10 Juni 2025
08:00 WIB
Ada Izin Tambang Dari Pusat Dan Daerah, Begini Historinya
Sejak terbitnya Perpres Nomor 55 Tahun 2022, pemda hanya punya kewenangan menerbitkan izin pertambangan rakyat (IPR) dan izin tambang mineral non-logam.
Penulis: Yoseph Krishna
Kegiatan operasional PT Gag Nikel. Sumber: PT Gag Nikel
JAKARTA - Sebanyak lima perusahaan diketahui mendapat lampu hijau untuk menggarap tambang di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Ada dua perusahaan yang mendapat izin dari pemerintah pusat, sedangkan tiga lainnya dapat izin dari pemerintah daerah.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep) Bisman Bhaktiar menerangkan ada perbedaan kewenangan dalam pemberian izin konsesi pertambangan dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009, bupati, gubernur, serta pemerintah pusat lewat menteri punya kewenangan untuk memberi izin usaha pertambangan sesuai batas wilayahnya.
Baca Juga: Terungkap, Ini Lima Perusahaan Yang Garap Tambang Di Raja Ampat
"Terjadi beberapa kali perubahan kewenangan dalam pemberian izin usaha pertambangan. Berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 2009, bupati, gubernur dan menteri (pusat) masing-masing punya kewenangan sesuai batas wilayahnya," ucap Bisman kepada Validnews, Senin (9/6).
Tetapi sejak UU tentang Pemerintah Daerah terbit tahun 2014, hanya gubernur dan menteri yang memiliki kewenangan untuk memberi izin konsesi tambang. Kemudian, terbitlah UU Nomor 3 Tahun 2020 yang mengatur izin tambang hanya bisa diberikan oleh pemerintah pusat.
"Terakhir, keluar Perpres Nomor 55 Tahun 2022, provinsi bisa terbitkan izin hanya untuk IPR (Izin Pertambangan Rakyat) dan mineral non-logam. Sedangkan, mineral logam dan batu bara tetap pusat," jelas dia.
Sekadar informasi, ada dua perusahaan yang mengantongi izin dari pemerintah pusat untuk melakukan pertambangan di Raja Ampat, 'Surga Terakhir di Bumi'. Kedua perusahaan itu ialah PT Gag Nikel dan PT Anugerah Surya Pratama (ASP).
PT Gag Nikel merupakan anak usaha dari salah satu Anggota Holding BUMN Pertambangan PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID), yakni PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM).
Saat ini, proyek PT Gag Nikel di Pulau Gag telah memasuki tahap produksi berdasarkan SK Menteri ESDM No.430.K/30/DJB/2017 yang berlaku hingga 30 November 2047.
Berdasarkan catatan Kementerian ESDM, PT Gag Nikel telah memiliki dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) pada tahun 2014, Adendum AMDAL tahun 2022, serta Adendum AMDAL Tipe A yang diterbitkan tahun lalu oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Sementara itu, Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) telah dikeluarkan pada 2015 dan 2018 yang diikuti Penataan Areal Kerja (PAK) yang terbit pada tahun 2020 silam.
Kemudian untuk PT ASP, saat ini mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 7 Januari 2024 dan berakhir 7 Januari 2034.
Terkait aspek lingkungan, Kementerian ESDM mendapat fakta PT ASP telah memiliki dokumen AMDAL tahun 2006 maupun UKL-UPL yang terbit pada tahun yang sama oleh Bupati Raja Ampat.
Baca Juga: DPR Dorong Evaluasi Semua Izin Tambang Nikel Di Raja Ampat
Izin Daerah
Sementara itu, ada tiga perusahaan yang mengantongi izin dari pemerintah daerah, yakni PT Mulia Raymond Perkasa, PT Kawei Sejahtera Mining, dan PT Nurham.
Lebih rinci, PT MRP mendapatkan IUP berdasarkan SK Bupati Raja Ampat Nomor 153.A Tahun 2013 yang berlaku 20 tahun sampai Februari 2033. IUP itu mencakup wilayah tambang seluas 2.193 hektare di Pulau Batang Pele.
Lalu untuk PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), mengantongi IUP yang didasarkan pada SK Bupati Nomor 290 Tahun 2013 yang berlaku sampai tahun 2033 untuk wilayah tambang seluas 5.922 ha.
Terakhir, ialah PT Nurham yang memegang IUP berdasarkan SK Bupati Raja Ampat Nomor 8/1/IUP/PMDN/2025 untuk wilayah seluas 3.000 hektare di Pulau Waegeo. IUP yang didapatkan PT Nurham itu berlaku sampai tahun 2033 mendatang.