16 Mei 2025
17:22 WIB
Kemenhut Matangkan RBC Tahap Ke-5 Untuk Dukung Deforestasi
Rencana RBC tahap kelima dengan pendanaan dari Norwegia dengan nilai hampir setriliun rupiah.
Editor: Leo Wisnu Susapto
Penasihat Senior Tim Kerja FOLU Net Sink 2030 Kememhut Ruandha Sugardiman (kanan) dan Agus Justianto (tengah) dalam Journalist Workshop on Indonesia Folu Net Sink 2030 yang diadakan di Jakarta, Jumat (16/5/2025). ANTARA/Prisca Triferna.
JAKARTA - Indonesia dan Norwegia dalam persiapan untuk meluncurkan pendanaan berbasis kontribusi (result based contribution/RBC) tahap kelima atau RBC-5 dari upaya menekan deforestasi.
"RBC-5 sekarang sudah masuk ke investment plan. Nanti RBC-5 ini sedang negosiasi semoga bisa kita realisasikan," kata Penasihat Senior Tim Kerja FOLU Net Sink 2030 Kememhut, Ruandha Sugardiman dalam Journalist Workshop on Indonesia Folu Net Sink 2030 yang diadakan di Jakarta, Jumat (16/5).
Ruandha menyebut jumlah RBC-5 tersebut dapat mencapai sekitar setriliun rupiah dari pemerintah Norwegia berdasarkan kinerja pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD+) yang dilakukan di Indonesia.
Skema RBC itu merupakan kerja sama Indonesia dan Norwegia dalam mendukung upaya Indonesia mengurangi emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya (forestry and other land use/FOLU).
Indonesia sendiri memiliki target untuk mencapai kondisi net sink atau penyerapan gas rumah kaca (GRK) lebih besar dari tingkat emisi yang ditimbulkan dari sektor FOLU pada 2030.
Dalam kesempatan yang sama, Penasihat Senior Tim kerja FOLU Net Sink 2030 Kemenhut, Agus Justianto menjelaskan bahwa RBC yang sebelumnya sudah dilakukan yaitu RBC-4 untuk pendanaan sebesar US$60 juta (sekitar Rp986 miliar).
Sebelumnya, dalam RBC-1 diterima pembayaran sebesar US$56 juta (sekitar Rp920 miliar) untuk pengurangan emisi 11,2 juta ton CO2e periode 2016-2017.
Sedangkan pembayaran RBC-2 dan RBC-3 dilakukan secara bersamaan yakni sebesar US$100 juta (Rp1,6 triliun) untuk pengurangan emisi 20 juta ton CO2e pada 2017-2019.
"Ini tentunya semua ditujukan untuk penerima manfaat di seluruh Indonesia," demikian urai Agus.
Baca juga: Kemenhut: Anggaran Pengelola FOLU Net Sink 2030 Berasal dari Non-APBN
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenhut Mahfudz menyampaikan, Indonesia ingin mencapai kondisi serapan karbon sama atau lebih besar dibandingkan emisi di sektor kehutanan dan penggunaan lahan (Forestry and other land use/FOLU Net Sink) untuk dapat dicapai pada 2030.
"Kita terus melakukan langkah-langkah di dalam program-program yang tentu kita terjemahkan di dalam RPJMN yang selalu di-update lima tahun, sekarang 2024-2029," lanjut dia.
Langkah itu diperlukan mengingat sektor kehutanan menjadi penyumbang terbesar target pengurangan emisi gas rumah kaca Indonesia yang tertuang di dalam dokumen iklim Enhanced Nationally Determined Contribution (NDC).
Sektor FOLU diproyeksikan akan berkontribusi hampir 60% dari total target penurunan emisi atau mencapai 140 juta ton karbon dioksida ekuivalen (CO2e) pada 2030.
Mahfudz mengatakan Kemenhut saat ini tengah fokus dalam pengurangan emisi dari deforestasi, menekan dekomposisi gambut dan kebakaran hutan, praktik pengelolaan hutan lestari, restorasi hutan, optimalisasi pemanfaatan lahan, dan pencegahan konversi lahan pertanian menjadi non-pertanian.
Dia memberikan contoh dalam pengelolaan hutan lestari ditekankan keterlibatan masyarakat lokal dalam menjaga hutan dan memanfaatkannya secara berkelanjutan.
"Jadi bagaimana peran hutan adat misalnya, peran kearifan lokal dalam menjaga hutan. Ini penting," jelas dia.
Menurut data Kememhut, luas lahan berhutan di Indonesia pada 2024 mencapai 95,5 juta ha, atau 51,1% dari total daratan. Dari angka tersebut, sekitar 91,9% berada di dalam kawasan hutan.
Sementara itu, angka deforestasi netto pada 2024 mencapai sebesar 175,4 ribu ha. Angka itu diperoleh dari deforestasi bruto sebesar 216,2 ribu ha dikurangi reforestasi yang mencapai 40,8 ribu ha.