c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

KULTURA

08 Juli 2025

15:34 WIB

Pacu Jalur Warisan Budaya Takbenda

Jauh sebelum Pacu Jalur viral di media sosial, tradisi lokal masyarakat Kuantan Singingi ini sudah diakui sebagai warisan budaya takbenda nasional.  

Penulis: Nuzulia Nur Rahma

Editor: Satrio Wicaksono

<p>Pacu Jalur Warisan Budaya Takbenda</p>
<p>Pacu Jalur Warisan Budaya Takbenda</p>

Festival Pacu Jalur. Shutterstock/Fadli Suandi

JAKARTA - Pacu Jalur, sebuah tradisi masyarakat Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Belakangan tradisi ini viral di jagat media sosial. Gaya tari seorang bocah di ujung perahu, ditiru banyak orang, bukan hanya warga lokal, tapi masyarakat global.

Tradisi budaya lomba mendayung perahu kayu tradisional itu sudah terdaftar sebagai warisan budaya takbenda nasional. 

"Kementerian Kebudayaan juga sudah mencatatkan itu sebagai warisan budaya takbenda nasional, jadi namanya WBTB Indonesia, jadi sudah lama," kata Menteri Kebudayaan, Fadli Zon di Jakarta, Selasa (8/7).

Lomba olahraga tradisional di Kuantan Singingi itu merupakan bagian kekayaan budaya Indonesia. Tarian yang ditampilkan oleh anggota tim Pacu Jalur saat perahu melaju sangat ekspresif dan atraktif.

"Kalau menurut saya, itu organik ya, ekspresif, menyesuaikan dengan irama dari pacu itu sekaligus melakukan suatu gerakan atraktif. Atraksi yang sulit. Itu kan sulit, di ujung perahu, jadi keseimbangan sangat penting," katanya.

Lebih jauh pihaknya mengapresiasi pihak-pihak yang ikut mempromosikan kekayaan budaya Nusantara kepada masyarakat dunia melalui berbagai platform, termasuk lewat media sosial.

Daya Tarik Universal 

Festival Pacu Jalur, biasanya berlangsung pada Agustus di Sungai Batang Kuantan, Teluk Kuantan. Perlombaan ini menyedot ribuan penonton, bahkan kerap dihadiri masyarakat perantauan yang pulang kampung demi menyaksikan momen kebanggaan daerah tersebut.

Suasana penuh warna pun tercipta lewat kostum para pendayung, teriakan penyemangat, dan suara dentuman meriam tanda perlombaan dimulai. Menariknya, Pacu Jalur juga memiliki catatan sejarah di masa kolonial.

Pada era penjajahan Belanda, Pacu Jalur dijadikan bagian dari perayaan adat dan peringatan hari kelahiran Ratu Wilhelmina pada 31 Agustus. Pacu Jalur dilombakan selama dua hingga tiga hari, tergantung jumlah perahu peserta.

Baca juga: Mengenal Pacu Jalur, Tradisi Masyarakat Kuansing Berusia Ratusan Tahun

Tradisi ini terus dilestarikan hingga kini, bahkan menjadi agenda rutin Pemerintah Provinsi Riau untuk menarik wisatawan nusantara maupun mancanegara.

Dinas Pariwisata Provinsi Riau mengaku bangga akan fenomena 'aura farming' yang viral memperagakan gerakan dari budaya tradisional Pacu Jalur dari Kabupaten Kuansing yang menjadi sorotan hingga kancah internasional.

Dengan adanya viralitas 'aura farming' ini, perhatian dunia semakin tertuju pada Festival Pacu Jalur.

"Tentu ini merupakan kebanggaan luar biasa bagi kami, bagi Riau, dan khususnya Kuansing. Ini membuktikan bahwa budaya lokal kita memiliki daya tarik universal dan bisa dikenal secara global," kata Roni, dikutip dari Antara.

Dia pun memprediksi jumlah kunjungan wisatawan ke Kuansing dan Riau bakal meningkat tajam pada Agustus mendatang. Dari sisi pariwisata, Pacu Jalur semakin mengukuhkan posisinya sebagai magnet utama destinasi wisata budaya di Riau, bahkan di Indonesia.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar