c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

NASIONAL

25 Februari 2025

08:09 WIB

Kejagung Tahan Tersangka Korupsi Minyak Mentah Pertamina 

Korupsi minyak mentah Pertamina merugikan negara Rp193,7 triliun.

Penulis: James Fernando

Editor: Leo Wisnu Susapto

<p>Kejagung Tahan Tersangka Korupsi Minyak Mentah Pertamina&nbsp;</p>
<p>Kejagung Tahan Tersangka Korupsi Minyak Mentah Pertamina&nbsp;</p>

Petugas melintas di depan jaringan pipa minyak di kilang unit pengolahan (Refinery Unit) V, Balikpap an, Kalimantan Timur, Rabu (23/10/2019). Antara Foto/Yulius Satria Wijaya

JAKARTA – Penyidik Kejagung menetapkan tujuh tersangka dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding.

"Para tersangka kami tahan di Rutan Salemba cabang Kejagung," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar, di Kejaksaan Agung, Senin (24/2) malam.

Qohar menguraikan, perbuatan para tersangka menyebabkan kerugian keuangan negara Rp193,7 triliun. Namun, lanjut dia, angka tersebut masih bisa bertambah.

Baca: Alasan Kejagung Geledah Ditjen Migas ESDM

Para tersangka dalam perkara ini yakni Riva Siahaan (RS) Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga dan Sani Dinar Saifuddin (SDS) Direktur Optimasi Feedstock dan Produk di perusahaan sama.

Yoki Firnandi (YF) Dirut PT Pertamina International Shipping. Agus Purwono (AP) selaku Vice President Feedstock Manajemen Kilang Pertamina Internasional.

Sementara itu, para tersangka dari rekanan adalah Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa. Dimas Werhaspati (DW) komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim. Gading Ramadhan Joedo (GRJ) komisaris Jenggala Maritim dan Dirut PT Orbit Terminal Merak.

Qohar menguraikan, perkara terjadi pada 2018-2023, ada kebijakan pemerintah untuk pemenuhan minyak mentah dalam negeri, mengutamakan pasokan dari dalam negeri.

Pertamina wajib mencari pasokan minyak bumi yang berasal dari kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor. Demikian Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 tentang prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.

Namun, RS, SDS dan AP bermufakat untuk menurunkan  produksi kilang. Akibatnya, produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap seluruhnya. Oleh karena itu, kekurangan itu harus ditutupi dengan impor.

Mereka juga menolak minyak yang menjadi bagian dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama Migas (KKKS) swasta. Jadi, prouksi minyak mentah KKKS menjadi tidak ekonomis, meski harga yang ditawarkan masuk dalam kisaran harga HBS.

Hal itu membuat KKKS mengekspor bagian minyaknya karena tidak dibeli oleh PT Pertamina. Lalu, PT Pertamina Patra Niaga mengimpor minyak mentah dan produk kilang dengan harga lebih tinggi.  

Tersangka SDS, AP, RS dan YF bersama MKAR, DW dan GRJ mengatur proses impor minyak mentah dan produk kilang seolah-olah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Impor minyak mentah dan produk kilang sudah diatur oleh para tersangka. Minyak yang diimpor dengan kadar RON 92 namun kualitas lebih rendah.

Selain itu, terjadi mark up kontrak pengiriman. Negara harus membayar fee sebesar 13-15% sehingga menguntungkan MKAR.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar