07 April 2025
10:06 WIB
Kiara Harap Prabowo Berpihak Pada Nelayan
Presiden Prabowo, di Hari Nelayan, diminta berpihak pada nelayan dengan dengan kebijakan dan tindakan.
Penulis: Aldiansyah Nurrahman
Editor: Leo Wisnu Susapto
Sejumlah kapal nelayan lego jangkar di sekitar perairan Karangsong, Indramayu, Jawa Barat, Kamis (29 /12/2022). Antara Foto/Dedhez Anggara.
Jakarta - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) berharap, Presiden Prabowo Subianto menjadikan momentum Hari Nelayan pada 6 April, untuk berpihak kepada nelayan.
“Baik nelayan kecil, nelayan tradisional, perempuan nelayan, pekerja perikanan, masyarakat adat di pesisir yang berjuang dan bekerja di atas kapal perikanan, dan seluruh pihak yang melakukan penangkapan ikan secara berkeadilan dan berkelanjutan,” harap Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Susan Herawati dalam keterangan tertulis, Minggu (6/4).
Kiara berharap, Prabowo evaluasi dan menghentikan perizinan yang merampas ruang hidup dan memarginalkan nelayan. Sehingga, pada akhirnya akan menggerus kuantitas profesi nelayan itu sendiri.
Kebijakan itu antara lain, kebijakan liberalisasi pertambangan pasir laut dengan dalih pengelolaan hasil sedimentasi di laut melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
Kemudian, legalisasi perampasan wilayah perairan pesisir dan pulau kecil melalui kebijakan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL).
Baca: Nelayan Jakarta Tolak Kewajiban VMS
Lalu, reklamasi, integrasi penataan ruang yang tidak melibatkan dan mengakomodir ruang kelola nelayan dan masyarakat pesisir. Lalu, kebijakan penangkapan ikan terukur, legalisasi industri pertambangan nikel dengan dalih hilirisasi nikel. Serta, Proyek Strategis Nasional melalui Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025.
Sedangkan ketidakpastian hukum dan tidak berjalannya kebijakan yang berpihak kepada nelayan di antaranya tidak adanya pelindungan atas perubahan dan krisis iklim yang sedang terjadi. Khususnya, di laut dan wilayah pesisir yang telah menyebabkan kerusakan ekologi disertai menurunnya produktivitas nelayan.
Selain itu, tidak adanya kepastian hukum pengakuan dan perlindungan masyarakat adat, khususnya bagi masyarakat adat di wilayah pesisir dan laut. Kondisi ini menyebabkan ruang kelola untuk menjalankan penghidupan mereka terancam oleh berbagai kegiatan pembangunan dan ekstraktif.
Susan mengatakan, KIARA mencatat pada 2015- 2025, ada 72 orang mengalami kriminalisasi nelayan kecil dan tradisional. Lima orang di antara mereka meninggal dunia, empat di antaranya oleh aparat keamanan negara.
Dari 72 orang tersebut, 40 di antaranya menolak dan berjuang mempertahankan tanah dan lautnya dari industri pertambangan, baik pertambangan nikel maupun pertambangan pasir laut.
Baca: Problematika Nelayan Kecil Di Negara Maritim Indonesia