c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

NASIONAL

03 September 2025

11:07 WIB

KPK Sita Tanah Hasil Pemerasan Pejabat Kemenaker 

Penyitaan tanah dari hasil penyidikan pemerasan pejabat Kemenaker untuk pengurusan tenaga kerja asing (TKA).

Editor: Leo Wisnu Susapto

<p>KPK Sita Tanah Hasil Pemerasan Pejabat Kemenaker&nbsp;</p>
<p>KPK Sita Tanah Hasil Pemerasan Pejabat Kemenaker&nbsp;</p>

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Budi Prasetyo memberikan keterangan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (1/9/2025). (ANTARA/Rio Feisal).

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita 18 bidang tanah seluas total 4,7 hektare (ha) terkait penyidik dugaan pemerasan dalam pengurusan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).

“Tanah-tanah yang disita pada Selasa (2/9) tersebut berlokasi di Karanganyar, Jawa Tengah,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo dikutip dari Antara di Jakarta, Rabu (3/9).

Budi mengatakan, aset-aset tersebut diduga diperoleh dari uang-uang yang dikumpulkan oleh tersangka Jamal Shodiqin (JS) dan Haryanto (H) dari pemerasan terhadap para agen TKA.

Selain itu, dia mengatakan aset-aset tersebut saat ini diatasnamakan keluarga dan kerabat kedua tersangka.

“Penyidik masih akan terus melacak dan menelusuri aset-aset lainnya yang diduga terkait atau bersumber dari hasil dugaan tindak pidana korupsi ini,” lanjut dia.

Menurut dia, langkah tersebut dilakukan KPK untuk pembuktian perkara sekaligus langkah awal dalam optimalisasi pemulihan kerugian keuangan negara.

Baca juga: KPK Tahan Pejabat Kemenaker Karena Peras TKA    

Pada 5 Juni 2025, KPK mengungkapkan identitas delapan orang tersangka kasus pemerasan dalam pengurusan RPTKA di Kemenaker, yakni aparatur sipil negara di Kemenaker bernama Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.

Menurut KPK, para tersangka dalam kurun waktu 2019–2024 telah mengumpulkan sekitar Rp53,7 miliar dari pemerasan pengurusan RPTKA.

KPK menjelaskan bahwa RPTKA merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja asing agar dapat bekerja di Indonesia.

Apabila RPTKA tidak diterbitkan Kemenaker, penerbitan izin kerja dan izin tinggal akan terhambat sehingga para tenaga kerja asing akan dikenai denda sebesar Rp1 juta per hari. Dengan demikian, pemohon RPTKA terpaksa memberikan uang kepada tersangka.

Selain itu, KPK mengungkapkan bahwa kasus pemerasan pengurusan RPTKA tersebut diduga terjadi sejak era Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada periode 2009–2014, yang kemudian dilanjutkan Hanif Dhakiri pada 2014–2019, dan Ida Fauziyah pada 2019–2024.

KPK lantas menahan delapan tersangka tersebut. Kloter pertama untuk empat tersangka pada 17 Juli 2025, dan kloter kedua pada 24 Juli 2025.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar