04 April 2025
14:54 WIB
Dewan Pers Saran Kaji Ulang Perpol 3 Tahun 2025
Perpol 3 Tahun 2025 mengatur kerja jurnalis asing tanpa mengacu UU Pers, UU Penyiaran dan meminta masukan insan pers.
Editor: Leo Wisnu Susapto
Ilustrasi pers. Shutterstock/stockphoto mania.
JAKARTA - Dewan Pers merekomendasikan peninjauan kembali Peraturan Polri (Perpol) Nomor 3 Tahun 2025 tentang Pengawasan Fungsional Kepolisian Terhadap Orang Asing. Usulan tersebut diajukan karena, walau dengan tujuan pelayanan dan perlindungan, namun ketentuan ini dapat dimaknai pula sebagai kontrol dan pengawasan terhadap kerja-kerja jurnalis.
“Dewan Pers berpandangan Perpol 3 Tahun 2025 secara substantif potensial melanggar prinsip-prinsip pers yang demokratis, profesional, independen, menjunjung tinggi moralitas dan mengedepankan asas praduga tidak bersalah,” papar Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu dikutip dari Antara di Jakarta, Jumat.
Padahal, lanjut Ninik, prinsip pers dijalankan sebagai wujud upaya memajukan, memenuhi dan menegakkan kemerdekaan pers
Dewan Pers juga menyesalkan penerbitan Perpol yang tidak partisipatif dengan tidak melibatkan Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), organisasi jurnalis dan perusahaan pers. Apalagi, dalam peraturan itu diatur kerja-kerja jurnalistik yang diyakini dapat berkontribusi dalam penyusunan yang sesuai dengan pengalaman pers dan ketentuan perundang-undangan.
Baca: Dewan Pers Lansir Pedoman Pemanfaatan AI Untuk Jurnalistik
Ninik menyebut Perpol 3 Tahun 2025 bertentangan dengan pengaturan yang lebih tinggi yaitu pada bagian pertimbangan tidak mengacu pada UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
Padahal dalam Perpol ini antara lain mengatur kerja jurnalistik pers, yang meliputi 6M, yakni mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyiarkan berita yang telah diatur secara gamblang dalam UU Pers. Lalu, dalam fungsi pengawasan menjadi kewenangan Dewan Pers, termasuk bagi jurnalis asing.
Hal lain sebagaimana diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran juncto Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2005 tentang Pedoman Kegiatan Peliputan Lembaga Penyiaran Asing juncto Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika RI Nomor 42/PER/M.KOMINFO/10/2009 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Bagi Lembaga Penyiaran Asing Yang Melakukan Kegiatan Peliputan di Indonesian Perizinan Kegiatan Kerja-Kerja Pers dan Jurnalis Asing, merupakan Kewenangan Menteri Komunikasi dan Informatika yang kini menjadi Kemenkomdigi.
Dalam keterangan tersebut, Perpol 3 Tahun 2025 dinilai membingungkan dengan penggunaan pertimbangan merujuk pada UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO2 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi UU (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856).
Pada Pasal 15 ayat 2 dinyatakan, Kepolisian berwenang melakukan pengawasan fungsional terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait. Namun, tidak merujuk pada perubahan UU Nomor 63 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang diundangkan pada 17 Oktober 2024. Pada beleid itu mengatur pemberian izin masuk WNA, termasuk jurnalis ke Indonesia.
"Perpol 3 Tahun 2025 akan menimbulkan tumpang tindih kewenangan antar lembaga, memperpanjang jalur birokrasi untuk beraktivitas di Indonesia dan potensi menjadi komoditas oleh oknum aparat penegak hukum," ulas Ninik.