Pentingnya "Green Skills" Di Tengah Perubahan Dunia Kerja

JAKARTA - Perubahan fundamental dalam lanskap ketenagakerjaan yang didorong oleh preferensi Generasi Z, bukan hanya mengubah pola konsumsi, tetapi juga ekspektasi terhadap dunia kerja. Gen Z yang kini memiliki kecenderungan dalam menilai perusahaan berdasarkan dampak sosial serta lingkungannya, secara fundamental telah mengubah pasar dan produktivitas ekonomi.

World Economic Forum juga mengungkapkan bahwa memang pekerjaan administratif akibat otomasi dan digitalisasi kini dilaporkan menurun tajam. Sementara itu terjadi lonjakan permintaan untuk talenta di bidang teknologi dan keberlanjutan seperti insinyur energi terbarukan, spesialisasi lingkungan, dan spesialisasi big data. Atau pekerjaan-pekerjaan yang bisa dikategorikan sebagai "green jobs".

Penasihat Muda Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Perubahan Iklim, Zagy Berian, dalam pemaparannya soal green jobs di Studium Generale ITB beberapa waktu lalu, menjelaskan bahwa dengan meningkatnya kebutuhan keterampilan green jobs, ditemukan juga kenaikan pada tingkat rekrutmen pelamar dengan green skills.

"Peningkatan ini sejalan dengan melonjaknya kebutuhan green skills dalam mendukung transisi ekonomi hijau," kata alumni Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD) Institut Teknologi Bandung (ITB) yang lulus tahun 2020 itu.

Dijelaskan Zagy, keterampilan hijau (green skills) merupakan kemampuan dan pengetahuan untuk memodifikasi proses kerja, produk, atau sistem agar berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan.

Beberapa contoh green skills yang dibutuhkan di berbagai sektor potensial saat ini diantaranya mulai dari di bidang energi terbarukan. Di mana kemampuan instalasi sistem penyimpanan energi dan pemrograman sistem inverter termasuk yang paling terbuka lebar peluangnya.

Selain itu ada di sektor perhutanan, khususnya terkait keahlian manajemen lanskap berbasis ekosistem dan monitoring sumber daya hutan dengan teknologi GIS. Selanjutnya di sektor industri, dalam hal pemanfaatan IoT dan AI dalam optimasi produksi serta perawatan sistem pabrik berbasis energi terbarukan.

Baca juga: Reputasi Merek Jadi Acuan Konsumen Memilih Produk

Sektor transportasi berkelanjutan membutuhkan kemampuan manajemen sistem transportasi cerdas berbasis IoT dan integrasi sistem digital serta big data analytics. Sementara sektor Sumber Daya Laut dan Pesisir membutuhkan kemampuan kalkulasi stok karbon pasir dan analisis nilai keekonomian ekosistem laut.

Selain green skill secara teknis, Zagy menekankan bahwa untuk sukses berkarier di sektor pembangunan berkelanjutan, perlu ditunjang oleh sustainability leadership. Ia memaparkan 10 fokus keahlian yang harus dimiliki, mulai dari kemampuan teknis seperti menghitung dampak emisi dan mengidentifikasi strategi dekarbonisasi, hingga kemampuan manajerial seperti menganalisis model bisnis berkelanjutan hingga mengkomunikasikan data solusi secara ilmiah.

Melalui Studium Generale ini, Zagy Berian menegaskan bahwa generasi muda ke depannya akan sangat berperan dalam memimpin transisi menuju ekonomi hijau. Ia mendorong generasi baru untuk terus mengasah keterampilan hijau sekaligus kepemimpinan berkelanjutan, sehingga dapat mengambil bagian dalam membangun masa depan Indonesia.