30 Oktober 2025
08:46 WIB
Eks Sekjen Kemenaker Tersangka Pemerasan Izin Tenaga Kerja Asng
Eks Sekjen Kemenaker, Hery Sudarmanto terlibat pemerasan izin tenaga kerja asing dan turut menikmati hasilnya.
Penulis: James Fernando
Editor: Leo Wisnu Susapto
Mantan Sekjen Kemenaker Hery Sudarmanto usai diperiksa penyidik KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (11/6/2025). ANTARA/Rio Feisal/aa.
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan, Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan era Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Hanif Dhakiri, Hery Sudarmanto (HS), menerima uang hasil dugaan pemerasan tenaga kerja asing (TKA).
“Untuk jumlahnya, nanti kami akan update berapa begitu ya,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (29/10).
Termasuk, lanjut Budi, Hery Sudarmanto turut menerima uang hasil dugaan pemerasan dalam kurun waktu 2019-2024 yang berjumlah Rp53,7 miliar.
Sebelumnya, pada 5 Juni 2025, KPK mengungkapkan identitas delapan orang tersangka kasus pemerasan dalam pengurusan RPTKA di Kemenaker, yakni aparatur sipil negara di Kemenaker bernama Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.
Baca juga: DPR Harap Pengawasan Penggunaan Tenaga Kerja Asing Diperkuat
Menurut KPK, para tersangka dalam kurun waktu 2019–2024 atau pada era Menaker Ida Fauziyah telah mengumpulkan uang hasil pemerasan pengurusan RPTKA sekitar Rp53,7 miliar. RPTKA merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja asing agar dapat bekerja di Indonesia. Tanpa ini, tenaga kerja asing akan dikenai denda sebesar Rp1 juta per hari.
KPK mengungkapkan dugaan pemerasan pengurusan RPTKA tersebut terjadi sejak era Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada periode 2009–2014, yang kemudian dilanjutkan Hanif Dhakiri pada 2014–2019, dan Ida Fauziyah pada 2019–2024.
KPK lantas menahan delapan tersangka tersebut. Kloter pertama untuk empat tersangka pada 17 Juli 2025, dan kloter kedua pada 24 Juli 2025.
Pada 29 Oktober 2025, KPK mengumumkan penambahan tersangka baru kasus tersebut, yakni Sekjen Kemenaker era Hanif Dhakiri, Hery Sudarmanto.
Penyidik KPK pada Selasa (28/10) telah menggeledah rumah Herry Sudarmanto di Jakarta Selatan dan menyita sejumlah dokumen serta satu mobil.