10 Juli 2025
11:38 WIB
KPK Sita Aset Tersangka Suap Kemenaker
Suap di Kemenaker terkait pengurusan izin kerja atau rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA).
Editor: Leo Wisnu Susapto
Gedung Merah Putih atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Kamis (7/9/2023). ValidNewsID /Fikhri Fathoni.
JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita tujuh aset sekitar Rp4,9 miliar terkait dugaan pemerasan untuk pengurusan izin kerja atau rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
“Penyidik menyita aset dari para tersangka, Rabu (9/7),” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo dikutip dari Antara dari Jakarta, Kamis (10/7).
Ketujuh aset tersebut terdiri atas dua unit ruko di Jakarta senilai kurang lebih Rp1,2 miliar, satu unit rumah di Jakarta Selatan senilai kurang lebih Rp2,5 miliar, dan satu unit rumah di Depok, Jawa Barat, senilai Rp200 juta.
Selain itu, Budi mengatakan bahwa KPK menyita satu bidang sawah di Cianjur, Jabar, senilai Rp200 juta, serta dua bidang tanah kosong di Bekasi, Jabar, senilai Rp800 juta.
Sebelumnya, pada perkara yang sama, penyidik menyita 10 aset pada Selasa (8/7) dengan total nilai sekitar Rp6,5 miliar.
Terdiri dari dua unit rumah senilai kurang lebih Rp1,5 miliar, empat unit kontrakan dan kos-kosan senilai kurang lebih Rp3 miliar, dan empat unit bidang tanah yang saat ini harganya ditaksir senilai Rp2 miliar. Tanah dan bangunan tersebut tersebar di Depok dan Bekasi, Jabar.
Baca juga: KPK Sebut Uang Suap di Kemenaker Capai Rp53 Miliar
Sebelumnya, KPK pada 5 Juni 2025 mengungkapkan identitas delapan orang tersangka kasus pemerasan dalam pengurusan RPTKA di Kemenaker, yakni aparatur sipil negara (ASN) di Kemenaker bernama Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.
Menurut KPK, para tersangka dalam kurun waktu 2019–2024 telah mengumpulkan sekitar Rp53,7 miliar dari pemerasan pengurusan RPTKA.
KPK menjelaskan bahwa RPTKA merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja asing agar dapat bekerja di Indonesia.
Bila RPTKA tidak diterbitkan Kemenaker, penerbitan izin kerja dan izin tinggal akan terhambat sehingga para tenaga kerja asing akan dikenai denda sebesar Rp1 juta per hari. Dengan begitu, pemohon RPTKA terpaksa memberikan uang kepada tersangka.
Selain itu, KPK mengungkapkan bahwa kasus pemerasan pengurusan RPTKA tersebut diduga terjadi sejak era Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada periode 2009–2014, yang kemudian dilanjutkan Hanif Dhakiri pada 2014–2019, dan Ida Fauziyah pada 2019–2024.
Penyitaan di Jateng
Budi juga menerangkan, penyidik menyita lima aset sekitar Rp60 miliar dari tersangka dugaan korupsi pencairan kredit usaha fiktif di PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Jepara Artha (Perseroda).
“Penyitaan dilakukan pada Rabu (9/7),” ujar Juru Bicara KPK.
Baca juga: KPK Sebut Korupsi Di Bank Jepara Artha Bermodus Pemberian Kredit Fiktif
Budi memaparkan, lima aset tersebut terdiri atas tiga bidang tanah dan rumah yang berlokasi di Yogyakarta senilai Rp10 miliar. Lalu, dua bidang tanah seluas 3.800 meter persegi beserta pabrik yang berdiri di atasnya dan berlokasi di Klaten senilai Rp50 miliar.
KPK pada 24 September 2024 telah memulai penyidikan dugaan korupsi dalam pencairan kredit usaha pada BPR Bank Jepara Artha (Perseroda) tahun 2022–2024.
KPK menyebut modus dalam perkara dugaan korupsi tersebut adalah pemberian kredit fiktif terhadap 39 debitur.
Dalam perkara itu, penyidik KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka, namun identitas para tersangka belum dapat disampaikan karena penyidikan yang sedang berjalan.
Penyidik pada 26 September 2024 mengeluarkan surat pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap lima orang warga negara Indonesia berinisial JH, IN, AN, AS, dan MIA.