07 Oktober 2025
11:18 WIB
Guru Perempuan Rentan Diskriminasi Gender
Guru perempuan rentan mengakami diskriminasi gender, seksual hingga kekerasan dalam relasi kerja.
Editor: Leo Wisnu Susapto
Ilustrasi - Guru menyampaikan materi pelajaran kepada siswa dalam kegiatan belajar mengajar di SDN Pekunden, Semarang, Jawa Tengah, Selasa (12/11/2024). ANTARA FOTO/Makna Zaezar/Spt.
JAKARTA - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) memandang, guru perempuan rentan mengalami diskriminasi berbasis gender, pelecehan seksual, hingga kekerasan dalam relasi kerja.
"Laporan Catatan Tahunan 2024 Komnas Perempuan mencatat bahwa perempuan pekerja di sektor pendidikan, termasuk guru, rentan mengalami diskriminasi berbasis gender, pelecehan seksual, hingga kekerasan dalam relasi kerja," kata Anggota Komnas Perempuan, Devi Rahayu dikutip dari Antara di Jakarta, Selasa (7/10) memperingati Hari Guru Sedunia.
Hal ini mempertegas upaya memperjuangkan kesejahteraan guru tidak bisa dilepaskan dari perjuangan melawan kekerasan berbasis gender di ruang pendidikan.
"Ironisnya, banyak guru masih berstatus honorer dengan gaji jauh di bawah kebutuhan hidup layak, bahkan di bawah upah harian buruh kasar," kata Devi.
Baca juga: Simak Sejarah Hari Guru Sedunia
Kondisi ini menunjukkan kurangnya perhatian negara terhadap kesejahteraan guru, padahal Pasal 28C ayat 1 dan Pasal 28D ayat 2 UUD 1945 menegaskan hak warga negara untuk memperoleh pendidikan dan penghidupan yang layak.
Selain itu, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen juga menekankan bahwa guru berhak atas penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial.
Menurut data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemenristekdikti), ada sekitar 3,19 juta guru di Indonesia pada semester I 2024/2025 dengan rincian guru perempuan sebanyak 2.185.396 (72%) dan guru laki-laki sebanyak 834.384 (28%).
"Data ini menunjukkan besarnya peran guru, khususnya perempuan, dalam menggerakkan dunia pendidikan di Indonesia. Dengan jumlah mayoritas perempuan, profesi guru juga mencerminkan ketidaksetaraan gender di dunia kerja," kata Devi Rahayu.
Dia menambahkan guru perempuan kerap menghadapi beban ganda yang meliputi tugas profesional di sekolah dan tanggung jawab domestik di rumah, yang jarang dihitung sebagai kerja produktif.