c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

KULTURA

23 Oktober 2025

10:59 WIB

Menjaga Iman Santri Di Tengah Gelombang Teknologi

Pesantren Minhaj Shahabah di Bogor, Jawa Barat, menerapkan program pembelajaran berbasis digital guna membekali santri dengan keterampilan masa depan yang relevan dengan perkembangan zaman.

Penulis: Annisa Nur Jannah

Editor: Andesta Herli Wijaya

<p>Menjaga Iman Santri Di Tengah Gelombang Teknologi</p>
<p>Menjaga Iman Santri Di Tengah Gelombang Teknologi</p>

Sejumlah santri membawa poster saat mengikuti apel Hari Santri Nasional 2025 di Taman Elektrik, Kota Tangerang, Banten, Rabu (22/10/2025). ANTARA FOTO/Putra M. Akbar/nym.

JAKARTA - Masih hangat perbincangan tentang Hari Santri Indonesia. Di tengah derasnya arus globalisasi dan kemajuan teknologi, pesantren kini dituntut untuk membentuk generasi santri yang kuat dalam ilmu agama serta  siap bersaing dan beradaptasi di dunia modern.

Melihat tantangan tersebut, Ustazah Nisa, salah satu tenaga pengajar yang ada di Pesantren Minhaj Shahabah, Bogor, Jawa Barat, melihat kemajuan teknologi sebagai peluang sekaligus ujian bagi dunia pendidikan Islam.

"Teknologi membuka akses luas terhadap ilmu dan informasi, tetapi tanpa nilai agama dan akhlak, kemajuan itu bisa menyesatkan arah generasi muda," ujar ustazah Nisa kepada Validnews, Kamis (22/10).

Menurutnya, pesantren berusaha menyeimbangkan penguasaan ilmu modern dengan penguatan nilai-nilai Islam agar santri cerdas secara intelektual, kokoh iman, dan berakhlak mulia. Ia bercerita, sejak awal berdirinya, Pesantren Minhaj Shahabah sudah mulai menerapkan program pembelajaran berbasis digital.

Mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) diajarkan secara blok dan dalam tiga tahun terakhir, pesantren juga mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler coding menggunakan Python. Program ini dirancang untuk membekali santri dengan keterampilan masa depan yang relevan dengan perkembangan zaman.

Namun, penerapan digitalisasi di pesantren tidak dilakukan begitu saja seperti di sekolah umum. Cara pengajarannya tetap disesuaikan dengan sistem pesantren yang menekankan integrasi antara ilmu dan nilai.

Dalam praktiknya, santri diajak mengerjakan berbagai proyek digital, mulai dari membuat presentasi untuk tugas pelajaran, mendesain poster dakwah, hingga membuat kampanye sosial seperti anti perundungan. Mereka juga belajar membuat program sederhana menggunakan Python sebagai bagian dari kegiatan ekstrakurikuler.

"Semua diarahkan agar para santri terbiasa menggunakan teknologi sebagai sarana pendidikan, dakwah, dan pengabdian, bukan sekadar hiburan," ungkapnya.

Meski begitu, modernisasi tetap menghadirkan tantangan tersendiri. Menurut ustazah Nisa, menjaga agar kemajuan teknologi tidak mengikis adab dan kedisiplinan santri merupakan ujian yang paling berat.

“Kami ingin santri melek teknologi dan mampu bersaing di era digital, tapi mereka juga harus tetap berakhlak dan disiplin. Teknologi harus menjadi alat untuk menambah ilmu dan kebaikan, bukan untuk melalaikan,” katanya.

Selain soal nilai, keterbatasan sarana dan prasarana juga menjadi tantangan dalam mengintegrasikan pembelajaran digital dengan kurikulum pesantren. Namun, dengan fasilitas yang ada seperti laboratorium komputer dan laptop inventaris, Pesantren Minhaj Shahabah terus berupaya mengoptimalkan pembelajaran berbasis teknologi.

Baginya, terpenting adalah kesadaran para santri bahwa teknologi hanyalah alat, sedangkan arah penggunaannya ditentukan oleh niat dan adab penggunanya. Dalam jangka panjang, pesantren ini bercita-cita melahirkan santri yang berilmu, berakhlak, dan berdaya saing global.

Para lulusannya diharapkan tidak hanya memahami agama secara mendalam, tetapi juga memiliki keterampilan modern yang dibutuhkan dunia kerja dan masyarakat global.

"Kami ingin santri yang beriman, cerdas, kreatif, dan adaptif terhadap teknologi, sehingga mereka bisa menjadi bagian dari solusi, bukan korban perubahan zaman,” harapnya.

Baca juga: Trauma Santri Korban Ponpes Ambruk Mesti Cepat Ditangani

Pandangan tersebut sejalan dengan pendapat Ahmad Zubaidi, akademisi bidang pendidikan Islam dan bahasa Arab di Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Ia menilai bahwa pendidikan Islam di era globalisasi memiliki peluang besar untuk tampil sebagai pusat pencerahan peradaban.

"Kalau individunya baik, pendidikan Islam akan menjadi center of enlightenment alias pusat pencerahan. Pesantren punya potensi besar karena menggabungkan spiritualitas, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Jika digodok dengan matang, pesantren tidak lagi berada di pinggiran wacana global, tapi justru menjadi bagian penting dari solusi peradaban," ujarnya.

Ahmad Zubaidi juga menekankan bahwa pendidikan Islam masa kini harus tampil dengan wajah inklusif, kolaboratif, dan futuristik, namun tetap berakar kuat pada nilai-nilai tauhid dan akhlak. Pendekatannya, menurutnya, perlu berbasis riset, inovasi, dan kemanusiaan agar pendidikan Islam dapat menjawab tantangan zaman dengan lebih relevan.

Ia menambahkan pentingnya penguatan literasi digital dua dimensi bagi para santri. Dimensi pertama adalah kompetensi teknis, yaitu kemampuan menggunakan teknologi secara maksimal dan produktif.  Dimensi kedua adalah etika atau kemampuan menimbang dampak moral, sosial, dan spiritual dari penggunaan teknologi.

"Literasi digital bukan sekadar kemampuan teknis, tapi juga penyucian jiwa, niat, dan perilaku dalam bermedia sosial. Karena itu, penting bagi pesantren untuk mengajarkan adab bermedia kepada santri,” tegasnya.

Di tengah gelombang teknologi yang terus bergulir, pesantren seperti Minhaj Shahabah menunjukkan bahwa kemajuan digital tidak harus menjauhkan manusia dari nilai spiritual. Justru dari ruang-ruang belajar para santri, lahir harapan baru menjadi generasi muda yang mampu memadukan kecerdasan dengan keimanan, serta menjadikan teknologi bukan ancaman, melainkan sarana untuk menebarkan kebaikan dan pencerahan bagi dunia.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar