19 Juni 2025
11:31 WIB
Komnas HAM: Pengesahan RUU PPRT Adalah Kewajiban Konstitusional
Kewajiban DPR segera mengesahkan RUU PPRT yang sudah 21 tahun ada di DPR.
Editor: Leo Wisnu Susapto
Pengunjuk rasa yang tergabung dalam Koalisi Sipil untuk UU PPRT menggelar aksi teaterikal di depan g edung DPR, Jakarta, Rabu (1/2/2023). Antara Foto/Galih Pradipta.
JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengingatkan, pengesahan Rancangan Undang-Undang (PPRT) Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT), merupakan kewajiban konstitusional sehingga harus dilakukan segera.
Selain itu, pengesahan RUU yang sudah masuk program legislasi DPR selama 21 tahun ini juga dinilai langkah penting demi memenuhi kewajiban Indonesia terhadap instrumen HAM, mewujudkan keadilan, dan memberikan pelindungan maksimal kepada kelompok rentan.
“Komitmen Presiden Prabowo Subianto pada May Day 2025 dan dimasukkannya RUU PPRT ke Prolegnas Prioritas 2025–2029 menjadi momentum penting dan sinyal positif demi segera disahkannya RUU PPRT,” urai Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM, Putu Elvina dikutip dari Antara di Jakarta, Kamis (19/6).
Komnas HAM mendorong pembentuk undang-undang, yakni DPR dan pemerintah untuk menggunakan momentum tersebut secara maksimal, demi memberikan kepastian hukum, perlindungan, dan keadilan kepada sekitar 4,2 juta PRT di Indonesia.
“Yang mayoritas merupakan perempuan dan kelompok rentan,” papar dia.
Baca juga: Baleg Susun Ulang Draf RUU PPRT
Putu Elvina melanjutkan, Komnas HAM sepanjang tahun 2024 menerima sebanyak 47 aduan terkait dugaan pelanggaran HAM yang dialami PRT.
Aduan yang diterima itu meliputi dugaan kekerasan fisik, psikis, dan seksual; diskriminasi upah dan kerja; eksploitasi, kerja paksa, dan perbudakan modern; perdagangan manusia; serta pengucilan, pembatasan kebebasan, dan perlakuan tidak manusiawi.
Selain pengaduan, kajian Komnas HAM pada 2024 menemukan, PRT masih hidup tanpa kepastian kerja, pelindungan hukum, dan jaminan kerja yang manusiawi. Kondisi itu menyebabkan terjadinya kerentanan serta pelanggaran HAM secara luas dan terus-menerus.
Menindaklanjuti aduan dan kajian dimaksud, Komnas HAM merekomendasikan kepada Badan Legislasi (Baleg) DPR agar RUU PPRT harus memenuhi setidaknya lima aspek demi mewujudkan perlindungan HAM yang maksimal.
Pertama, pengakuan PRT sebagai pekerja sah, bukan pembantu. Aspek kedua adalah jaminan sosial dan pelindungan dengan mengatur upah layak, jaminan kesehatan, kerja manusiawi, dan pelindungan dari kekerasan.
Adapun aspek ketiga, penghapusan diskriminasi dengan mengintegrasikan pendekatan HAM dan gender. Kemudian aspek keempat, pengawasan dan penegakan hukum dengan mengoptimalkan peran pemerintah, lembaga pengawas dan penegak hukum.
Lalu, aspek kelima, pelindungan PRT rentan dengan mengakomodasi kebutuhan kelompok PRT disabilitas, di bawah umur, dan migran.
“Dengan disahkannya RUU PPRT pada 2025, diharapkan pelindungan PRT dari kekerasan, diskriminasi, dan perbudakan modern dapat ditingkatkan untuk mewujudkan keadilan, martabat, dan kesetaraan manusia, serta memenuhi kewajiban konstitusional negara,” demikian Putu Elvina.