c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

24 Oktober 2023

19:48 WIB

Macron Tegaskan Posisi Prancis Dukung Israel Dalam Konflik Di Gaza

Senin (23/10) sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Joe Biden bersama pemimpin Kanada, Perancis, Jerman, Italia dan Inggris juga memberi dukungan terhadap Israel dan haknya untuk membela diri

Macron Tegaskan Posisi Prancis Dukung Israel Dalam Konflik Di Gaza
Macron Tegaskan Posisi Prancis Dukung Israel Dalam Konflik Di Gaza
Presiden Prancis Emmanuel Macron (tengah) bertemu dengan warga negara Israel-Prancis yang kehilangan keluarga para sandera di bandara Ben Gurion, Tel Aviv, Israel, Selasa (24/10/2023). Antara Foto/Po

YERUSALEM -  Presiden Prancis Emmanuel Macron berjanji untuk tidak membiarkan Israel terisolasi dalam pergulatan melawan kelompok militan. Macron juga mengingatkan adanya risiko konflik regional ketika ia tiba di Israel Selasa (24/10).

Setelah bertemu dengan keluarga korban asal Perancis di bandara Tel Aviv, Macron mengatakan kepada Presiden Isaac Herzog di Yerusalem, Perancis “bahu-membahu” dengan Israel. Ia menuturkan, tujuan pertamanya adalah membebaskan sandera di Gaza.
 
"Saya ingin Anda yakin bahwa Anda tidak sendirian dalam perang melawan terorisme ini. Adalah tugas kita untuk melawan terorisme, tanpa kebingungan dan tanpa memperbesar konflik ini," kata Macron.

Selain menunjukkan solidaritas dengan Israel, Macron ingin membuat "proposal yang operasional" untuk mencegah eskalasi, membebaskan sandera, dan menjamin keamanan Israel serta berupaya menuju solusi dua negara, kata penasihat presiden. Dia akan mendorong gencatan senjata kemanusiaan.

Kunjungan Macron terjadi setelah para menteri luar negeri Uni Eropa pada Senin berjuang untuk menyetujui seruan “jeda kemanusiaan” dalam perang antara Israel dan kelompok militan Palestina Hamas guna memungkinkan lebih banyak bantuan menjangkau warga sipil.
 
Macron juga dijadwalkan bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan pemimpin oposisi Benny Gantz dan Yair Lapid. Sementara kantor Kepresidenan Palestina mengatakan Macron akan bertemu dengan pemimpin Palestina di Ramallah, Tepi Barat.
 
Namun, kemampuan Macron untuk mempengaruhi peristiwa-peristiwa di kawasan tampaknya dibatasi oleh apa yang menurut beberapa analis merupakan pergeseran ke arah pendekatan Anglo-Amerika yang lebih pro-Israel. Berbeda dengan pendekatan Gaullist Perancis yang secara tradisional menunjukkan kekhasan tersendiri dan lebih pro-Arab.
 
“Kekuatan lunak Prancis di selatan Mediterania telah memudar,” kata Karim Emile Bitar, pakar kebijakan luar negeri di lembaga pemikir Prancis IRIS yang berbasis di Beirut.
 
“Kami mendapat kesan, saat ini tidak ada yang membedakan Prancis dari negara-negara Barat lainnya,” lanjutnya.
 
Menurutnya, keputusan Pemerintah Perancis untuk menerapkan larangan menyeluruh terhadap protes pro-Palestina, sebelum dibatalkan oleh pengadilan, adalah salah satu alasan Macron kehilangan kredibilitas di dunia Arab.
 
Para pejabat Perancis sendiri menentang gagasan bahwa kebijakan Macron bersifat bias. Mereka mengatakan Macron terus-menerus menegaskan kembali hak-hak warga Palestina dan posisi solusi dua-negara.
 
Untuk diketahui, sebanyak 30 warga Perancis tewas pada 7 Oktober dan sembilan lainnya masih hilang. Salah satunya muncul dalam video yang dirilis oleh Hamas, tetapi nasib lainnya masih belum diketahui. Macron telah bersumpah bahwa Prancis "tidak akan meninggalkan anak-anaknya" di Gaza dan menyatakan harapan bahwa mediasi Qatar dapat membantu membebaskan sandera.
 
Kunjungan Macron juga akan mendapat tanggapan khusus di dalam negeri, di mana sebagian besar komunitas Muslim dan Yahudi di Prancis berada dalam kegelisahan. Hal ini menyusul pembunuhan seorang guru oleh seorang militan Islam yang kejadian itu dikaitkan dengan peristiwa konflik di Gaza oleh para pejabat Prancis.

Baca Juga:

Indonesia Serukan Penghentian Kekerasan Antara Palestina – Israel

Buntut Perang Israel-Palestina, Indonesia Siap Cari Sumber Minyak Lain

Spanyol Minta Israel Diseret Ke ICC Atas Kejahatan Perang

Di Tengah Konflik, Fesyen Palestina Tetap Bergeliat

Massa aksi melakukan unjuk rasa bela Palestina di depan kantor perwakilan Persatuan Bangsa Bangsa (P BB) di Jakarta, Jumat (20/10/2023). ValidNewsID/Fikhri Fathoni


Solidaritas Barat Ke Israel
Sekedar mengingatkan, sikap Prancis ini sejatinya merupakan pengukuhan posisi Prancis dalam konflik ini. Senin (23/10) sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Joe Biden bersama pemimpin Kanada, Perancis, Jerman, Italia dan Inggris menggarisbawahi dukungan mereka terhadap Israel dan haknya untuk membela diri. Hanya saja mereka juga mendesak Israel untuk mematuhi hukum humaniter internasional dan melindungi warga sipil Palestina.

Selain Biden, mereka yang terlibat dalam diskusi tersebut termasuk Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau, Presiden Emmanuel Macron dari Prancis, Kanselir Olaf Scholz dari Jerman, Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni, dan Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak.

Seperti dketahui, Rishi Sunak tiba di Israel pada Kamis (19/10) untuk menunjukkan solidaritasnya kepada Israel dan mengadakan pembicaraan dengan PM Israel Benjamin Netanyahu.

Dengan meningkatnya serangan balasan Israel terhadap Hamas di Gaza, Sunak menyampaikan bela sungkawa atas jatuhnya korban di Israel dan di wilayah kantong Palestina. Ia juga memperingatkan agar tidak terjadi eskalasi lebih jauh.

“Yang terpenting, saya berada di sini untuk menyatakan solidaritas dengan rakyat Israel. Anda telah mengalami tindak terorisme yang tak terperi dan mengerikan, dan saya ingin Anda tahu bahwa Inggris dan saya mendukung Anda,” kata Sunak.

Di sisi lain, Uni Eropa sudah menyerukan untuk meningkatkan upaya menghidupkan kembali proses perdamaian Timur Tengah. Tujuannya, mencapai solusi dua negara atas konflik Israel-Palestina. Dalam sebuah unggahannya, Kepala Kebijakan Luar Negeri EU Josep Borrell mengevaluasi sikap blok tersebut mengenai masalah ini.

"Kita memasuki fase baru dalam tragedi Israel-Palestina yang sudah berlangsung ratusan tahun, Ini bisa menjadi hal yang sangat berbahaya perdamaian global, dan masyarakat internasional harus bergerak untuk menghindari itu terjadi," ujar Borrell

"Sejak lama, kita mencoba mengabaikan masalah Palestina seperti hal tersebut tidak pernah ada atau hal itu akan terselesaikan dengan sendirinya," lanjut dia.

Dia menekankan, masyarakat internasional, di mana EU menjadi bagiannya, telah gagal untuk menerapkan secara efektif Perjanjian Oslo, yang sudah ada selama tiga dekade.

"Sejak Oslo, jumlah pemukim Israel telah bertambah tiga kali lipat di wilayah yang diduduki, sementara kemungkinan negara Palestina telah terpecah menjadi labirin wilayah yang tidak saling berhubungan,” kata dia.

"Setiap hari, kita menyerukan solusi dua negara, tapi seperti apa yang disampaikan perwakilan Palestina kepada saya pada Majelis Umum PBB: 'Selain menyerukan hal itu, apa yang Anda lakukan untuk mencapai hal itu?" sebut Borrell.

PBB Kesulitan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sendiri, sejauh ini memang terlihat kesulitan melakukan tugasnya dalam menangani krisis, termasuk konflik Israel-Palestina. Ini karena badan dunia tersebut tidak bisa selalu melakukan intervensi terhadap suatu negara, kata Kepala Perwakilan PBB untuk Indonesia Valerie Julliand.

“PBB beranggotakan 193 negara. Apa yang kami lakukan sebagai perwakilan PBB, mandat, tindakan kami ditentukan oleh negara-negara anggota,” kata Julliand kepada wartawan di sela-sela acara Hari PBB di Jakarta, Selasa.

“Ketika PBB tidak bisa melakukan intervensi, itu bukan karena staf PBB tidak mau, tetapi karena negara anggotanya tidak menyetujuinya,” sambung dia.

Dia lebih lanjut menyampaikan, PBB sulit untuk melakukan tugasnya dalam situasi kritis karena Dewan Keamanan tidak dapat menyepakati resolusi yang akan memungkinkan intervensi yang lebih cepat dan lebih efektif. Dewan Keamanan merupakan badan tertinggi PBB yang bertanggung jawab untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional.

“Dalam krisis Palestina, dunia belum menemukan konsensus tentang cara untuk menyelesaikannya. Dan itu sangat buruk karena menyebabkan penderitaan bagi ratusan, ribuan, dan jutaan warga Gaza,” lanjutnya.

Perang di Gaza terus berlanjut menyusul bombardemen Israel ke wilayah kantong Palestina itu. Krisis kemanusiaan juga dilaporkan sudah parah karena blokade dan keputusan Israel memutus listrik, air, makanan dan pasokan lainnya ke Gaza.

Meski aliran bantuan kemanusiaan sudah mulai memasuki Gaza, PBB menyebut jumlah itu masih jauh dari mencukupi. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres telah menyerukan gencatan senjata kemanusiaan di Gaza.

Dewan Keamanan PBB juga telah mengadakan sidang darurat pada pekan lalu untuk membahas serangan Israel di Gaza sekaligus melakukan pemungutan suara atas rancangan resolusi tentang konflik Israel-Palestina. Namun, Dewan Keamanan gagal menyepakati resolusi yang menyerukan jeda kemanusiaan di Gaza karena veto dari Amerika Serikat.

AS adalah salah satu anggota tetap Dewan Keamanan PBB bersama dengan Prancis, China, Rusia, dan Inggris. Anggota tetap memiliki hak veto atau hak untuk menolak atau membatalkan suatu resolusi yang diajukan.

Dewan Keamanan PBB sebelumnya telah menghasilkan sejumlah resolusi terkait konflik Israel-Palestina. Di antaranya Resolusi 242 (1967) yang menyerukan penarikan pasukan Israel dari wilayah yang diduduki setelah Perang Enam Hari. Kemudian Resolusi 1397 (2002) yang menyerukan penghentian kekerasan dan memulai proses perdamaian, untuk mendirikan dua negara yang berdampingan dalam batas yang diakui.

Namun, resolusi-resolusi ini tidak berhasil menyelesaikan konflik Israel-Palestina. Ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk ketidaksepakatan tentang batas-batas negara Palestina dan hak veto AS. Amerika Serikat sendiri adalah sekutu Israel, dan mereka sering menggunakan hak veto mereka untuk memblokir resolusi Dewan Keamanan PBB yang mendukung Palestina.

 



KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar