c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

06 Maret 2018

22:28 WIB

Nostalgia Dominasi Otomotif Eropa-Amerika di Indonesia

General Motor membangun pabrik perakitan otomotif pertama di kawasan Tanjung Priok pada tahun 1920

Nostalgia Dominasi Otomotif Eropa-Amerika di Indonesia
Nostalgia Dominasi Otomotif Eropa-Amerika di Indonesia
Ilustrasi pabrik mobil Mercedes-Benz, Jerman. mercedes-benz.com

JAKARTA – Cikal bakal kendaraan roda empat modern yang saat ini kita kenal berawal pada tahun 1885. Kala itu seorang berkebangsaan Jerman bernama Karl Benz (1844—1929) menciptakan mobil beroda tiga yang menggunakan mesin pembakaran dalam (internal combustion engine).

Mobil ini menggunakan penggerak mesin empat langkah, satu silinder dan menggunakan bahan bakar bensin, ketika itu dikenal dengan nama ligroin. Karl Benz diakui sebagai pencipta mobil modern lantaran karyanya dikatakan sebagai mobil yang didesain itu tak sekadar kereta kuda yang dipasangi mesin penggerak.

Siapa sangka, delapan tahun setelahnya, tepatnya pada tahun 1894, mobil bernama Benz Victoria Phaeton dari daratan Eropa ini sudah dimiliki oleh Soesoehanan Kasunanan Surakarta, Pakubuwono X.

Ia menjadi orang pertama di Tanah Air yang memiliki mobil ketika penjajah Belanda belum lagi memilikinya. Belanda malah baru menerima mobil pertamanya di Den Haag, tahun 1896.  

Sejak abad ke-19, ketika masih dikenal sebagai Hindia Belanda, Indonesia memang tercatat menjadi ladang menjanjikan bagi para pengusaha kendaraan roda empat, bahkan roda dua.

Tapi pengiriman mobil impor itu memang bukan ditujukan untuk masyarakat biasa. Pihak yang mampu membeli mobil saat itu hanyalah kalangan keluarga raja, sebab Pakubuwono saja memesan mobil tersebut dari Eropa dengan harga 10.000 gulden.

James Lahulima dalam buku Sejarah Mobil dan Kisah Kehadiran Mobil di Negeri Ini (2012) menerangkan dalam sektor perdagangan dunia otomotif, Indonesia pertama kali, dikenalkan kendaraan jenis mobil oleh importir dari satu perusahaan bernama Prottle & Co.

Saat itu, tahun 1894, Prottle & Co berhasil mengirim mobil bermerek Benz Victoria dari Jerman ke Semarang, Jawa Tengah, tepatnya untuk Pakubuwono X. Letak dealer importir mobil Jerman ini pada saat itu berada di Passer Besar, Surabaya.

Selain mobil, Prottle & Co juga menjual berbagai macam barang mahal, seperti piano, mobil-mobilan buat anak-anak, kereta kuda, dan lainnya.

Tiga tahun kemudian, masih dari importir sama, mobil bermerek Benz kembali mendarat di Pulau Jawa. Namun pemiliknya kali ini berasal dari seorang pengusaha. Mobil itu dikirim untuk seorang keturunan Jerman yang jadi salah satu pemilik perusahaan importir mobil itu, AH Prottle.

Meski sama-sama buatan Benz, mobil milik Prottle bukan jenis Benz Victoria seperti mobil Soesoehanan Pakoe Boewono X. Benz milik Prottle adalah Benz Velo Tipe Comfortable, dan merupakan model Benz pertama menggunakan jari-jari besi (mirip jari-jari sepeda motor saat ini), dan ban berisi udara.

Mobil Eropa
Lalu, tahun 1898, mobil buatan Prancis mulai masuk ke Jawa. Mobil bermerek Peugeot itu dibeli oleh Kepala Pabrik Gula Kedawoe, Kediri yaitu AE Rouffaer. Selang satu tahun berikutnya, merek Peugeot kembali dilirik dan tiba di Hindia Belanda, tepatnya di Tjepoe, tahun 1899. Adalah Ir Jan A Stoop, seorang warga Surabaya yang memiliki Peugeot.

Geliat mobil-mobil asal Eropa makin menjadi di tanah air. Tercatat mobil ketiga Benz kembali diimpor ke Indonesia, pada tahun 1902 ke Pulau Sumatra. Empunya Benz pada tahun tersebut adalah seorang profesor bernama Schuffner. Di Pulau Bali, Asisten Residen JC Van der Meulen membeli mobil merek Waltham yang diimpor oleh HW Jonkhoff. Mobil Waltham masuk melalui Pelabuhan Benoa tahun 1913.

Rentetan pembelian mobil oleh sejumlah warga negara Hindia Belanda dan para jawatan Belanda itu menandai masuknya berbagai merek mobil ke Hindia Belanda.

Ruas-ruas jalan awal di abad-20, mulai didominasi kendaraan roda empat asal Eropa. Walaupun, jenis mobil itu masih dari jenis yang digerakkan mesin uap, maupun digerakkan motor listrik yang digerakkan baterai.

Merek-merek mobil menggunakan mesin pembakaran dalam adalah Albion, Barliet, British Daimler, Vuick, Cadillac, Charron, Chevrolet, Darracq, Delaunay Bellevelle, Fiat, Ford, Mercedes, Minervette, Oldmobile, Orient, Oryx, Panhard Levassor, Renault, Reo, dan Spyker.

Sedangkan mobil menggunakan mesin uap antara lain Serpollet, Locomobile, dan White Steam Car. Mobil bertenaga motor listrik pada saat itu juga sudah digunakan De Dion Bouton, dan merek itu belakangan membuat mobil dengan mesin pembakaran dalam.

Uniknya, masih di awal abad ke-19, perjalanan bersama atau sekarang dikenal dengan istilah touring klub juga sudah dilakukan. Sebab, telah ditemukan sebuah foto diambil pada 24 Februari 1907, yang tak lain merupakan foto para anggota Soerabajasche Motor Club berpose dalam perjalanan pertama mereka menuju ke pemandian Blauwwater (Banyubiru), Pasuruan.

Sebanyak enam belas buah mobil dari berbagai merek terpampang dalam foto tersebut. Enam buah mobil merek Rio, Darracq dua mobil, Cadillac, Fiat, Spyker juga dua mobil, Peugeut, Albion, Minervette, dan Mauser.

Kemunculan Industri Otomotif
Di masa itu Indonesia seperti keranjingan teknologi baru. Dari buku Melihat Indonesia dari Sepeda (2010), sejak tahun 1912 di Hindia sudah ada 1.194 mobil. Kondisi ini berkembang cepat pada tahun 1939, malah sudah ada 51.615 mobil pribadi, 9.242 bis, dan 12.860 truk.

Keadaan ini memunculkan para pengusaha otomotif baru. Agus Sachari dalam buku Budaya Visual Indonesia: Membaca Makna Perkembangan Gaya Visual Karya Desain di Indonesia abad ke-20 menerangkan, pada tahun 1919, bengkel dan perakitan mobil Mercedes Benz merangkap sebagai penjual adalah Fuchs dan Rens, yang didirikan di jalan Braga-Bandung.

Di bawah manajer Hilkers (1928) perusahaan otomotif tersebut juga merakit mobil merek Packard, Chrysler, De Soto, Plymouth, Renault, dan Fargo.

Pabrik perakitan otomotif Indonesia juga telah dibangun General Motor di kawasan Tanjung Priok, tahun 1920. Hanya saja, GM hanya menyediakan perakitan merek Amerika Serikat (AS) Chevrolet dengan menggabungkan sub-assembly menjadi mobil utuh.

Semasa sepuluh tahun pertama produksinya, Agus menuliskan General Motor berhasil merakit 47 ribu kendaraan, yang sebagian besar bermerek Chevrolet dan berwujud truk.

Perusahaan kedua perakitan kendaraan bermotor yang cukup besar dibangun pada tahun 1950. Perusahaan ini bernama Indonesia Service Company (ISC), yang sepenuhnya milik pemerintah.

ISC didirikan atas dasar kebijakan ekonomi luar negeri yang moderat untuk menarik investor baru oleh Herling Laoh (Menteri Perhubungan RI), pada tahun 1951 bersama Mawira (Tan Goan Po), seorang politisi Partai Sosialis Indonesia (PSI). Ford dan Dodge menjadi mobil rakitan PT ISC sekaligus sebagai importir.

Pada tahun 1950-an, Hasjim Ning, Marifoel, dan R Moerdono yang pernah bekerja di NV Velodrome membuka perusahaan penjual mobil sendiri.

Dekat Penguasa
Pada masa pemerintahan Soekarno, kebanyakan agen impor otomotif dikelola oleh kalangan yang paling dekat dengan sumbu kekuasaan. Agus menerangkan, waktu itu Suwarma mendapat keagenan Mitsubishi dan Mercedes pada tahun 1960 serta Yasrin memperoleh keagenan Toyota.

Meski waktu itu sudah terdapat General Motor, namun peraturan pemerintah terkait industri mobil baru dibuat tahun 1969 melalui suatu kebijakan. Sejak saat itu, pemerintah mengharuskan perusahaan pembuat mobil dari luar negeri bilamana ingin memasarkan produk di Indonesia dengan mendirikan agen tunggal pemegang merek (ATPM).

Peraturan itu langsung direspons oleh perusahaan pembuat mobil yang memasarkan produk di Indonesia. Bahkan, masih di dalam tahun yang sama, Willem Suryadjaja langsung mendirikan PT Udatimex perusahaan pemasar Holden asal Australia, dan PT Astra Internasional.

Menjamah dunia bisnis otomotif, Astra mengawali bisnis dengan menyuntikkan dana di pabrik eks General Motors (GM) yang telah diakuisisi pemerintah sehingga berubah nama Gaja Motor (Gaya Motor). Tentunya, rakitan pertama Astra masih dari merek Chevrolet yang merupakan merek dipegang GM ketika masih aktif.

Mewakili mobil asal Eropa, Benz, pada tahun 1970 akhirnya menjadi nama merek Mercedes Benz. Merek mobil asal Jerman dalam medio abad ke-19 ini akhirnya dikuasai PT Star Motor sebagai importir. Perubahan juga terjadi oleh importir Chevrolet, masih di tahun 1970, importir asal AS ini jatuh di tangan PT Garmak Motor. (Berbagai sumber, Denisa Tristianty)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar