15 Juli 2025
14:59 WIB
Odong-odong Dan Dilema Rakyat Kecil Di Tengah Minimnya Ruang Publik
Odong-odong jadi alternatif hiburan 'rakyat kecil'. Tak perlu merogoh kocek dalam, ibu-ibu sudah bisa memberi kebagiaan sederhana buat buah hatinya. Meski berisiko tinggi dari sisi keselamatan.
Penulis: Annisa Nur Jannah
Editor: Satrio Wicaksono
Anak-anak menaiki odong-odong di kawasan Penggilingan, Jakarta, Jumat (6/8/2021). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
JAKARTA - Di tengah terbatasnya akses 'rakyat kecil' terhadap hiburan yang terjangkau, odong-odong hadir sebagai alternatif yang kian digemari. Di mata anak-anak, odong-odong adalah bentuk sederhana dari kegembiraan.
Bagi kebanyakan orang tua, ini adalah solusi praktis untuk mengajak anak bersantai tanpa harus menempuh jarak jauh atau menguras kantong. Dengan tarif berkisar Rp5-10 ribu, mereka sudah bisa jalan-jalan keliling kampung di atas kendaraan berhias boneka lucu, lampu warna-warni, dan lagu anak-anak dari pengeras suara.
Namun, di balik semarak dan keriuhannya, odong-odong menghadirkan kekhawatiran yang tak bisa diabaikan, terutama menyangkut aspek keselamatan.
Muhammad Akbar, Pemerhati Transportasi menyebut, kendaraan ini dimodifikasi tanpa standar keselamatan yang memadai. Menurutnya, sebagian besar odong-odong merupakan hasil modifikasi dari kendaraan lama, seperti pick-up, minibus, atau bahkan bajaj yang dirombak menjadi wahana keliling.
Tempat duduk tambahan di bak terbuka, atap dari terpal atau fiber ringan, hingga tambahan wahana kecil seperti ayunan, dipasang seadanya tanpa memperhitungkan stabilitas, beban atau perlindungan bagi penumpang.
"Odong-odong adalah contoh nyata lemahnya pengawasan terhadap kendaraan hasil modifikasi non-standar," ujar Muhammad Akbar dalam keterangan yang diterima.
Terlebih, kendaraan ini tidak memiliki perlindungan dasar dan juga menggunakan rangka tua yang tak lagi diperkuat. Tentu ini memiliki risiko keselamatan yang besar.
"Belum lagi, pengemudi odong-odong umumnya tidak memiliki pelatihan khusus dan minim kesadaran akan keselamatan penumpang," ungkapnya.
Baca juga: Jakarta Akan Perbanyak Taman Bermain Anak
Kerentanan ini diperparah oleh status hukum odong-odong yang tak jelas. Kendaraan ini bukan bagian dari angkutan umum yang diatur undang-undang.
Artinya, tidak memiliki izin resmi sebagai kendaraan penumpang, serta tidak menjamin perlindungan asuransi bagi penumpangnya. Operasional mereka jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Sayangnya, praktik ini diabaikan, karena menyangkut mata pencaharian dan hiburan kelas menengah ke bawah. Satu hal lagi, kecelakaan pun bukan hal baru.
Ironisnya, ketika aparat mencoba melakukan penertiban, tak sedikit warga yang justru menunjukkan simpati pada para pengemudi.
Solusi Manusiawi untuk Hiburan Rakyat
Dan nyatanya, meski melanggar aturan, odong-odong tetap ada. Peminatnya pun banyak. Lagi-lagi, mungkin ini karena keterbatasan ruang publik, tidak adanya taman bermain di lingkungan padat, serta minimnya akses terhadap transportasi keluarga yang terjangkau.
Tapi bagaimanapun, apapun alasannya, praktik yang berisiko tinggi terhadap keselamatan sejatinya tidak boleh dibiarkan.
"Penertiban memang harus dilakukan, tapi jangan berhenti di razia semata. Harus ada solusi nyata yang berpihak pada keselamatan, tapi juga memberi ruang hidup bagi pelaku usaha kecil,” terang Akbar.
Larangan total terhadap operasional odong-odong bukanlah pendekatan yang bijak. Pemerintah perlu hadir dengan skema penataan yang berpihak pada keselamatan, namun tetap mempertimbangkan keberlangsungan ekonomi para pelakunya.
Ia juga menyebut, pendekatan yang manusiawi dan terukur menjadi kunci. Menurut Akbar, salah satu opsi adalah melegalkan odong-odong dengan batasan teknis dan wilayah operasional tertentu. Misalnya, hanya beroperasi di taman kota, area wisata keluarga, atau lapangan terbuka yang dikelola pemerintah.
"Kalau memang ingin tetap ada odong-odong, maka izinkan dengan syarat yakni lokasinya aman, kendaraannya sesuai standar, dan pengemudinya dibekali pelatihan keselamatan," jelasnya.
Perlunya program konversi kendaraan agar lebih aman, dilengkapi panduan teknis sederhana seperti sistem pengereman yang sesuai, pelindung samping, batas kecepatan maksimal, serta perlindungan khusus bagi penumpang anak-anak. Di luar itu, kolaborasi antara pemerintah daerah dan swasta bisa menjadi jalan untuk menghadirkan alternatif hiburan yang murah namun aman.
Taman bermain keliling berbasis truk, bus mini wisata ramah keluarga, atau sistem transportasi komunitas yang melayani keperluan warga dan anak-anak, bisa menjadi solusi jangka panjang. Inisiatif semacam ini tidak hanya memperluas pilihan hiburan rakyat, tetapi juga menunjukkan bahwa negara hadir bukan sekadar menertibkan, melainkan menyediakan jalan keluar.
"Anak-anak berhak atas hiburan, tapi juga berhak untuk selamat. Jangan sampai karena kita ingin mereka senang, justru membiarkan mereka duduk di kendaraan yang tidak layak dan berisiko," pungkasnya.