03 November 2025
09:27 WIB
Gubernur Sultra Minta ESDM Tegur 96 Perusahaan Tambang
Kementerian ESDM diminta tak setujui RKAB 96 perusahaan tambang sebelum melunasi kewajiban pada Pemprov Sultra.
Editor: Leo Wisnu Susapto
Foto udara areal pasca tambang nikel yang sebagian telah di reklamasi di Kecamatan Motui, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. ANTARA FOTO/Jojon/Spt/am.
KENDARI - Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) meminta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia (RI) Bahlil Lahadalia menegur 96 perusahaan tambang nakal di Bumi Anoa.
Gubernur Sultra, Andi Sumangerukka saat ditemui Minggu, meminta Kementerian ESDM tidak memberikan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) sebelum perusahaan tambang itu melaksanakan kewajibannya, termasuk membayar pajak daerah.
"Saya mohon Pak Menteri jangan beri RKAB untuk 96 perusahaan sebelum melunasi kewajibannya untuk Sultra," kata Andi Sumangerukka dikutip di Kendari, Minggu (2/11) dari Antara.
Gubernur Sultra selama kurang lebih delapan bulan menjabat gubernur, dirinya menyadari kondisi finansial Sultra memprihatinkan.
Kondisi tersebut ditunjukkan data Kemendagri bahwa Sultra berada di urutan ke-37 dari 38 provinsi yang penyerapan pendapat asli daerahnya masih kecil.
Baca juga: Bahlil : RKAB 3 Tahun Jadi Biang Kerok Jebloknya Harga Batu Bara
Padahal, kata Andi Sumangerukka, Sultra termasuk daerah yang memiliki kekayaan alam tambang nikel dan hasilnya sekira 90 juta metrik ton nikel dihasilkan dari pertambangan yang berada di Bumi Anoa.
"Kami dapat dana bagi hasil dari pemerintah pusat kurang lebih Rp833 miliar, padahal kalau saya hitung-hitung dari 90 juta metrik ton dikali saja Rp30 juta sudah mencapai Rp57 triliun," jelas Andi Sumangerukka.
Ia melanjutkan dengan kondisi tersebut, seharusnya Sultra bisa meningkatkan pendapat ekonomi daerah tanpa bergantung dari dana transfer pemerintah pusat.
Dia menambahkan pendapatan tersebut belum lagi dari pengelolaan bahan jadi vero nikel yang mencapai 3,5 juta ton bisa menyumbang sebesar Rp50 triliun keuntungan.
"Artinya Sulawesi Tenggara menyumbang kurang lebih Rp100 triliun, tetapi kenyataannya kami hanya dapat Rp833 miliar," sebut Andi Sumangerukka.
Ia menuturkan, 96 perusahaan tambang juga harus melunasi kontribusi dan kewajibannya untuk daerah diantaranya penggunaan bahan bakar industri yang bisa menyumbang Rp1.100 setiap liter.
Kemudian, retribusi Pajak Air Permukaan (PAP) dan penggunaan plat nomor kendaraan di Sultra.
"Tetapi dari tiga ini kalau saya hitung-hitung kemungkinan kita dapat setriliun rupiah dari situ, kalau para pemilik IUP mau membayar," ungkap Andi Sumangerukka.
Ia menyadari selaku pemerintah daerah tidak memiliki kekuatan untuk memaksa perusahaan tambang melunasi kewajiban mereka karena keterbatasan wewenang pemda.
Untuk itu, dirinya meminta Menteri ESDM menggunakan kewenangan agar para perusahaan bisa melunasi kewajiban untuk daerah sebelum diterbitkan izin usaha.
Sementara itu, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia meminta Gubernur Sultra untuk memberikan data 96 perusahaan tambang yang tidak menjalankan kewajiban pajak dan retribusi daerah.
"Kasih datanya laporan ke saya, saya selesaikan dalam dua bulan," ucap Bahlil.
Ia mengatakan pajak dan retribusi sebesar tiga triliun rupiah harus diberikan ke Sultra untuk pembangunan di 17 kabupaten dan kota.