10 Juli 2025
16:56 WIB
LMKN Data Lebih Dari 100 EO Tak Bayar Royalti
LMKN tegaskan, perlu sistem untuk sanksi EO dan penyelenggara pertunjukkan musik yang tak bayar royalti pada pencipta lagu
Penulis: Aldiansyah Nurrahman
Editor: Leo Wisnu Susapto
Foto Java Pop Festival. Sumber: Instagram/javapopfest.
JAKARTA - Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) Dharma Oratmangun mengungkapkan telah somasi lebih dari 100 penyelenggara acara atau event organizer (EO) karena tak mau membayar royalti musik.
“Kami punya data, ada 100 lebih EO yang sampai saat ini disomasi tidak mau bayar. Belum lagi pengusaha-pengusaha lainnya yang sama sekali tidak mau bayar,” jelasnya, dalam Sidang Perkara Nomor 28/PUU-XXIII/2025 dan 37/PUU-XXIII/2025, di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (10/7).
Dia menuding, sumber masalah tata kelola royalti musik yang kini ramai dibicarakan, karena penyelenggara musik yang tidak patuh hukum.
Dharma mengungkapkan, penyelenggara musik yang tak membayar royalti ini membuat LMKN hanya mengumpulkan Rp100 miliar dari royalti, padahal potensinya bisa mencapai triliunan rupiah.
LMKN menegaskan dalam suatu pertunjukan musik atau konser, kewajiban membayar royalti kepada pencipta lagu adalah penyelenggara acara, bukan pelaku pertunjukan yakni penyanyi.
Baca juga: Menanti Formula Adil Royalti Musik
Dharma memberikan pemaknaan frasa ‘setiap orang’ di dalam Pasal 23 ayat 5 Undang-Undang (UU) Hak Cipta Tahun 2014 adalah penyelenggara acara atau promotor acara yang merupakan pihak yang menarik keuntungan secara langsung dari acara tersebut.
Pasal 23 ayat 5 tertulis, setiap orang dapat melakukan penggunaan secara komersial ciptaan dalam suatu pertunjukan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada pencipta dengan membayar imbalan kepada pencipta melalui lembaga manajemen kolektif.
Dharma menyebutkan Belanda, Jepang, Malaysia, dan Australia adalah negara yang menerapkan hal serupa. Negara ini menjadi pembanding diterapkan aturan skema royalti, termasuk dalam besaran tarif.
“Berdasarkan pertimbangan di atas, sesuai norma hukum UU Hak Cipta 2014 bahwa pencipta, pemegang hak cipta dan pemilik hak terkait untuk mendapatkan hak ekonominya dilakukan atau melalui LMK, garis miring LMKN,” tuturnya.
Dharma menyampaikan bahwa pencipta lagu akan kesulitan menerima royalti jika LMKN tidak ada. Karena LMK/LMKN berperan dalam memfasilitasi akses berupa izin penggunaan karya cipta bagi pengguna komersial, sehingga kepatuhan pembayaran royalti dapat terlaksana dan karya-karya tersebut dapat dinikmati oleh masyarakat luas.
Oleh sebab itu, dia mengajak semua pihak, untuk menciptakan sistem agar mereka yang tidak patuh hukum mendapatkan sanksi sebesar-besarnya melalui peradilan yang sederhana, singkat dan murah.