29 Juli 2025
15:18 WIB
BRIN Usulkan Skema Baru Anggaran Riset
Anggaran riset di Indonesia mayoritas mengandalkan APBN dan minim partisipasi swasta.
Editor: Leo Wisnu Susapto
Periset BRIN sedang melakukan penelitian di Kawasan Sains dan Teknologi Soekarno, Cibinong, Kabupate n Bogor, Jawa Barat, Rabu (5/7/2023). Antara/Sugiharto Purnama.
JAKARTA - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mendorong penerapan skema Object Naming Rights (ON-Rights) untuk alternatif anggaran riset.
Direktur Perumusan Kebijakan Riset, Teknologi dan Inovasi (PKRTI) Deputi Bidang Kebijakan Riset dan Inovasi (DKRI) BRIN, Prakoso Bhairawa Putera melalui keterangan di Jakarta, Selasa (29/7) memaparkan, skema ini membuka kanal partisipasi dari publik dan sektor swasta untuk biaya kegiatan riset di Indonesia.
"ON-Rights merupakan bentuk inovatif pendanaan berbasis kontribusi publik dengan imbal balik berupa hak penamaan atas objek riset atau infrastruktur ilmiah. Skema ini telah sukses diterapkan di berbagai negara dan kini saatnya Indonesia juga mengadopsi pendekatan yang lebih inklusif dan partisipatif ini," lanjut Prakoso dikutip dari Antara.
Prakoso melanjutkan, selama ini pendanaan riset di Indonesia masih bergantung pada APBN. Berdasarkan data tahun 2023, sekitar 78% dana riset berasal dari sektor pemerintah, sementara kontribusi sektor industri dan masyarakat umum masih minim.
Baca juga: Mendikti Sebut Riset di Indonesia Putus Hubungan Dengan Indistri
Ia menilai ketergantungan ini menyebabkan ekosistem riset nasional kurang fleksibel dan tidak adaptif terhadap dinamika kebutuhan riset strategis.
Dengan skema ON-Rights, kata Prakoso, memungkinkan individu, komunitas, maupun sponsor komersial, memberikan dukungan finansial terhadap kegiatan riset dengan kompensasi penamaan, misalnya terhadap spesies baru, laboratorium, kapal riset, atau program ilmiah.
Skema ini, lanjutnya, merupakan inovasi yang lahir dari proyek perubahan pada Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II Angkatan II Tahun 2025 yang diselenggarakan oleh Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia (LAN RI).
"Kontribusi semacam ini tidak hanya bersifat simbolik, tetapi juga terdokumentasi secara resmi dalam publikasi ilmiah dan pengakuan komunitas akademik," lanjut dia.
Di tingkat global, papar Prakoso, skema serupa telah berhasil diterapkan. Misalnya, program "Name a New Species oleh Scripps Institution of Oceanography" di Amerika Serikat berhasil menghimpun dana dari publik untuk mendukung penelitian biodiversitas laut.
Di sektor pendidikan tinggi, universitas-universitas ternama seperti Harvard dan MIT juga memanfaatkan hak penamaan untuk mendanai infrastruktur riset. Namun Indonesia belum menyediakan regulasi yang secara khusus mengatur tata kelola ON-Rights di bidang riset dan inovasi.
"Inilah yang menjadi fokus kami saat ini, yakni menyusun regulasi khusus sebagai dasar hukum yang sah dan akuntabel untuk implementasi ON-Rights di BRIN," urai Prakoso.
Menurut Prakoso, pembentukan regulasi khusus jauh lebih strategis dibanding opsi mempertahankan status quo atau menyisipkan ON-Rights ke regulasi eksisting.
Melalui langkah ini, kata dia, diharapkan riset dan inovasi di Tanah Air tidak lagi bersandar pada APBN, melainkan melalui ekosistem riset yang responsif, terbuka, dan inovatif, serta mampu menyerap partisipasi masyarakat secara bermakna.
"BRIN percaya bahwa masyarakat punya peran penting dalam mendukung sains. ON-Rights akan menjadi jembatan baru antara dunia riset dan publik, yang saling memperkuat dalam membangun masa depan berbasis ilmu pengetahuan," jelas Prakoso.