c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

KULTURA

01 September 2025

21:00 WIB

Makan Hingga Rehat Informasi Bantu Atasi Kecemasan Karena Kabar Buruk

Makanan tertentu baik dikonsumsi saat mengalami dorongan emotional eating setelah membaca kabar buruk. Selain itu, jeda dalam mengakses informasi juga bisa memulihkan suasana hati yang diliputi cemas.

Editor: Andesta Herli Wijaya

<p>Makan Hingga Rehat Informasi Bantu Atasi Kecemasan Karena Kabar Buruk</p>
<p>Makan Hingga Rehat Informasi Bantu Atasi Kecemasan Karena Kabar Buruk</p>

Ilustrasi - Gangguan kecemasan. (Pexels).

JAKARTA - Ketika situasi demonstrasi meluas dan makin mencekam beberapa hari terakhir, sebagian orang mungkin merasakan kecemasan dan perubahan mood yang signifikan. Kabar kerusuhan di mana-mana membuat orang-orang cemas bahkan stres, memikirkan apa yang akan terjadi ke depannya.

Nah, menurut Ahli Gizi dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, Fitri Hudayani, salah satu dampak dari rasa cemas terkadang dapat menimbulkan emotional eating. Ini adalah sebuah kondisi di mana seseorang cenderung mencari kenyamanan lewat konsumsi makanan yang tinggi gula, lemak, dan garam.

Kondisi tersebut perlu diwaspadai karena dapat menimbulkan masalah kesehatan misalnya meningkatnya berat badan, atau bahkan ada juga karena rasa cemasnya menjadi tidak nafsu makan yang sebaliknya dapat menyebabkan seseorang menjadi kurang mendapatkan asupan gizi.

"Dari segi makanan untuk mengatasi masalah itu, maka yang dianjurkan adalah tetap menjaga pola makan dengan gizi seimbang, tetap memenuhi kebutuhan gizi," ungkap Fitri sebagaimana dilansir dari Antara, Senin (1/9).

Fitri menyarankan agar gejala emotional eating ditangani dengan memilih makanan yang tepat. Misalnya bubuk cokelat murni yang dinilai baik untuk meningkatkan suasana hati (mood). Bubuk cokelat yang diseduh dapat menghasilkan rasa nikmat meski tanpa ditambahkan gula murni dan lemak.

Cita rasa yang dihasilkan tidak akan mengurangi fungsi dari cokelat yang dapat meningkatkan suasana hati dan memberikan rasa nyaman pada pikiran maupun tubuh.

Bagi yang tidak begitu menggemari cokelat, anda dapat mencoba teh hijau sebagai pilihan lainnya. Teh hijau dapat meningkatkan hormon serotonin dan dopamine yang turut membantu memperbaiki suasana hati. Teh hijau juga mengandung polifenol yang dapat membantu menurunkan stres dengan mengurangi hormon kortisol.

Baik takaran untuk bubuk cokelat maupun teh hijau, Fitri mengatakan dapat disesuaikan dengan kebutuhan saja. Misalnya, satu cangkir per hari.

Makanan lain yang Fitri sarankan adalah yogurt. Selain menjaga kesehatan pencernaan dan menjaga penyerapan zat gizi secara optimal, yogurt juga dapat memastikan gizi tubuh terjaga.

Ia menilai makanan ini sangat baik untuk mengoptimalkan pemenuhan kebutuhan gizi yang meningkat saat sedang stres. Takaran yang dianjurkan untuk konsumsi yogurt adalah satu cup per hari.

Makanan lain yang disebutnya dapat membuat tubuh merasa lebih nyaman yakni sayuran yang berwarna hijau, buah pisang, kacang-kacangan dan biji-bijian. Sayur-sayuran dapat dikonsumsi di setiap kali makan utama, ditambah dengan konsumsi buah empat sampai lima kali per hari.

Fitri turut menyampaikan selama tubuh mengalami stres atau cemas, lebih baik untuk mengonsumsi protein hewani seperti ikan laut, serta menjalankan pola hidup sehat. Misalnya, mengurangi konsumsi kafein dan alkohol yang dapat memicu kecemasan, istirahat yang cukup dan olahraga di tempat yang kondusif.

Baca juga: Memahami Bagaimana Cemas Dan Stres Perburuk Kondisi Kulit Dan Rambut

Batasi Mengakses Informasi

Tips lainnya untuk mengurangi kecemasan yakni dengan mengambil "jeda" untuk informasi. sebagaimana disampaikan Psikolog klinis lulusan Universitas Indonesia Teresa Indira Andani M.Psi., membatasi waktu atau memberikan jeda bagi diri sendiri dalam mengakses informasi bisa membantu mengurangi kecemasan.

Memantau informasi dari saluran berita maupun media sosial kadang memang perlu dilakukan untuk memahami kondisi dan perkembangan terkini. Tetapi, paparan informasi yang terlalu intens justru bisa menambah kecemasan.

"Kita bisa memilih sumber berita yang kredibel, membatasi waktu untuk mengakses informasi, misalnya hanya pada jam-jam tertentu, serta memberi jeda bagi diri sendiri dari terpaan informasi. Dengan begitu, kita tetap terinformasi tapi tidak didominasi oleh kecemasan," kata Teresa.

Dia mengemukakan perlunya menyadari bahwa tidak semua informasi yang beredar di platform media sosial adalah fakta. Dari sisi lain, berita atau konten media sosial bisa memicu emosi seperti kecewa, sedih, dan cemas, terlebih jika konten itu diwarnai kekerasan, penjarahan, dan perusakan seperti yang terjadi dalam gelombang demonstrasi belakangan ini.

Menurut dia, hal yang demikian manusiawi, menandakan masih adanya perhatian dan kepedulian terhadap apa yang sedang terjadi dalam masyarakat. Teresa mengatakan bahwa emosi tidak hanya muncul karena masalah individu, tetapi juga karena pengaruh lingkungan, mulai dari keluarga, komunitas, hingga negara.

Ia menyampaikan pentingnya menyadari dan mengakui luapan perasaan dalam upaya mengelola emosi, misalnya dengan menerapkan teknik pernapasan dalam agar menyadari kondisi tubuh dan lingkungan sekitar atau berbicara dengan orang yang dipercaya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar