17 Mei 2023
20:16 WIB
Penulis: Annisa Nur Jannah
Editor: Satrio Wicaksono
JAKARTA - Sebentar lagi umat Buddha akan merayakan Waisak 2567 Budhist Era (BE) pada 4 Juni 2023. Hari raya Waisak adalah perayaan umat Buddha untuk memperingati tiga peristiwa penting dalam kehidupan Siddhartha Gautama, yaitu kelahiran, pencerahan, dan nirwana Sang Buddha.
Selama Hari Raya Waisak, umat Buddha di seluruh dunia mengadakan berbagai kegiatan keagamaan. Kuil-kuil Buddha mulai dihiasi dengan bunga-bunga dan lilin dan mereka akan berkumpul untuk berdoa, mengadakan prosesi, dan melakukan meditasi.
Selain itu, setiap umat juga membaca sutra-sutra Buddha, mendengarkan ceramah agama, dan berpartisipasi dalam upacara keagamaan.
Selain ritual tersebut, ada biksu atau biarawan dalam tradisi Buddha Theravada yang memilih untuk melaksanakan praktik Thudong selama perayaan Waisak. Theravada adalah ajaran Buddha yang dianggap sebagai ajaran yang paling dekat dengan ajaran asli yang diajarkan oleh Buddha Gautama.
Theravada menghargai pentingnya mempertahankan ajaran Buddha sesuai dengan naskah-naskah yang ada dan menekankan praktik meditasi, pemahaman konsep Dhamma, dan pencarian pencerahan individual. Tradisi ini menekankan pentingnya dukungan dan ketergantungan pada biarawan dan biarawati yang dihormati sebagai guru spiritual.
Baca juga: Ashin Jinarakkhita, Pelopor Kebangkitan Buddha di Nusantara
Tradisi Thudong berasal dari wilayah Asia Tenggara terutama Thailand, Laos, Kambodja, dan Myanmar. Praktik ini telah ada sejak zaman kuno dan telah diwariskan dari generasi ke generasi dalam komunitas Buddha Theravada.
Dalam tradisi Thudong, para bhante atau biksu akan meninggalkan vihara atau tempat tinggalnya untuk melakukan perjalanan spiritual secara bertapa atau meditasi di tempat-tempat yang jauh dari pemukiman manusia.
Biasanya, para biksu yang terpanggil akan melaksanakan praktik spiritual lebih menantang serta mendalami pemahaman diri dan realitas. Tujuan utamanya adalah untuk mengembangkan kesadaran spiritual, meningkatkan pemahaman diri, dan mencapai pencerahan atau nirwana.
Selama perjalanan Thudong, para biksu akan melakukan perjalanan secara berkelompok atau sendirian dengan berjalan kaki dari tempat ke tempat, mengandalkan dukungan dari masyarakat dalam bentuk makanan dan tempat berteduh.
Baca juga: Makna Penting Di Balik Hari Raya Waisak
Selama Thudong, para biksu akan mengikuti aturan kehidupan yang ketat seperti melakukan meditasi yang intensif, menjaga keheningan, dan mengandalkan sedekah masyarakat untuk kebutuhan fisik. Para biksu yang melakukannya juga akan menghadapi berbagai tantangan dan ujian selama perjalanan dengan harapan dapat melampaui rasa takut dan keinginan duniawi.
Saat melakukan Thudong, beberapa biksu dalam tradisi Buddha Theravada akan mengenakan pakaian khusus yang merupakan simbol khusus yakni jubah biksu menggambarkan kesederhanaan, pengorbanan, dan pemisahan dari keinginan materi.
Mereka juga akan mengenakan kaus kaki dan sendal yang melambangkan perlindungan dan kesopanan saat berada di lingkungan luar.
Meski praktik ini sudah jarang dilakukan karena perubahan sosial dan ekonomi, thudong masih dianggap sebagai praktik penting dalam tradisi Buddhisme Theravada dan dihormati umat Buddha di dunia.