c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

KULTURA

26 Juli 2025

13:39 WIB

Mengatasi Persoalan Sampah Dari Hulu Ke Hilir, Dimulai Dari Rumah

Tantangan di tingkat hulu masih sangat nyata, terkait kesadaran masyarakat. Masih banyak masyarakat yang tak menyadari atau mengabaikan pentingnya pengelolaan sampah untuk keberlanjutan lingkungan.

Penulis: Annisa Nur Jannah

Editor: Andesta Herli Wijaya

<p>Mengatasi Persoalan Sampah Dari Hulu Ke Hilir, Dimulai Dari Rumah</p>
<p>Mengatasi Persoalan Sampah Dari Hulu Ke Hilir, Dimulai Dari Rumah</p>

Ilustrasi contoh gaya hidup eco living. Shutterstock/aslysun . 

JAKARTA - Permasalahan sampah di Indonesia bukanlah hal yang mudah diselesaikan. Data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), memberi gambaran jelas akan kompleksitasnya.

Sepanjang tahun 2024 saja, timbunan sampah rumah tangga nasional tercatat mencapai 34,2 juta ton. Dari jumlah tersebut, sekitar 40% atau setara 13,7 juta ton tidak terkelola dengan baik. Sampah-sampah ini berakhir menumpuk di tempat pembuangan ilegal, hanyut ke sungai dan laut, atau mencemari lingkungan secara perlahan namun pasti.

Angka tersebut mencerminkan persoalan struktural yang kronis mulai dari minimnya kesadaran di tingkat rumah tangga, kurangnya infrastruktur, hingga lemahnya investasi dalam sistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Bila tidak segera diatasi, persoalan ini akan mewariskan krisis lingkungan yang jauh lebih berat bagi generasi mendatang.

Mahawan Karuniasa, pengamat lingkungan dari Universitas Indonesia, menyoroti wajah pengelolaan sampah Indonesia 10 hingga 20 tahun ke depan. Hal yang perlu diperhatikan adalah masalah sampah saat ini harus dibawa dari hulu ke hilir.

"Artinya, kita harus mulai dari titik di mana sampah itu dihasilkan rumah tangga, pasar, pusat perdagangan. Sayangnya, ini tidak mudah," ujar Mahawan kepada Validnews beberapa waktu lalu.

Menurut Mahawan, tantangan di tingkat hulu masih sangat nyata, terkait kesadaran masyarakat. Masih banyak masyarakat yang tak menyadari urgensi pengelolaan sampah secara tepat. Poin ini mencakup pengurangan konsumsi barang yang menjadi limbah hingga kesadaran akan pemilahan dan daur ulang di tingkat rumah tangga.

Di level lanjut, ada tantangan terkait kesiapan infrastruktur dan pembiayaan. Mahawan menegaskan bahwa investasi di tempat pemrosesan akhir (TPA) perlu ditingkatkan secara signifikan. Kapasitas pemrosesan di TPA harus seimbang dengan volume sampah yang masuk setiap harinya.

Dia menyoroti pentingnya perhatian pemerintah daerah dalam hal ini. Ia berharap investasi tidak hanya terpusat di TPA, tetapi juga menjangkau titik-titik hulu seperti rumah tangga dan bank sampah.

"Kalau bank sampah bisa dikembangkan menjadi kegiatan ekonomi, bukan sekadar kegiatan sukarela, maka partisipasi masyarakat bisa meningkat. Sampah jadi punya nilai," jelasnya.

Namun investasi saja tidak cukup. Edukasi harus terus digalakkan, baik di kota besar, kota kecil, maupun di desa. Tujuannya adalah mendorong masyarakat untuk memilah sampah sejak awal, sehingga proses daur ulang di industri maupun di tempat pengolahan menjadi lebih mudah.

Baca juga: Menjadikan Daur Ulang Sebagai Gaya Hidup Penunjang Ekonomi

Selain itu, Mahawan menekankan pentingnya sistem yang transparan dan konsisten. Misalnya, truk sampah sebaiknya benar-benar mengangkut sampah terpilah sesuai jenisnya, tidak dicampur saat pengangkutan.

"Kalau masyarakat melihat sampah yang sudah mereka pilah tetap dicampur, ya lama-lama mereka (masyarakat-red.) malas memilah. Tapi kalau sistemnya tegas dan jelas, orang jadi semangat. Mereka tahu upayanya tidak sia-sia,” tuturnya.

Ia menutup dengan harapan bahwa kolaborasi antara investasi, edukasi, dan infrastruktur yang nyata akan mempermudah proses di hilir. Dengan begitu, pengelolaan sampah di masa depan bisa lebih berkelanjutan dan berdampak positif bagi lingkungan dan masyarakat.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar