10 Juni 2025
08:58 WIB
Selain Papeda, Ini Makanan Khas Raja Ampat
Salah satu makanan khas yang unik dari Raja Ampat adalah habo kon atau dikenal dengan nama sagu bia kodok, hidangan sederhana yang diolah dengan cara tradisional yang penuh rasa dan cerita.
Penulis: Annisa Nur Jannah
Editor: Andesta Herli Wijaya
Foto wisatawan di Raja Ampat. Antarafoto/16012020.
JAKARTA - Bentang laut Raja Ampat yang biru dan terlihat tenang, akan mengajak siapa pun yang melihatnya untuk larut dalam keindahan alam yang luar biasa. Namun di balik deretan pulau-pulau karst yang menjulang dan tersebar seperti zamrud di tengah Samudra Pasifik, ada kekayaan lain yang tak kalah memikat, yakni aneka makanan penuh cita rasa.
Ketika orang membicarakan makanan khas Papua, satu nama biasanya langsung disebut adalah papeda. Makanan berbahan dasar sagu ini memang sudah mendunia. Teksturnya yang kenyal dan lengket, disajikan bersama ikan kuah kuning, menjadikannya simbol dari kekuatan pangan lokal yang lestari.
Tapi tak hanya itu. Selain papeda, masih banyak hidangan khas Raja Ampat lainnya yang tak kalah menarik untuk dicicipi. Penasaran apa saja? Berikut beberapa di antaranya yang dirangkum dari berbagai sumber.
Habo kon (sagu bia kodok)
Salah satu makanan khas yang unik dari Raja Ampat adalah habo kon atau dikenal dengan nama sagu bia kodok. Hidangan ini berasal dari bahan-bahan sederhana yang ada di sekitar, namun diolah dengan cara tradisional yang penuh rasa dan cerita.
Habo kon terbuat dari campuran sagu dan daging bia kodok, sejenis kerang besar yang bentuknya bulat dan memiliki cangkang berwarna hitam. Kerang ini biasa ditemukan hidup di sekitar akar-akar tanaman bakau, di pesisir pantai yang masih alami.
Masyarakat setempat sering mencarinya saat air laut surut, karena saat itulah bia kodok bisa terlihat lebih mudah di sela-sela lumpur atau pasir. Proses pembuatannya cukup menarik.
Pertama, bia kodok dibersihkan dengan teliti, lalu direbus hingga dagingnya matang dan mudah dikeluarkan dari cangkangnya. Sementara itu, sagu sebagai bahan utama dikeringkan dan dicampur dengan kelapa parut, bawang merah, ketumbar, cabai, garam, dan gula merah secukupnya.
Campuran ini menghasilkan adonan sagu yang kaya rasa, namun tetap mempertahankan karakter khas sagu padat dan sedikit kenyal. Setelah semua bahan tercampur rata, adonan tersebut dimasukkan kembali ke dalam cangkang bia kodok yang sudah kosong. Cangkang ini kemudian dipanggang atau dibakar di atas bara api hingga mengeluarkan aroma yang harum dan menggugah selera.
Soal rasa, habo kon bukan makanan yang manis. Justru sebaliknya, rasa asin dan gurihnya sangat menonjol, berpadu dengan aroma laut dari daging kerang dan keharuman rempah-rempah. Teksturnya pun unik ada kelembutan sagu, serat daging kerang, dan sensasi renyah dari bagian luar yang terkena api langsung saat dipanggang.
Baha-baha (sagu dadar)
Di Kampung Lopintol, Distrik Teluk Mayalibit, Raja Ampat, ada satu kreasi sagu yang berbeda yakni lebih ringan, lebih manis, dan hanya bisa ditemukan di daerah ini. Namanya baha-baha atau dikenal juga sebagai sagu dadar.
Baha-baha bukan makanan yang banyak dijual bebas. Olahan ini biasanya hanya disajikan oleh warga setempat, terutama saat ada tamu atau acara khusus.
Cara membuatnya cukup sederhana, tapi memerlukan ketelatenan. Sagu basah yang sudah dikeringkan terlebih dahulu ditapis menggunakan saringan halus untuk menghasilkan tekstur yang lembut.
Setelah itu, sagu dicampur dengan kelapa parut secukupnya. Adonan lalu dipanaskan di atas teflon yang telah dilapisi sedikit minyak.
Dengan gerakan perlahan, adonan dilebarkan hingga membentuk lingkaran pipih, mirip seperti membuat dadar gulung. Setelah permukaannya mulai berubah warna menjadi kecokelatan dan bagian pinggirnya tampak kering, baha-baha siap diangkat dan digulung sebelum disajikan.
Berbeda dengan kebanyakan olahan sagu yang cenderung gurih atau tawar, baha-baha memiliki rasa yang lebih manis dan ringan. Karena itulah, makanan ini sangat cocok disantap sebagai camilan sore atau teman minum teh di pagi hari.
Sate ulat sagu
Bagi sebagian orang, ulat sagu mungkin terdengar ekstrem. Namun bagi masyarakat Papua, termasuk di Raja Ampat, ulat sagu justru sebaliknya, ia adalah bagian penting dari tradisi kuliner dan sumber nutrisi yang berharga. Salah satu olahan paling populer dan digemari adalah sate ulat sagu, sajian khas yang penuh rasa dan sarat makna budaya.
Ulat sagu berasal dari pohon sagu yang telah ditebang dan dibiarkan membusuk secara alami. Dalam proses pembusukan inilah ulat-ulat besar, berwarna putih krem dan gemuk, berkembang.
Ulat ini hidup dari pati sagu dan dikenal kaya akan protein, lemak baik, serta nutrisi penting lainnya. Di Raja Ampat, ulat sagu tak hanya dikonsumsi mentah atau digoreng. Salah satu cara penyajian yang banyak diminati adalah dengan dibakar menjadi sate. Prosesnya sederhana, namun membutuhkan ketelatenan.
Ulat-ulat sagu dibersihkan, lalu ditusuk memanjang menggunakan tusuk bambu, seperti sate pada umumnya. Kemudian dibakar di atas bara api hingga permukaannya kecokelatan dan teksturnya sedikit renyah di luar, tapi tetap lembut dan berlemak di dalam.
Memiliki rasa gurih, sedikit manis, dan sangat khas. Tekstur dalamnya mirip seperti telur rebus yang lembut dan kenyal, sementara bagian luar dibakar memberikan sensasi renyah yang menyenangkan. Tak jarang, sate ini disantap dengan cocolan sambal atau ditemani papeda dan sayur-sayuran lokal.
Baca juga: Ada Izin Tambang Dari Pusat Dan Daerah, Begini Historinya
Ikan Bakar Manokwari
Di antara berbagai hidangan laut yang bisa ditemukan di Raja Ampat, ikan bakar Manokwari menjadi salah satu menu favorit yang tak boleh dilewatkan. Meski namanya merujuk pada ibu kota Papua Barat, Manokwari, versi ikan bakar ini juga sangat populer di Raja Ampat.
Seperti namanya, makanan ini menggunakan ikan segar yang ditangkap langsung dari laut sekitar, biasanya ikan tongkol, kembung, atau ikan kakap. Ikan dibersihkan tanpa banyak bumbu rendaman seperti dalam masakan Jawa atau Sumatera.
Sebab, rahasia utama dari kelezatan Ikan Bakar Manokwari justru terletak pada sambal khas yang disajikan di atasnya. Setelah dibakar di atas bara api hingga matang dan harum, ikan kemudian disiram dengan sambal mentah yang terbuat dari cabai rawit, bawang merah, sedikit minyak panas, dan perasan jeruk nipis.
Sambalnya tak ditumis, melainkan dibiarkan segar untuk mempertahankan rasa pedas dan aroma kuat yang langsung menggugah selera. Karena sambal ini disajikan langsung di atas ikan yang masih panas, aromanya semakin kuat, menyatu dengan lelehan minyak dan uap dari daging ikan bakar.
Hal inilah yang membuat cita rasa gurih dan segar dari ikan laut, pedas menggigit dari sambal, serta aroma harum dari jeruk dan minyak panas. Tidak heran kalau menu ini kerap disajikan dalam acara kumpul keluarga, makan siang bersama, hingga jamuan tamu.