18 November 2025
14:34 WIB
Eks Sekretaris MA Didakwa Terima Gratifikasi Urus Perkara
Eks Sekretaris MA, Nurhadi didakwa terima gratifikasi Rp137,16 miliar urus perkara dan cuci uang.
Editor: Leo Wisnu Susapto
Sekretaris Mahkamah Agung (MA) periode 2011-2016 Nurhadi dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (18/11/2025). ANTARA/Agatha Olivia Victoria.
JAKARTA - Sekretaris Mahkamah Agung (MA) periode 2011-2016 Nurhadi, didakwa menerima gratifikasi senilai Rp137,16 miliar terkait kasus dugaan penerimaan gratifikasi di lingkungan pengadilan pada periode 2013-2019 dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) periode 2012-2018.
Penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rony Yusuf menyebutkan, gratifikasi diterima dari para pihak yang berperkara di lingkungan pengadilan, baik di tingkat pertama, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali, pada saat Nurhadi menjabat maupun telah selesai menjabat sebagai Sekretaris MA.
"Gratifikasi diterima secara bertahap dengan menggunakan rekening orang lain," papar penuntut umum dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (18/11).
Selain menerima gratifikasi, penuntut umum mendakwa Nurhadi melakukan TPPU senilai total Rp308,1 miliar yang meliputi Rp307,26 miliar dan US$50 ribu atau setara dengan Rp835 juta (kurs Rp16.700 per dolar AS).
Baca juga: KPK Tangkap Lagi Nurhadi di Lapas Sukamiskin
Atas perbuatannya, Nurhadi terancam pidana yang diatur dalam Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat 1 ke-1 KUHP.
Penuntut umum membeberkan gratifikasi diterima Nurhadi melalui rekening atas nama Rezky Herbiyono yang merupakan menantu Nurhadi sekaligus orang kepercayaannya serta rekening atas nama orang lain yang diperintahkan oleh Nurhadi maupun Rezky, antara lain Calvin Pratama, Soepriyo Waskita Adi, dan Yoga Dwi Hartiar.
Secara perinci, Nurhadi diduga menerima gratifikasi dari beberapa pihak, yaitu dari pemilik PT Sukses Abadi Bersama, Hindria Kusuma; Komisaris PT Matahari Kahuripan Indonesia (Almarhum) Bambang Harto Tjahjono; serta PY Sukses Abadi Bersama pada kurun waktu 22 Juli 2013 sampai dengan 24 November 2014 senilai Rp11,03 miliar.
Gratifikasi tersebut diterima terkait perkara perdata pada PN Jakarta Utara antara Rudy Ong Chandra selaku penggugat melawan Lyanto selaku tergugat dan kakak kandung Hindria serta perkara perdata pada PN Jakarta Pusat antara PT Matahari Kahuripan Indonesia selaku penggugat melawan PT Hanampi Sejahtera Kahuripan selaku tergugat.
Kemudian, gratifikasi diterima pula dari pemegang saham dan pengurus PT Sukses Expamet, Dion Hardie pada kurun waktu 22 Juli 2014 sampai dengan 28 Januari 2015 sebesar Rp12,79 miliar terkait perkara perdata pada PN Jakarta Pusat antara Longtjing Tandi dan kawan-kawan selaku penggugat melawan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Gambir Dua.
Penuntut umum memaparkan, pada 18 April 2016, Nurhadi diduga menerima gratifikasi senilai dua miliar rupiah dari PT Freight Express Indonesia, yang merupakan pemegang saham mayoritas PT Kreasitama Rimba Persada, terkait perkara perdata pada PN Samarinda antara PT Kreasitama Rimba Persada selaku tergugat dengan CV Sungai Berlian Jaya, PT Sungai Berlian Bahkati, dan CV Atap Tri Utama selaku penggugat.
Kemudian untuk gratifikasi yang diterima Nurhadi dalam bentuk uang asing, JPU menyampaikan terdiri atas penerimaan mata uang asing melalui supir Nurhadi, Royani sejak tahun 2013-2014 yang ditukarkan dalam bentuk rupiah sebesar Rp12,41 miliar.
"Lalu pada 2015, Nurhadi menerima 358 ribu dolar Singapura melalui Rezky, yang ditukarkan menjadi rupiah sebesar Rp3,48 miliar," ucap jaksa menambahkan.
JPU menambahkan uang asing lainnya diterima Nurhadi melalui Rezky sejak 2015-2019, yang ditukar ke dalam bentuk rupiah senilai Rp87,68 miliar oleh Rezky dan Yoga.
Pada 2016, Nurhadi, melalui Rezky, pun menerima uang 520 ribu dolar Amerika Serikat (AS) dan 9.700 dolar Singapura, yang ditukarkan oleh Soepriyo menjadi senilai Rp7,76 miliar.
"Terhadap penerimaan gratifikasi berupa sejumlah uang tersebut di atas, Nurhadi tidak melaporkannya kepada KPK dalam tenggang waktu 30 hari sebagaimana ditentukan undang-undang, padahal penerimaan itu tanpa alas hak yang sah menurut hukum," ungkap penuntut umum.
Adapun sebelumnya pada 10 Maret 2021, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memvonis Nurhadi dengan enam tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider tiga bulan.
Majelis hakim menilai Nurhadi terbukti menerima suap sejumlah Rp35,73 miliar serta gratifikasi dari sejumlah pihak sebesar Rp13,79 miliar.
KPK kemudian mengeksekusi Nurhadi ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, pada 7 Januari 2022.
Setelah itu, KPK menahan kembali Nurhadi usai yang bersangkutan bebas bersyarat dari Lapas Sukamiskin. Penahanan tersebut dilakukan KPK pada 29 Juni 2025.