c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

KULTURA

15 Oktober 2025

19:21 WIB

Pembangunan Pusat Data Di Luar Angkasa, Mungkinkah?

Luar angkasa menawarkan lingkungan yang ideal untuk pusat data AI. Di sana tersedia ruang tak terbatas, sinar matahari terus menerus sebagai sumber energi tak terbatas, dan tidak ada gangguan cuaca.

Penulis: Arief Tirtana

Editor: Andesta Herli Wijaya

<p id="isPasted">Pembangunan Pusat Data Di Luar Angkasa, Mungkinkah?</p>
<p id="isPasted">Pembangunan Pusat Data Di Luar Angkasa, Mungkinkah?</p>

Ilustrasi astonaut di luar angkasa. Pixabay/dok.

JAKARTA - Pendiri Blue Origin, Jeff Bezos baru-baru ini mengungkapkan visinya tentang masa depan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Katanya, dalam dua dekade, manusia mungkin sudah mampu membangun pusat data AI di luar angkasa.

Hal itu diungkapkan Bezoz dalam wawancara bersama chairman Ferrari and Stellantis John Elkann pekan lalu, dalam acara Italian Tech Week. Menurutnya, dengan tren perkembangan teknologi hari ini, para pengembang teknologi saat ini harus memikirkan fasilitas penyimpanan data yang jauh lebih efisien dalam berbagai aspeknya.

Seperti diketahui, berkembangnya kecerdasan buatan (AI), cloud computing dan Internet of Things (IoT) membutuhkan data dalam jumlah besar untuk melatih AI. Karena itu kebutuhan akan pusat data juga semakin meningkat.

Dalam laporan McKinsey, diperkirakan bahwa permintaan global untuk kapasitas pusat data dapat meningkat antara 19 dan 22% dari tahun 2023 hingga 2030, atau mencapai permintaan tahunan sebesar 171 hingga 219 gigawatt (GW). Bukan hanya secara jumlah, pusat data yang dibangun untuk AI atau komputasi berkinerja tinggi membutuhkan daya yang jauh lebih besar daripada fasilitas standar. Hal ini menghasilkan lebih banyak panas yang lebih tinggi, sehingga menghadirkan dampak buruk bagi lingkungan.

Hal-hal tersebutlah yang menjadi alasan dibalik keyakinan Bezos bahwa dalam 20 tahun lagi akan ada pusat data AI yang dibangun di luar angkasa. Sebab menurutnya luar angkasa menawarkan lingkungan yang ideal untuk pusat data AI. D luar angkasa, tersedia ruang yang tak terbatas, sinar matahari terus menerus sebagai sumber energi tak terbatas, dan tidak ada kemungkinan gangguan cuaca.

"Klaster pelatihan raksasa ini, akan lebih baik dibangun di luar angkasa, karena kita memiliki tenaga surya di sana, 24/7. Tidak ada awan, tidak ada hujan, tidak ada cuaca," yakinnya.

Bezos juga meyakini bahwa langkah membangun pusat data AI di luar angkasa pada akhirnya juga akan meningkatkan efisiensi pendanaan. Menurutnya, biaya fasilitas di luar angkasa secara keseluruhan akan lebih hemat dengan biaya pengoperasian sistem pusat data AI di Bumi.

"Kita akan mampu mengalahkan (tingkat efisiensi) biaya pusat data terestrial di luar angkasa, dalam beberapa dekade mendatang," katanya.

Proyek pusat data AI di bangun di luar angkasa, menurut Bezos pada akhirnya juga akan memberi dampak lebih baik bagi bumi, seperti yang saat ini telah terjadi dengan satelit cuaca, satelit komunikasi yang bisa bekerja efektif di sana.

Baca juga: NASA Dan Google Kembangkan Asistem Medis Luar Angkasa Berbasis AI

Riset Dan Tantangan Proyek

Apa yang diungkapkan Bezos di Italian Tech Week sebenarnya bukanlah hal baru di dunia teknologi. Sebab sejak beberapa tahun lalu sudah ada perusahaan komersial yang telah mengungkapkan rencana untuk menempatkan pusat data di luar angkasa.

Salah satunya yaitu perusahaan teknologi Amerika Serikat Axiom Space yang telah menguji perangkat komputasi awan Amazon Web Services Snowcone di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) pada tahun 2022. Tahun ini mereka juga berencana mengirimkan simpul Pusat Data Orbital pertamanya ke orbit rendah Bumi.

Bahkan sebelum itu, perusahaan telekomunikasi dan teknologi Jepang, NTT pada 2021 telah mengumumkan bahwa mereka telah menjalin kemitraan dengan Perusahaan antariksa baru SKY Perfect JSAT Holdings, untuk meluncurkan pusat data ke luar angkasa paling cepat tahun 2025, dan memulai operasi komersial tahun berikutnya.

Sebelumnya juga ada Hewlett Packard Enterprise (HPE) yang berencana untuk menempatkan pusat datanya sendiri di ISS. Dan NASA yang juga telah mengumumkan rencana untuk membangun pusat data pertama di bulan sebagai bagian dari Proyek Artemis, yang bertujuan untuk membangun pangkalan bulan permanen.

Namun rencana-rencana tersebut hingga kini belum menunjukkan tindak lanjut yang signifikan. Karenanya, banyak kritikus yang berpendapat bahwa pembangunan pusat data di luar angkasa merupakan sebuah ide yang tidak realistis. Utamanya karena terkait masalah logistik.

Mempertahankan infrastruktur komputasi yang sangat besar dan penting dalam lingkungan yang berjarak 100 km di atas permukaan Bumi, jelas bukanlah pekerjaan mudah. Pilihan itu dianggap tidak praktis, di saat perjalanan ke luar angkasa masih terlalu rumit dilakukan saat ini.

Dikutip dari Wired, seorang insinyur listrik dan profesor dengan Proyek Tenaga Surya Luar Angkasa Caltech, Ali Hajimiri bahkan mengaku masih banyak tantangan untuk bisa membangun pusat data AI berskala besar di luar angkasa. Meski ia sendiri telah berhasil membuat sistem komputasi paralel masif di luar angkasa pada tahun 2016 silam.

Hajimiri dan rekan-rekannya baru-baru ini juga telah mengusulkan sistem tenaga surya berbasis luar angkasa ringan yang dapat menghasilkan listrik dengan harga 10 sen per kilowatt-jam, jauh lebih murah dalam skala besar daripada sistem yang sebanding di Bumi.

Teknologi semacam itu secara teoritis dapat memberi daya pada pusat data orbital, namun belum cukup untuk menghadirkan keyakinan bagi Hajimiri, kapan mereka dapat dibangun pada skala seperti yang diminta perusahaan seperti OpenAI.

"Saya tidak pernah ingin mengatakan sesuatu tidak dapat dilakukan. Tetapi ada tantangan yang terkait dengan ini," katanya

Deputy Editor for Data Centre Magazine, Megan Baggiony-Taylor dalam tulisannya juga mengatakan bahwa untuk proyek berskala besar seperti membangun pusat data AI di luar angkasa, akan sangat bergantung pada keberadaan roket yang dapat digunakan kembali (tidak sekali pakai seperti saat ini), dan juga keberadaan sistem otonom yang mampu mengelola pengaturan termal dan komunikasi antara Bumi, roket, dan gugusan orbit.

Karena itu untuk saat ini, Blue Origin masih perlu menunjukkan kemampuan mereka lebih dulu untuk bisa meningkatkan kapasitasnya dalam penerbangan dan konstruksi orbital secara konstan.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar