01 September 2025
11:24 WIB
Anggota DPR Nonaktif Tak Dipecat
Peneliti DPR menilai istilah nonaktif tak membuat hak anggota DPR hilang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada.
Penulis: Gisesya Ranggawari
Editor: Leo Wisnu Susapto
Sejumlah anggota DPR, DPD, dan MPR menunggu upacara pelantikan di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/10/2024). Sumber: AntaraFoto/Dhemas Reviyanto.
JAKARTA - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus menyatakan, sejumlah anggota DPR yang dinonaktifkan tetap berstatus sebagai anggota dewan. Oleh karena itu, fasilitas yang diberikan negara masih diterima oleh Anggota DPR nonaktif.
"Nonaktif itu sama dengan masih anggota, tetapi tidak aktif. Semua hak sebagai anggota tetap diterima," kata Lucius kepada Validnews, Senin (1/9) di Jakarta.
Menurut Lucius, keputusan partai politik menggunakan istilah 'menonaktifkan' bukan kata yang dipakai dalam UU Nomor 13 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, untuk menyebutkan alasan yang bisa digunakan DPR untuk memroses penggantian antar waktu anggota DPR (PAW).
Ia menjelaskan, hanya ada tiga alasan pemberhentian antar waktu (PAW) anggota DPR menurut UU MD3, yaitu meninggal dunia, mengundurkan diri, dan diberhentikan.
"Karena itu sulit memaknai maksud putusan penonaktifan anggota DPR dari tiga fraksi itu. Tak bisa dibaca sebagai sanksi partai terhadap kader atas kesalahan yang dilakukannya," cetus Lucius.
Baca juga: AHY Minta Kader Demokrat Jaga Lisan
Lima Anggota DPR telah dinonaktifkan oleh partai politiknya masing-masing. Di antaranya Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Partai NasDem, Eko Patrio dan Uya Kuya dari PAN serta Adies Kadir dari Partai Golkar.
Kelima Anggota DPR nonaktif tersebut dianggap telah mencederai perasaan rakyat, berkaitan dengan kenaikan tunjangan anggota dewan. Imbasnya, rumah-rumah anggota DPR tersebut didatangi massa dan dijarah.
Namun, tidak dipecat dan masih akan mendapatkan hak-haknya sebagai anggota dewan. Hak-hak tersebut termuat dalam Pasal 19 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib. Dalam pasal 19 peraturan tersebut, anggota DPR yang diberhentikan sementara masih dijamin hak keuangannya.
"Anggota yang diberhentikan sementara tetap mendapatkan hak keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," demikian bunyi pasal 19 ayat 4 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020.
Selain gaji pokok, anggota DPR non-aktif tetap mendapatkan tunjangan sesuai ketentuan yang berlaku. Berdasarkan Surat Edaran Setjen DPR No.KU.00/9414/DPR RI/XII/2010, tunjangan yang diberikan antara lain, tunjangan istri/suami, tunjangan anak, tunjangan jabatan, tunjangan kehormatan, tunjangan komunikasi, hingga tunjangan beras.
Selain itu, berdasarkan Surat Sekjen DPR Nomor B/733/RT.01/09/2024, anggota DPR periode 2024-2029 mendapatkan tunjangan rumah. Pasalnya, anggota DPR periode ini tidak lagi mendapatkan fasilitas rumah jabatan.
Anggota DPR nonaktif juga tetap bakal menerima pensiun ketika nantinya diganti atau setelah periode selesai. Hal itu tercantum dalam UU Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara.
Khusus uang pensiun untuk anggota DPR dirinci dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-520/MK.02/2016 dan Surat Edaran Sekretariat Jenderal DPR Nomor KU.00/9414/DPR RI/XII/2010. Para wakil rakyat itu berhak mengantongi uang pensiun sebanyak 60% dari gaji pokok.
Besaran uang pensiun anggota DPR yang merangkap ketua
Rp3,02 juta (60% dari gaji Rp5,04 juta per bulan). Lalu, anggota DPR yang merangkap wakil ketua sebesar Rp2,77 juta (60% dari gaji pokok Rp4,62 juta per bulan).
Kemudian, anggota DPR Rp2,52 juta (60% dari gaji pokok Rp4,20 juta per bulan).