24 Juli 2025
09:04 WIB
Studi: Anak Keluarga Perokok Rentan Alami Stunting
Riset PKJS UI pada 2018 menemukan kalau perilaku merokok orang tua juga berpengaruh terhadap inteligensia anak, bahkan juga mempengaruhi tinggi badan anak.
Editor: Andesta Herli Wijaya
Paparan yang disampaikan oleh Ketua Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI) Aryana Satrya dalam acara workshop media bertajuk "Advokasi Tobacco Tax dan Tobacco Control" di Jakarta, Rabu (23/7/2025). ANTARA/Anita Permata Dewi.
JAKARTA - Ketua Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI) Aryana Satrya mengingatkan lagi bahwasanya kebiasaan merokok berkorelasi dengan masalah kesehatan keluarga. Salah satu di antaranya yaitu rokok bisa berdampak pada terjadinya stunting pada anak.
Korelasi rokok dan stunting bersifat langsung dan tidak langsung. Menurut Aryana, kebiasaan merokok pada orang tua seringkali berkorelasi dengan permasalahan ekonomi. Ketika situasi ekonomi keluarga sulit, orang tua atau keluarga perokok mungkin tak bisa berkomitmen pada kesehatan anak lebih dari kebutuhan akan rokok pada orang dewasa.
"Biasanya orang yang merokok apalagi dia miskin ataupun pas-pasan, maka pengeluarannya lebih dipakai untuk rokok dibanding untuk membeli makanan yang bergizi sehingga anaknya menjadi stunting," kata Aryana dalam acara workshop media bertajuk "Advokasi Tobacco Tax dan Tobacco Control", di Jakarta, Rabu (23/7).
Sementara, dampak secara langsung, yakni jika asap rokok terhirup oleh ibu hamil. Ketika zat karsinogenik asap rokok masuk ke sirkulasi darah janin dan mengganggu pusat otak janin, maka dampaknya pertumbuhan janin terganggu dan mengakibatkan stunting.
"Melalui asap rokok, zat-zat karsinogenik asap rokok terhirup oleh ibu yang perokok pasif, ibu yang mengandung. Kemudian, masuk ke sirkulasi darah janin dan mengganggu pusat otak janin tersebut," kata dia.
Berdasarkan riset PKJS UI pada 2018, ditemukan bahwa perilaku merokok orang tua juga berpengaruh terhadap inteligensia anak. Selain itu, tinggi badan anak dari keluarga perokok lebih pendek 0,34 cm dibanding anak dari keluarga tidak merokok.
"Kemudian, ada pengukuran inteligensia, ternyata juga keluarga perokok ini anak-anaknya lebih cenderung stunting, kesehatannya lebih terganggu, IQ-nya lebih rendah," kata Aryana.
Baca juga: Orang Tidak Merokok Idap Kanker Paru-paru, Pakar Ungkap Penyebabnya
Terkait itu, Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau dan Penyakit Paru Direktorat Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, Benget Saragih menekankan pentingnya kesadaran orang tua. Demi mencegah perokok anak dan memutus rantai perokok dalam keluarga, peran orang tua sangat penting sebagai teladan yang baik bagi anak.
"Kalau orang tuanya enggak merokok, 89 persen anak enggak merokok. Sisanya, masih ada sekitar 11 persen anak bisa merokok karena pengaruh teman. Jadi, kalau orang tuanya bilang merokok itu berbahaya, tapi orang tuanya merokok, anak pasti tidak mendengar. Anak akan jawab bapak saja merokok," kata Benget Saragih.
"Memang ini yang kita harus kendalikan, sehingga nanti cita-cita untuk mencapai generasi emas itu tercapai tahun 2045. Karena mereka-mereka ini akan menjadi generasi penerus negara kita ini," lanjutnya.
Menurutnya lagi, diperlukan kolaborasi lintas sektoral dalam upaya pengendalian tembakau di Indonesia. Sebab, pengendalian tembakau tidak bisa dikerjakan hanya oleh pemerintah atau Kementerian Kesehatan.