07 April 2025
13:24 WIB
BMKG Ingatkan Antisipasi Risiko Karhutla
Risiko karhutla pada puncak musim kemarau yang BMKG perkirakan pada periode Juni-Agustus 2025.
Penulis: Aldiansyah Nurrahman
Editor: Leo Wisnu Susapto
Ilustrasi upaya pemadaman karhutla. Antara Foto/Nova Wahyudi.
JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan risiko kebakaran hutan dan lahan (karhutla) saat musim kemarau 2025, terlebih di daerah yang mengalami musim kemarau lebih awal.
Merujuk pada prediksi musim kemarau 2025 dalam buku yang diterbitkan BMKG, Prediksi Musim Kemarau Indonesia 2025, sekitar 80,4% wilayah Indonesia diprediksi akan mengalami puncak musim kemarau antara Juni hingga Agustus 2025. Yakni, dengan 35% wilayah mengalami awal musim kemarau yang lebih dini dibandingkan normalnya.
“Kalimantan bagian tengah hingga selatan, sebagian besar Sumatra, serta sebagian besar Sulawesi diprediksi mengalami puncak musim kemarau lebih awal, yang berpotensi meningkatkan risiko karhutla,” terang BMKG, dikutip Senin (7/4).
Berdasarkan analisis profil bulanan hotspot selama 10 tahun terakhir (2015–2024), tren peningkatan jumlah hotspot secara konsisten mulai terlihat pada Juni dan mencapai puncaknya antara Agustus hingga September.
Pola ini menunjukkan hubungan yang kuat antara musim kemarau dan peningkatan signifikan jumlah hotspot, terutama di wilayah rawan seperti Kalimantan, Sumatra, sebagian Bali dan Nusa Tenggara, serta Papua bagian selatan.
BMKG menambahkan, akibat karhutla akan turut berdampak terhadap kualitas udara. Wilayah dengan kondisi kemarau bawah normal atau lebih kering diperkirakan meliputi sebagian Sumatra, Kalimantan Barat bagian selatan, sebagian kecil Sulawesi, Maluku, dan Papua bagian selatan.
Baca: Desk Karhutla Dibentuk Dengan Target Nol Kebakaran Hutan
Pada wilayah wilayah tersebut, menurut BMKG, potensi memburuknya kualitas udara akibat asap karhutla perlu diantisipasi serius.
“Kota-kota besar seperti Palangka Raya, Pontianak, Pekanbaru, Jambi, dan wilayah-wilayah pesisir timur Sumatera berpotensi mengalami dampak signifikan dari asap lintas batas yang dipicu oleh karhutla, khususnya pada periode Juni-Agustus 2025,” jelas BMKG.
Pada periode Juli-September 2025 yang diperkirakan sebagai periode kritis karhutla, BMKG menyarankan untuk mengoptimalkan pemanfaatan teknologi pemantauan titik panas secara rutin. Serta, penyebarluasan informasi hotspot secara real-time kepada masyarakat dan pemangku kebijakan.
Sementara, terkait dengan masalah kualitas udara, BMKG meminta untuk menyiapkan tempat perlindungan atau ruangan aman dengan kualitas udara yang baik, terutama untuk kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, dan penderita gangguan pernapasan.