19 Mei 2025
09:21 WIB
Kementerian PPPA Minta Facebook Respon Cepat Grup Fantasi Sedarah
Kementerian PPPA sudah lapor grup facebook Fantasi Sedarah ke Direktorat PPA-PPO Bareskrim agar segera ditindak.
Editor: Leo Wisnu Susapto
Logo sosial media Facebook milik Meta. Shutterstock/dok.
JAKARTA - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mengingatkan Facebook sebagai platform digital, merespons cepat konten yang melakukan eksploitasi seksual dan membahayakan perempuan dan anak seperti grup Facebook dengan nama Fantasi Sedarah.
"Ada tanggung jawab etis dan hukum dari penyedia platform untuk menjaga ruang digital tetap aman dan bersih," papar Sekretaris Kementerian PPPA, Titi Eko Rahayu di Jakarta, Minggu (18/5) menanggapi keberadaan grup Facebook, Fantasi Sedarah yang diduga mengandung unsur eksploitasi seksual.
Titi menyoroti pentingnya edukasi yang menyeluruh tentang literasi digital dan seksualitas yang sehat.
Peran keluarga sebagai tempat utama dalam membentuk karakter, nilai moral, serta kebiasaan sosial anak, kata dia, sejatinya tidak tergantikan oleh apapun termasuk oleh kemajuan teknologi digital.
Kementerian PPPA telah berkoordinasi dengan Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PPA-PPO) Polri mengusut grup di Facebook itu.
Jika ada bukti pelanggaran, kata Titi, proses hukum harus ditegakkan demi memberi efek jera dan melindungi masyarakat, khususnya anak-anak dari dampak buruk konten menyimpang.
"Kami berharap laporan kami ditindaklanjuti Direktorat Tindak Pidana Siber untuk segera menyelidiki pembuat, pengelola, dan anggota aktif grup tersebut," ujar Titi dikutip dari Antara.
Baca juga: DPR Minta Polisi Tindak Pengelola Grup Facebook Fantasi Sedarah
Menurut Titi, grup Facebook tersebut telah memenuhi tindakan kriminal, berupa penyebaran konten bermuatan seksual, terutama yang melibatkan inses atau dugaan eksploitasi seksual, dan dapat dikenakan pasal-pasal dalam Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
"Keberadaan grup semacam ini jelas bertentangan dengan nilai-nilai moral sekaligus mengancam keselamatan dan masa depan anak-anak Indonesia. Fantasi seksual yang melibatkan inses bukan hanya tidak pantas, akan tetapi juga dapat merusak persepsi publik terhadap hubungan keluarga yang sehat," papar Titi.