c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

NASIONAL

13 Mei 2025

14:22 WIB

DPR-Kemendagri Sepakati Perlunya Badan Regulator BUMD

Badan baru yang khusus mengurus BUMD di Indonesia,  akan berada di bawah struktur Kemendagri dengan jabatan setara eselon I. 

Editor: Rikando Somba

<p>DPR-Kemendagri Sepakati Perlunya Badan Regulator BUMD</p>
<p>DPR-Kemendagri Sepakati Perlunya Badan Regulator BUMD</p>

Ilustrasi kegiatan BUMD di Jawa Barat. Petugas membawa tempat sampah beroda berisi limbah medis yang dikelola BUMD PT Jasa Sarana menangani limbah B3.ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar

JAKARTA- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memastikan, kini bersama dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tengah menggodok rencana pembentukan Badan Regulator Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang dapat menambah kontribusi pendapatan asli daerah (PAD). 

Badan baru yang khusus mengurus BUMD di Indonesia akan berada di bawah struktur Kemendagri dengan jabatan setara eselon I dengan fokus untuk membereskan tata kelola BUMD di Indonesia.

"Saat ini Komisi II DPR RI dan Pemerintah sedang menyiapkan kajian berupa naskah akademik tentang keberadaan Badan Regulator BUMD. Output-nya bisa saja perubahan PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD dan pembentukan permendagri sebagai dasar tata kelola BUMD," kata Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin di Jakarta, Selasa (13/5).

Ia mengatakan, salah satu dasar perlunya badan ini adalah disparitas antar BUMD, ada yang sangat menguntungkan daerah, tapi ada juga yang terus membenani. 

Menurut data BPS pada tahun 2023, terdapat 1.073 BUMD dengan total aset sekitar Rp1.459 triliun, total penyertaan modal daerah (PMD) sebesar Rp230 triliun atau hanya di kisaran 3—5% kontribusi terhadap PAD.

"Disparitasnya cukup tinggi," kata Khozin.

Wakil rakyat ini menyebutkan pemicu BUMD merugi cukup beragam, di antaranya soal tumpang tindih regulasi, persoalan aturan hukum yang berlaku, BUMD tidak operasional, akuntabilitas minim, serta intervensi politik.

"Bisa dibayangkan, ada sekitar 100 BUMD yang tidak beroperasi atau merugi, tetapi tidak ada mekanisme secara formal tentang bagaimana membubarkan BUMD," ujarnya.


Secara teoritis akademik, kata dia, harus diterapkan prinsip good corporate governance (GCG) yang menekankan prinsip transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan fairness

Dia menguraikan, saat ini Komisi II DPR RI dan Kemendagri tengah membahas naskah akademik mengenai Badan Regulator BUMD dengan kajian filosofis, yuridis, dan sosiologis sebagai dasar penataan BUMD di daerah. Komisi II juga mengundang sejumlah kepala daerah untuk menyampaikan kinerja BUMD sekaligus menggelar kunjungan spesifik di sejumlah daerah untuk mengetahui secara riil kinerja BUMD di daerah-daerah.

Dikutip dari Antara,   saat ini Kementerian Dalam Negeri berkoordinasi dengan KemenPAN RB terkait dengan penyiapan struktur, organisasi, dan tata kelola (SOTK) baru.

Indikator Majunya Daerah
Di kesempatan berbeda, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menegaskan pertumbuhan ekonomi merupakan indikator utama dalam menilai apakah suatu daerah mengalami kemajuan atau justru kemunduran.

"Kalau pertumbuhan ekonominya maju berarti negara itu akan maju atau daerah itu akan maju," kata Tito saat memimpin Rapat Koordinasi Percepatan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2025 yang berlangsung secara virtual dari Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Kamis.

Baca juga: Karawang Akan Suplai Beras Untuk Jakarta

                   Bank DKI Update Progres Perbaikan Sistem Layanan Transfer Antarbank 

Diuraikan Tito, pertumbuhan ekonomi yang positif namun masih rendah menunjukkan kemajuan yang berjalan lambat, sedangkan pertumbuhan yang negatif mencerminkan adanya tantangan serius dalam pembangunan. Dikemukakannya,   ada provinsi yang mencatatkan pendapatan tertinggi secara nasional, tetapi mengalami pertumbuhan ekonomi negatif akibat rendahnya penyerapan belanja daerah.

"Artinya uangnya disimpan di bank, enggak beredar di masyarakat. Akibatnya ini (pertumbuhan ekonomi yang negatif)," ujarnya.

Rendahnya serapan belanja daerah kerap kali disebabkan oleh lemahnya koordinasi antar organisasi perangkat daerah (OPD). Karenanya,  Mendagri minta kepala daerah segera mengonsolidasikan seluruh OPD agar menyusun skenario percepatan belanja, terutama jika realisasi pendapatan daerah sudah tinggi.

Ia juga menekankan pentingnya evaluasi internal untuk mempercepat peningkatan pendapatan, baik dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), transfer dari pemerintah pusat, maupun sumber lainnya seperti Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

Tito kembali menegaskan pentingnya percepatan belanja yang menyasar kelompok masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Program bantuan sosial, baik dalam bentuk tunai maupun non-tunai, harus segera disalurkan agar daya beli masyarakat meningkat.

"Supaya daya beli masyarakat yang kurang mampu meningkat. Mereka enggak tertekan. Dan itu akan meningkatkan angka konsumsi rumah tangga yang kontribusinya lebih dari 50%  angka pertumbuhan ekonomi, baik pusat maupun daerah," katanya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar