01 November 2022
17:49 WIB
Penulis: Andesta Herli Wijaya
Editor: Rendi Widodo
JAKARTA - Perjalanan industri film Tanah Air telah membentang panjang, garisnya paling tidak bisa ditarik hingga ke tahun 1950-an yang disepakati secara luas sebagai titik mula perfilman Indonesia.
Sepanjang itu, tren film Indonesia senantiasa berubah-ubah; ada masanya didominasi film-film drama-sejarah, kolosal, horor, atau ada pula eranya didominasi drama percintaan anak muda.
Di awal-awal kehidupan industri perfilman nasional, banyak film-film bergenre drama, dan sebagian lagi berbau perjuangan atau tema-tema nasionalisme. Tentu saja dimulai dengan “Darah dan Doa” yang memuat unsur sejarah yang kuat, “Sedap Malam” (1951), “Lewat Djam Malam” (1954) hingga “Pagar Kawat Berduri” (1961).
Namun, era kejayaan film-film Indonesia tampaknya benar-benar dimulai di era 70-an, dengan banyaknya film berwarna yang diproduksi, serta semakin meluasnya akses masyarakat ke bioskop.
Di era ini muncul film-film modern dengan tema atau genre yang lebih beragam. Sebagian adalah film-film yang mengangkat drama percintaan dengan latar perkotaan, di samping juga film-film bergenre komedi romantis, hingga laga.
Muncul film seperti “Bernafas dalam Lumpur” (1970) yang dibintangi Suzana, “Lewat Tengah Malam” (1971) yang merupakan film sosial yang juga kental nuansa romantik, “Ratapan Anak Tiri” (1973), serta “Inem Pelayan Seksi”(1976). Film yang terakhir itu tercatat sebagai film terlaris di Jakarta di tahun penayangannya yang meraih 371 ribu penonton, merujuk catatan Film Indonesia.
Baca juga: Film Indonesia dari Masa ke Masa
Di era bersamaan, ada pula film genre lainnya yang populer kala itu, termasuk yang paling berjaya ialah laga silat “Si Buta Dari Gua Hantu” (1970).
Di genre komedi, tentunya ada seri film “Benyamin Sueb” yang cukup digemari oleh masyarakat, seperti “Bejamin Biang Kerok” (1972) hingga “Tarsan Kota” (1974). “Si Doel Anak Modern” (1976) juga merupakan salah satu yang tak terlupakan di periode ini.
Beranjak ke era 80-an, industri perfilman tanah air semakin semarak. Film drama dan komedi kembali menemukan momentumnya di era ini, berbarengan dengan film-film laga hingga horor yang mulai punya penonton.
“Maju Kena Mundur Kena” (1983) adalah film pertama yang harus disebut di era ini, di samping “Naga Bonar”, drama “Kabut Sutra Ungu” (1980) dan beberapa judul lainnya yang sangat populer di era tersebut.
Pembeda dari era 80-an dengan era sebelumnya yaitu bertumbuhnya film horor serta laga-laga kolosal yang terasa mencolok.
Baca juga: Jumlah Penonton Melonjak, Film Indonesia Torehkan Sejarah Baru
Masyarakat semakin gandrung dengan film-film horor, atau horor yang dikombinasikan dengan laga. Dalam hal ini ada film-film seperti “Sundel Bolong” (1981), “Nyi Blorong” (1982), “Santet” (1989” hingga seri berjilid-jilid film laga kolosal “Saur Sepuh”
Periode 80-an juga menjadi era keemasan bagi aktor Barry Prima, dengan film-filmnya yang sebagian besar beraliran laga. Beberapa judul yang dibintanginya seperti “Jaka Sembung Sang Penakluk”, hingga film-film yang menampilkan duet ‘panas’ Barry Prima - Eva Arnaz seperti pada “Perempuan Bergairah” (1982) hingga “Membakar Matahari” (1984).
Di segmen lainnya, film drama anak muda seperti “Catatan Si Boy” juga merupakan ikon perfilman Indonesia tahun 90-an.
Sementara periode 90-an belakangan banyak dikenang sebagai eranya film-film bernuansa ‘panas’. Meski banyak pula film di segmen lainnya yang juga populer. Catatan lainnya, film bernuansa ‘panas’ sebenarnya juga telah mewarnai perfilman tanah air sejak era sebelumnya.
Banyak film-film hits dari periode ini, sebagiannya adalah film-film kolosal atau drama anak muda perkotaan, dengan cerita hingga adegan-adegan yang cukup berani. Sebut saja “Susuk Nyi Roro Kidul” (1993), “Kenikmatan Tabu” (1994), “Suami, Istri dan Kekasih” (1994), “Kenikmatan Terlarang”, “Rahasia Rumah Bordil” dan masih banyak lagi.
Beberapa aktris menjaddi ‘ikon’ di era 90-an ini, mulai dari Ayu Azhari, Febby Lawrence, Inneke Koesherawati, Sally Marcellina, termasuk juga Eva Arnaz.
Baca juga: Film-Film Indonesia Yang Berjaya Di Kancah Dunia 2021
Industri perfilman Indonesia mengalami periode naik dan turun dari masa ke masa. Era 90-an oleh banyak pelaku perfilman disebut sebagai era ‘mati suri’ bagi perfilman nasional.
Melansir berbagai sumber, matinya perfilman nasional itu terkait dengan berbagai faktor zaman ketika itu, mulai dari meningkatnya popularitas televisi, ekspansi film-film mancanegara, hingga semakin sedikitnya film-film yang dianggap berkualitas yang muncul--ditengarai lewat maraknya film-film ‘panas’ ketika itu.
Festival Film Indonesia (FFI) berhenti memberi penghargaan tahunanannya sejak 1993 hingga tahun 2023. Ditengarai, hal itu berkaitan dengan ‘anjloknya’ kualitas perfilman nasional masa itu.
Namun, paling tidak tahun 2000-an, film Indonesia mengalami pertumbuhan kembali, dan relatif berkesinambungan hingga saat ini. Sepanjang dua dekade terakhir, industri ini meriah dengan produk-produk film yang sangat ramai dan menggembirakan.
Tahun 2002 menjadi titik balik bagi industri perfilman Indonesia setelah di era sebelumnya mengalami kemunduran dalam hal produksi karena situasi ekonomi dan politik yang menekan industri.
Film “Ada Apa dengan Cinta?” (2002) jadi yang tersukses masa itu, mencetak box office dengan 2,7 juta penonton. Sebelum itu, sudah ada pula film yang cukup sukses seperti “Jailangkung” (2001) hingga “Petualangan Sherina” (2000).
Baca juga: Film Indonesia Dengan Penonton Terbanyak
Sejak “Ada Apa Dengan Cinta”, ‘halaman’ depan perfilman nasional didominiasi oleh film-film drama, dari soal persahabatan, kisah romantis hingga komedi. Ada “Eiffel I’am in Love” (2003) yang digandrungi banyak penonton muda, “Arisan” (2003) sebagai drama komedi yang sukses, hingga “Virgin” yang menjadi film terlaris tahun 2004.
Lanjut ke tahun-tahun selanjutnya, “Realita Cinta dan Rock’n Roll” (2006), “Get Married” (2007), dan tentu saja “Laskar Pelangi” serta “Ayat-ayat Cinta” di tahun 2008.
Meski di periode bersamaan film-film horor dengan wajah yang lebih segar kembali mencuat di tanah air dan mendapatkan antusiasme luas. Misalnya lewat film “Kuntilanak” (2006), “Beranak dalam Kubur” hingga “Genderuwo" (2007).
Demam drama romantis bernuansa islami agaknya berlanjut hingga tahun-tahun berikutnya dengan film “Ketika Cinta Bertasbih” (2009) dan “Dalam Mihrab Cinta (2010). Kemudian berlanjut ke film-film drama romantis berdasar kisah tokoh hingga cerita novel populer.
Di sini ada film “Habibie & Ainun” (2012), “Tenggelamnya Kapal van der Wijck” (2013). Kemudian beralih lagi ke romansa berlatar islami seperti “Hijrah Cinta” hingga “Surga yang Tak Dirindukan” hingga tahun 2015.
Baca juga: Deretan Film Horor Indonesia Sepanjang Tahun 2022
Eranya Film Horor
Nah, tahun 2016 seperti menjadi momentum kembalinya pesona film-film komedi seperti di era 80-an. Ditandai dengan berjayanya “Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 1” di bioskop, berdasarkan data Film Indonesia, meraih 6,8 juta penonton. Kesuksesan itu terus berlanjut hingga tahun 2017 di mana film kedua juga berjaya di peringkat lima besar tahun itu.
Namun, tahun 2017 ternyata lebih memilih horor, menjadi tahun awal bagi gelombang besar film-film horor tanah air. Hal ini ditandai dengan film horor besutan Joko Anwar, “Pengabdi Setan”, yang sukses meraih 4,2 juta penonton, menjadikannya sebagai film horor tersukses sepanjang masa. Di tahun yang sama, film horor lainnya juga bersinar, semisal “Danur” hingga “Jailangkung”.
Meski seri cerita “Dilan” menjadi film-film terdepan di tahun 2018 hingga 2020, tetap saja film-film horor berada di jalur kebangkitannya. Hal ini paling tidak terlihat dari data raihan penonton teratas, di mana film-film horor konsisten tercatat di daftar 10 teratas.
Lalu tahun 2019 dan 2020 menjadi lebih bervariasi, di mana penonton terbagi ke dalam penikmat film drama dan horor. Ada drama yang kuat seperti “Keluarga Cemara”, “Akhir Kisah Cinta Si Doel”, ada pula film horor yang sukses seperti “Perempuan Tanah Jahanam” hingga “Sebelum Iblis Menjemput”.
Baca juga: Sejumlah Program Dalam JFW 2022 Dukung Film Nasional
Barulah tahun 2021 film-film horor kembali melanjutkan dominasi di puncak tontonan di bioskop. Di tahun ini, “Makmum 2” yang dibintangi Titi Kamal menjadi film horor masa pandemi pertama yang tembus 1 juta penonton. Ada sejumlah film jagoan festival di tahun ini, namun tak mampu menjangkau torehan “Makmum 2”.
Kesuksesan “Makmum 2” menjadi lampu hijau untuk arus film-film horor di tahun 2022. Sukses film itu seolah memecah kebuntuan industri di masa pandemi, memberi sudut pandang baru bagi para filmmaker lainnya tentang potensi besar film horor di masa kini.
Maka tahun ini pecinta film Indonesia harus ‘kenyang’ dengan film horor. Sejak awal tahun ini, sudah ada puluhan film horor dirilis, dan sebagiannya menjadi yang terlaris tahun ini. Jika mencermati daftar 15 film Indonesia terlaris tahun ini, maka tampak film horor mendominasi.
Tentunya dengan “KKN Di Desa Penari” yang nyaman di posisi teratas, dengan predikat film Indonesia terlaris sepanjang masa. Dibuntuti oleh “Pengabdi Setan 2: Communion” yang film pertamanya telah membuka gelombang baru bagi film horor di tahun 2017 silam.