c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

18 Juli 2025

13:13 WIB

Koalisi Publik Bereaksi MK Tolak Uji Formil UU KSDAHE

MK tolak uji formil UU KSDAHE yang juga menyinggung aspek meaningful participation saat UU ini masih tahap pembahasan di DPR.

Editor: Leo Wisnu Susapto

<p>Koalisi Publik Bereaksi MK Tolak Uji Formil UU KSDAHE</p>
<p>Koalisi Publik Bereaksi MK Tolak Uji Formil UU KSDAHE</p>

Ilustrasi Masyarakat Adat. (ANTARA/HO/AMAN)

JAKARTA - Aliansi masyarakat sipil menghormati putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak permohonan uji formil Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU KSDAHE). yang menyinggung juga menaningful participation.

“Bagi kami, pelibatan masyarakat terutama Masyarakat Hukum Adat dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) tidaklah cukup untuk menjamin aspek meaningfull participation dalam pembentukan UU KSDAHE," ujar Cindy Julianty, Eksekutif Koordinator Working Group Indigenous Peoples and Local Community Conserved Areas and Territory (ICCAs) Indonesia di Jakarta, Jumat (18/7).

Pemohon uji formil dalam putusan nomor 132/PUU-XXII/2024 adalah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA), dan Mikael Ane, anggota Masyarakat Adat Ngkiong Manggarai, Nusa Tenggara Timur.

MK mengakui pembentukan UU KSDAHE tertutup tapi tidak bermasalah. Karena, masyarakat sipil masih dapat mengakses pembicaraan dalam rapat melalui catatan rapat.

Baca juga: UU KSDAHE Belum Akomodir Hak Masyarakat Adat, Kawasan Hutan Terancam

Dalam pertimbangannya, MK mengakui 21 rapat pada Pembicaraan Tingkat I dan satu rapat pada Pembicaraan Tingkat II dalam tahapan pembahasan, hanya empat rapat diselenggarakan secara terbuka. Sedangkan, sisa rapat lainnya termasuk di dalamnya rapat Tim Perumus dan Sinkronisasi diselenggarakan tertutup.

MK menyebutkan meskipun rapat tertutup, masyarakat tetap dapat mengetahui pembicaraan dalam rapat melalui catatan rapat. baik seluruh maupun sebagian isi pembahasan.

Padahal, hasil pemantauan dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Konservasi Berkeadilan menemukan 20 dokumen proses rapat yang tidak dapat diakses.

Terkait hal itu, dia menyebut koalisi organisasi masyarakat sipil, masyarakat adat adat dan akademisi menyerukan agar proses legislasi ke depan wajib memenuhi prinsip partisipasi bermakna (meaningful participation), terutama dalam isu-isu terkait lingkungan hidup, tanah, dan sumber daya alam.

Sedangkan, Sekjen AMAN, Rukka Sombolinggi menyayangkan ketiadaan partisipasi penuh dan efektif terutama dari masyarakat adat dalam pembentukan UU itu.

Baca juga: Konservasi Kini Diperluas Sampai ke Areal Preservasi   

"Undang-Undang ini boleh saja dianggap legal oleh para pengambil kebijakan, dan Mahkamah Konstitusi dengan menyatakan telah memenuhi syarat formil pembentukan perundang-undangan. Tapi bagi kami, Masyarakat Adat, proses pembentukan UU KSDAHE serta putusan MK ini tidak mencerminkan partisipasi penuh dan efektif," jelas dia.

Dalam putusan MK itu terdapat dua opini berbeda atau dissenting opinion dari Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Hakim Konstitusi Saldi Isra, yang menyebut bahwa proses pembentukan UU 32 Tahun 2024 telah dibahas dalam rapat bersifat tertutup yang berimbas pada kesulitan bagi masyarakat mengetahui informasi perkembangan pembahasan rancangan undang-undang dimaksud.

Kedua Hakim MK tersebut menyatakan, karena terdapat fakta proses pembahasan UU KSDAHE dilakukan secara tertutup tanpa disertai alasan valid yang berdampak pada pengabaian Asas Keterbukaan dan Keterlibatan Publik dalam mewujudkan prinsip meaningfull participation, seharusnya MK menyatakan bahwa UU KSDAHE mengandung cacat formil sehingga proses pembentukannya bertentangan dengan UUD Tahun 1945.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar