c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

NASIONAL

11 Oktober 2025

11:44 WIB

Trauma Santri Korban Ponpes Ambruk Mesti Cepat Ditangani

Saat trauma, bagian otak santri yang trauma akibat ponpes ambruk, tak bisa digunakan untuk berpikir dan bahaya bagi masa depan mereka.

Penulis: Ananda Putri Upi Mawardi

Editor: Leo Wisnu Susapto

<p>Trauma Santri Korban Ponpes Ambruk Mesti Cepat Ditangani</p>
<p>Trauma Santri Korban Ponpes Ambruk Mesti Cepat Ditangani</p>

Tim SAR gabungan mencari korban bangunan musalla mbruk di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Kecamatan Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (29/9/2025) malam.ANTARA FOTO/Umarul Faruq/tom.

JAKARTA - Psikiater sekaligus dosen Fakultas Kedokteran (FK) IPB University, Riati Sri Hartini menyampaikan, para santri korban selamat dari robohnya Pondok Pesantren Al-Khoziny, memerlukan penanganan trauma yang hati-hati dan berkelanjutan. Pasalnya, trauma bisa berpengaruh signifikan terhadap motivasi belajar dan kehidupan sehari-hari. 

Dia menjelaskan, ketika seseorang mengalami trauma, bagian otak yang disebut sistem limbik yang berperan dalam mengatur emosi dan rasa takut menjadi sangat aktif.

"Akibatnya, bagian otak depan yang berfungsi untuk berpikir, fokus, dan mengambil keputusan bekerja kurang optimal," terang Riati dikutip dari laman resmi IPB University, Sabtu (11/10).

Dia melanjutkan, kondisi itu membuat korban trauma sering sulit berkonsentrasi. Mereka juga mudah cemas dan kehilangan semangat belajar. 

Meski begitu, dia mengingatkan dampak psikologis yang dialami para santri bisa sangat bervariasi. Hal ini tergantung pada pengalaman masing-masing santri saat peristiwa terjadi dan bagaimana mereka memaknainya. 

"Ada yang hanya melihat dari jauh, ada yang merasakan langsung getaran atau reruntuhan, bahkan mungkin ada yang terluka,” jelas Riati.

Baca juga: Tradisi Santri Nguli Menyimpan Masalah    

Oleh karena itu, menurutnya tidak boleh ada kesimpulan bahwa semua santri mengalami hal yang sama. Perlu ada penilaian psikologis secara individual untuk mengetahui sejauh mana dampak psikis yang dialami santri.

Riati juga menjelaskan, dalam penanganan trauma langkah utama yang diperlukan adalah mengobati rasa takut para santri. Rasa takut perlu diterima dan dilepaskan secara bertahap, tidak ditekan.

"Setelah emosi mulai stabil, semangat belajar akan pulih dengan sendirinya karena pusat berpikir di otak sudah bisa berfungsi dengan normal lagi,” terang Riati.

Sebelumnya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk memberikan pendampingan psikologis bagi para santri setelah ambruknya bangunan musala Pondok Pesantren Al Khoziny, Sidoarjo, Jawa Timur. Koordinasi dilakukan melalui Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA).

"Kami bersinergi dengan UPTD PPA, karena lokus kejadiannya di Sidoarjo. Kami berkomunikasi untuk memastikan pemenuhan hak anak terpenuhi," ujar Plt Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KPPPA, Ratna Susianawati, di Jakarta, Rabu (1/10).


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar