15 Juli 2025
15:09 WIB
DPR Pastikan Revisi KUHAP Tak Bahas Penyadapan
Penyadapan tak dibahas di Revisi KUHAP tapi diatur dalam UU lain dan belum ditentukan DPR.
Ilustrasi penyadapan/terkini/shutter/don/dana/nasional/09072019.
JAKARTA - Ketua Komisi III DPR Habiburokhman, memastikan, pasal yang memuat penyadapan di dalam Rancangan Revisi Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) dihapus semuanya. Kemudian, penyadapan akan diatur di dalam undang-undang lain di luar KUHAP.
"Pokoknya penyadapan itu diaturnya semuanya di undang-undang baru," kata Habiburokhman di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa (15/7).
Adapun mekanisme penyadapan sebelumnya tercantum dalam Pasal 124 yang menjadi Bagian Keenam pada rancangan RKUHAP. Pasal tersebut terdiri dari 6 ayat, yang salah satunya pada ayat 2 menyebutkan bahwa penyadapan harus mendapat izin dari pengadilan negeri.
Ketentuan ini diprotes Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menilai bahwa pasal itu tidak sinkron dengan mekanisme kerja penyadapan dan penyelidik di lembaga antirasuah tersebut.
Baca juga: KPK Keberatan Penyadapan dan Penyelidikan di Revisi KUHAP
"Penyadapan misalnya, dalam RUU KUHAP disebutkan penyadapan dimulai pada saat penyidikan dan melalui izin pengadilan daerah setempat ya. Namun, penyadapan yang dilakukan oleh KPK selama ini telah dimulai sejak tahap penyelidikan, dan tanpa izin pengadilan negeri atau pengadilan tinggi di daerah setempat,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (14/7).
Walaupun demikian, Budi menjelaskan bahwa personel KPK tetap melaporkan upaya penyadapan kepada Dewan Pengawas. Kemudian penyadapan yang telah dilakukan akan diaudit.
“Jadi, penyadapan ini dipastikan memang betul-betul untuk mendukung penanganan perkara di KPK,” lanjut dia.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan Pasal 31 ayat 4 dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Terutama pasal yang tertulis, tata cara penyadapan yang diatur oleh pemerintah. MK mengabulkan permohonanan Wahyu Wagiman yang meminta agar pasal ini dihapus menanggapi rencana pembuatan RPP Penyadapan.
Ketua Majelis Hakim Konstitusi saat perkara ini ditangani MK, Mahfud MD mengatakan, pembatasan mengenai penyadapan harus diatur dengan UU untuk menghindari penyalahgunaan wewenang yang melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
MK memandang perlu untuk mengingatkan penyadapan dan perekaman pembicaraan merupakan pembatasan terhadap HAM. Menurut Mahfud, pembatasan seperti ini hanya dapat dilakukan dengan UU sebagaimana diatur Pasal 28 J ayat 2 UUD 1945.