untuk membuat "role model" dalam pendampingan dan pelatihan sehingga ada penyelarasan perekrutan hingga pemberangkatan.