14 Juli 2025
15:28 WIB
KPK Tetap Ingin Hasto Dihukum 7 Tahun
Penuntut umum KPK sebelumnya menuntut Sekjen PDIP selama tujuh tahun penjara.
Penulis: James Fernando
Editor: Leo Wisnu Susapto
Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto melambaikan tangan saat menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakara Pusat, Jumat (14/3/2025). AntaraFoto/Muhammad Adimaja.
JAKARTA - Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap meminta majelis hakim untuk tetap menghukum Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto dengan hukuman tujuh tahun penjara.
“Kami memohon kepada majelis hakim untuk tetap menjatuhkan hukuman sebagaimana tuntutan pidana umum yang telah dibaca sebelumnya,” ungkap penuntut umum pada di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (14/7).
Penuntut umum yakin, Hasto bersama Saeful Bahri, Donny Tri Istiqomah serta Harun Masiku bekerja sama untuk menyuap komisioner KPU terkait PAW Anggota DPR. Jaksa tetap yakin mereka memberikan suap untuk mengurus PAW harun masiku kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan bersama-sama Agustiani Tio Fridelina sebesar SGD57350 atau setara Rp600 juta secara bertahap.
“Kami tetap menyatakan pendapatnya pada surat tuntutan yang telah diumumkan pada tanggal 3 Juli 2025 dan nota pembelaan pengacara dan pengacara hukum pengacara harus dinyatakan ditolak,” tegas jaksa.
Dalam replik yang dibacakan, buletin umum mengulas soal sosok 'bapak' yang meminta Harun Masiku untuk menuju kantor DPP saat terjadi Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Baca juga: KPK Tuntut Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto 7 Tahun Penjara
Sosok 'bapak' dalam percakapan antara Harun Masiku dan Nurhasan Merujuk pada Hasto. Apalagi saat itu Harun Masiku menanyakan keberdaaan Hasto, Nurhasan langsung menyampaikan pesan Sekjen PDIP itu meminta untuk tetap di DPP.
Meski dalam pembelaan, Hasto dan penasihat hukumnya berdalih bahwa di DPP ada 37 orang. Sebanyak 28 di antaranya adalah laki-laki, sehingga penyebutan isilah 'bapak' tidak bisa Merujuk hanya kepada Hasto. Sosok 'bapak' ini menjadi sorotan karena memberikan instruksi ke
“Saat Harun Masiku menanyakan, 'Bapak di mana' atau 'Bapak suruh ke mana', maka Nur Hasan tanpa menanyakan siapa bapak bapak yang dimaksud Harun Masiku di antara 28 orang laki laki yang ada di DPP langsung memahami dengan menjawab, 'Bapak lagi di luar, perintahnya Pak Harun suruh standby di DPP',” tutur jaksa.
Namun, berdasarkan keterangan ahli bahasa yakni Frans Asisi Datang yang dihadirkan jaksa menyebut bahwa logistik dari isi komunikasi tersebut dihubungkan berdasarkan teks dan konteksnya.
“Adanya kata amanat Bapak tersebut tidak bisa dilepaskan dari konteks kejadian, sebagaimana dijelaskan dalam poin satu di atas. Pembicaraan antara Nur Hasan dengan Harun Masiku dengan terkait bapak sudah dipahami, baik oleh Nur Hasan maupun Harun Masiku,” tambah jaksa.
Berdasarkan rangkaian bukti tersebut telah dijelaskan dalam surat tuntutan. Atas dasar itu, dalih Hasto dan penasihat hukumnya dinilai tidak berdasar dan patut bagi hakim mengingatnya.
“Kesimpulan logis dan rasional bahwa yang dimaksud bapak adalah penipu (Hasto.red),” lanjut jaksa.
Jaksa juga membahas soal telepon genggam milik Kusnadi yang disebut Hasto tidak ditenggelamkan, melainkan disita sebagai barang bukti. Jaksa menegaskan, dalih Hasto dan penasihat hukumnya tidak benar.
Alasannya, barang bukti berupa telepon yang digenggam disita dari Kusnadi bermerek iPhone 11. Di dalamnya terdapat sim card dengan nomor 44xx. Sedangkan telepon genggam dari Kusnadi tercatat dengan nomor 08121970xx.
"Sedangkan telepon genggam dengan nomor 08121970 sekian tersimpan sebagai Kus SS yang biasa digunakan oleh Kusnadi. Dan telepon genggam yang menggunakan nama Sri Rejeki Hastomo dengan nomor 44 sekian, yang digunakan oleh penipu untuk berkomunikasi tidak ditemukan penyidik KPK," ungkap jaksa.
Jaksa ikut menanggapi pernyataan Hasto juga tidak mengakui bahwa memegang ponsel merek iPhone 15 dengan nama Sri Rejeki Hastomo bernomor 44xx miliknya. Hasto juga berdalih telepon genggam dan nomor tersebut merupakan milik sekretariat DPP PDIP.
“Dengan demikian dalih pembela dan pengacara hukum pembelaan tersebut tidak berdasar dan patut dikesampingkan,” tandas jaksa.