29 Juli 2025
12:56 WIB
IPW Minta Polri Tindak Tegas Perusakan Rumah Doa di Padang
Perusakan rumah doa jemaat GKSI telah menimbulkan korban luka di antaranya anak-anak.
Penulis: James Fernando
Editor: Leo Wisnu Susapto
Ilustrasi-toleransi.ANTARAFOTO/Adeng Bustomi.
JAKARTA – Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Polri untuk mengusut tuntas peristiwa penyerangan jemaat dan perusakan rumah doa Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) di Padang, Sumatra Barat pada Minggu (27/7).
Selain merusak fasilitas ibadah, Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh menyebutkan, aksi tersebut juga membuat anak-anak yang menjadi korban langsung dari tindakan para pelaku.
Sugeng menyebutkan, ada dua anak mengalami luka fisik dan harus mendapatkan perawatan medis di Rumah Sakit Yos Sudarso. Sementara anak-anak lainnya mengalami trauma berat akibat kekerasan dan intimidasi tersebut.
IPW menilai, peristiwa tersebut merupakan bentuk nyata dari tindakan intoleransi dan pelanggaran hak asasi manusia, khususnya hak atas kebebasan beragama dan beribadah yang telah dijamin dalam Pasal 29 ayat 2 UUD 1945, serta Pasal 18 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
"Tindakan tersebut jelas merupakan bentuk kriminalitas yang tidak bisa ditoleransi dalam masyarakat demokratis dan majemuk seperti Indonesia," kata Sugeng, di Jakarta, Selasa (29/7).
Baca juga: Kemenag Soroti Perusakan Rumah Ibadat di Padang
IPW pun mendukung langkah Polda Sumatera Barat menangkap sembilan orang terduga pelaku perusakan. Sebab, jangan sampai pelaku perusakan rumah ibadah dibiarkan tanpa pertanggungjawaban hukum. Meski demikian, IPW meminta agar penanganan kasus ini tetap dilakukan secara profesional, transparan dan diusut tuntas.
"IPW menuntut Polri untuk mengusut tuntas seluruh pelaku yang terlibat, baik pelaku Utama, provokator, maupun pihak yang membiarkan kekerasan terjadi tanpa upaya pencegahan," tambah Sugeng.
Proses penegakan hukum harus dilakukan berdasarkan ketentuan delik umum, mengingat perbuatan ini merupakan tindak pidana yang dapat diproses tanpa menunggu laporan dari korban.
IPW meminta Polisi menerapkan pasal-pasal pidana yang relevan kepada para pelaku seperti Pasal 156 KUHP tentang ujaran kebencian yang dapat memecah belah antar golongan, Pasal 170 KUHP tentang kekerasan terhadap orang atau barang secara bersama-sama, serta Pasal 175 KUHP terkait menghalangi orang menjalankan ibadah secara sah, dan juga Pasal 76C Undang-Undang 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak terkait kekerasan terhadap anak baik fisik maupun verbal.
Untuk para jemaat GKSI, IPW meminta polisi untuk memberikan perlindungan menyeluruh, termasuk pemulihan psikologis anak-anak yang menjadi korban, dan jaminan bila ibadah dapat kembali dilaksanakan tanpa rasa takut.
IPW turut mendorong adanya upaya edukasi publik dan dialog antar umat beragama oleh Pemerintah Daerah dan instansi terkait guna mencegah berkembangnya sikap intoleran di tengah masyarakat
"IPW mengingatkan bahwa negara tidak boleh tunduk pada tekanan intoleransi dan harus hadir melindungi setiap warga negara tanpa pandang bulu. Kebebasan beragama bukanlah pemberian kelompok mayoritas, melainkan hak konstitusional yang melekat pada setiap individu warga negara," tandas dia.
Dalam peristiwa ini, polisi telah menangkap sembilan orang. Peristiwa ini ini terjadi setelah sekelompok warga menolak keberadaan rumah ibadah tersebut yang disebut belum memiliki izin resmi.
Peristiwa bermula dari protes warga terhadap bangunan yang selama empat bulan terakhir digunakan sebagai rumah doa dan tempat bimbingan pelajaran agama bagi pelajar Kristen di lingkungan RT 03 RW 09, Kelurahan Padang Sarai. Namun, seiring waktu, jumlah jemaat yang datang bertambah, termasuk dari luar lingkungan, bahkan jemaat dewasa.
Warga setempat menilai perubahan fungsi rumah tersebut telah melampaui batas dan menimbulkan keresahan. Pada Minggu sore, sejumlah aparat warga dan pemuda setempat mengadakan klarifikasi dengan pengurus rumah doa. Namun, dialog yang semula berjalan damai berubah menjadi ketegangan dan berujung pada aksi perusakan bangunan.