c

Selamat

Senin, 17 November 2025

NASIONAL

23 Juli 2025

16:17 WIB

E-Voting Meminimalisir Pengawasan Hasil Pemilu

E-voting dinilai mengurangi beban pengawasan hasil pemilu sebagai proses penting penyelenggaraan pesta demokrasi ini.

Penulis: Aldiansyah Nurrahman

<p id="isPasted">E-Voting Meminimalisir Pengawasan Hasil Pemilu</p>
<p id="isPasted">E-Voting Meminimalisir Pengawasan Hasil Pemilu</p>

Ilustrasi e-voting. AntaraFoto.

JAKARTA - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai, pemungutan suara berbasis digital atau e-voting akan meminimalisir upaya pengawasan dan pemantauan partisipatif di level tempat pemungutan suara (TPS).

Peneliti Senior Perludem, Heroik Pratama menjelaskan, pemantauan di level TPS krusial, karena menjadi sumber data utama dari hasil pemilu yang dituangkan di dalam formulir model C.

Adapun formulir C adalah formulir Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang berfungsi untuk mencatat berita acara pemungutan dan penghitungan suara di TPS saat pemilu.

Dia menerangkan, ketika pemilih selesai memberikan suaranya, kemudian pada siang hari dilanjutkan penghitungan suara di TPS. Saat itu, ada kecenderungan pemilih untuk menyaksikan kembali proses penghitungan suara di TPS dengan surat suara dibuka satu persatu dan dituangkan di dalam formulir C.

Baca juga: E-Voting Dinilai Akan Meminimalisir Pengawasan Dan Pemantauan Hasil Pemilu

“Artinya apa? Upaya menjaga akurasi hasil perolehan suara itu sudah dilakukan di level TPS,” jelasnya, dalam diskusi Menjaga Integritas Pemilu dengan Perbaikan Tata Kelola Pemilu, di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (23/7).

Sementara itu, penerapan e-voting menggantikan formulir C yang ada di TPS, sehingga akan menyulitkan untuk melihat data sumber utamanya.

E-voting, kata dia, kan menutup ruang partisipasi publik untuk memastikan proses akurasi penghitungan suara itu terjadi meski dalam e-voting terdapat sistem Voter Verified Paper Audit Trail (VVPAT).

VVPAT merupakan semacam kertas yang menjadi salah satu alat bantu ketika terjadi sengketa untuk melihat akurasi dari hasil penghitungan.

Heroik mengingatkan, fungsi utama dari teknologi informasi adalah transparansi dan akuntabilitas, sehingga memunculkan kepercayaan publik dalam pemilu.

“Jika trust itu tidak ada, maka kemudian itu akan banyak dipersoalkan,” jelas dia.

Secara biaya, menurut Heroik, e-voting menelan biaya yang cukup mahal. Hal ini dilihat dari harga mesin, perawatan, audit, dan seterusnya.

Dia mengungkapkan, tren penggunaan e-voting secara global sudah banyak ditinggalkan sebab bermasalah.

Dia mencontohkan, ketika Pilpres Amerika Serikat (AS) antara Hillary Clinton versus Donald Trump. Saat itu banyak isu terhadap penggunaan e-voting, sehingga Kongres dan Senat AS membentuk tim investigasi khusus terhadap penggunaan teknologi e-voting.

Lalu, pemilu di Jerman, ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Jerman yang mengembalikan penggunaan surat suara manual dari e-voting. Pasalnya, penggunaan e-voting cenderung melanggar asas kerahasiaan pemilih dan transparansi data hasil pemilu.

Dibanding e-voting, Heroik lebih merekomendasikan elektronik rekapitulasi untuk pemilu di Indonesia untuk keperluan tabulasi data yang lebih baik.

Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri sedang mematangkan konsep penerapan e-voting. Pemerintah saat ini sedang menyiapkan uji coba penerapan e-voting pada pemilihan kepala desa.

Wamendagri Bima Arya mengatakan jika hal itu berjalan efektif, rencananya e-voting didorong untuk diterapkan dalam pemilu nasional. Termasuk, pemilihan legislatif serta pemilihan presiden dan wakil presiden.

"Saat ini, kami sedang mematangkan e-voting pemilihan kepala desa. Gelombang berikutnya akan kami uji coba agar e-voting dapat dilakukan secara lebih masif. Ini prakondisi untuk e-voting nasional, baik legislatif atau presiden," kata Bima, Rabu (11/6).


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar