c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

NASIONAL

27 Oktober 2025

10:33 WIB

Banyak Guru Pakai AI Tapi Tak Waspada Misinformasi

Guru pakai AI hanya sekadar pemberi jawaban tapi belum dijadikan alat untuk mendesain pembelajaran kontekstual. 

<p>Banyak Guru Pakai AI Tapi Tak Waspada Misinformasi</p>
<p>Banyak Guru Pakai AI Tapi Tak Waspada Misinformasi</p>

Ilustrasi AI atau Artificial Intelligence. Shutterstock/Iurii Motov.

JAKARTA – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkap, banyak guru Indonesia sudah akrab menggunakan AI (Artificial Intelligence). Meski, mereka belum cukup waspada terhadap risiko informasi menyesatkan (misinformation).

AI, menurut penelitian BRIN, digunakan sebagai "pemberi jawaban" semata. Tapi, belum sepenuhnya menjadi alat untuk mendesain pembelajaran yang personal dan kontekstual.

“Aspek paling mengkhawatirkan dari penelitian ini adalah rendahnya kesadaran guru akan risiko misinformation atau informasi yang tidak akurat dari AI. Guru-guru cenderung kurang kritis dan mudah percaya pada informasi yang diberikan AI,” urai Peneliti Pusat Riset Pendidikan BRIN, Suarman Halawa, dikutip dari laman BRIN, Rabu (22/10).

Demikian hasil riset BRIN yang dikutip dari laman lembaga itu pada, sekitar 992 guru di seluruh Indonesia.

“Temuan ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi guru meningkatkan literasi pada perkembangan teknologi informasi,” lanjut Suarman.

Penelitian BRIN ini menemukan, guru-guru Indonesia menunjukkan pemahaman yang cukup baik dalam memanfaatkan AI untuk menunjang pembelajaran. Namun, kemampuan guru dalam memodifikasi dan menyesuaikan konten yang dihasilkan AI masih sangat terbatas.

Suarman memaparkan, secara umum guru-guru Indonesia menunjukkan pemahaman yang cukup baik dalam memanfaatkan AI untuk menunjang pembelajaran. "Mereka aktif menggunakan AI untuk mencari metode mengajar yang inovatif dan menyusun materi ajar dengan cepat. Nilai pengetahuannya tergolong tinggi," jelas dia.

Baca juga: AI Dapat Bantu Proses Pembelajaran  

Namun, dibalik kemahiran itu, tersembunyi kelemahan mendasar. Kemampuan guru dalam memodifikasi dan menyesuaikan konten yang dihasilkan AI agar cocok dengan tingkat kemampuan dan kebutuhan spesifik siswa di kelas mereka masih sangat terbatas. 

Penelitian ini juga mengungkap minimnya dukungan institusional dari sekolah. Banyak guru mengaku hanya belajar AI secara otodidak karena belum ada aturan atau panduan resmi tentang AI, ungkap Suarman.

“Hal ini berpotensi menimbulkan masalah serius, di mana kesalahan informasi bisa dengan mudah ditransfer kepada siswa tanpa proses verifikasi yang memadai. Minimnya pelatihan formal dan ketiadaan panduan operasional juga menjadi penyebab utama rendahnya kesiapan sekolah dalam mendampingi guru saat memanfaatkan AI secara sehat dan bertanggung jawab,” terang dia.

Suarman menambahkan, penelitian ini juga mengungkap perbedaan generasi. Guru-guru yang lebih muda usianya, cenderung memiliki kesadaran akan risiko AI yang lebih tinggi dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang lebih senior. Sehingga perlu strategi pelatihan yang inklusif dan mempertimbangkan kesenjangan digital antar generasi.

“Berdasarkan hasil penelitian ini, BRIN merekomendasikan beberapa langkah strategis, seperti pelatihan guru yang komprehensif, panduan dan kebijakan yang jelas. Kemudian, kolaborasi lintas generasi untuk memitigasi risiko dan memaksimalkan manfaat AI dalam pendidikan,” tutup dia. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar