09 Agustus 2025
14:32 WIB
Kuliner Dengan Makna Syukur Untuk Kemerdekaan RI
Masayarakat di berbagai daerah di Indonesia memiliki makanan khas yang disajikan dalam momen tertentu, termasuk Kemerdekaan. Ada nasi tumpeng, telok pindang hingga rujak natsepa.
Penulis: Annisa Nur Jannah
Editor: Andesta Herli Wijaya
Warga mengusung tumpeng dan ingkung ayam saat tradisi Merti Desa Petarangan di puncak bukit Botorono kawasan lereng gunung Sumbing, Petarangan, Kledung, Temanggung, Jateng, Jumat (26/11/2021). ANTARA FOTO/Anis Efizudin.
JAKARTA - Sebentar lagi, masyarakat Indonesia akan menyambut momen istimewa yaitu peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia. Suasana meriah mulai terasa di berbagai penjuru negeri.
Jalanan mulai dihiasi bendera merah putih, gapura dipasangi umbul-umbul, dan warga sibuk mempersiapkan beragam perlombaan khas Agustusan yang selalu ditunggu-tunggu. Namun, di balik keriuhan lomba tarik tambang, balap karung, dan panjat pinang, ada satu tradisi lain yang tak kalah penting yakni menyajikan serta menyantap kuliner khas Indonesia.
Beberapa daerah di Indonesia pun memiliki makanan khas yang disajikan dalam momen tertentu, termasuk Kemerdekaan. Sajian ini bisa dikatakan sebagai simbol rasa syukur, doa, dan kebersamaan.
Berikut ini makanan khas dari berbagai daerah yang sering dihidangkan dalam momen perayaan dan kemerdekaan;
Nasi Tumpeng Khas Jawa
Di Jawa, nasi tumpeng menjadi bintang utama dalam setiap perayaan istimewa. Nasi berbentuk kerucut ini, biasanya disajikan dengan warna kuning.
Namun, khusus untuk merayakan kemerdekaan, banyak masyarakat mengkreasikannya dengan warna putih atau merah-putih. Bentuk kerucutnya melambangkan harapan agar kehidupan dan bangsa selalu menjulang tinggi, sementara warnanya mencerminkan kesucian, kemakmuran, dan semangat persatuan.
Lauk pauknya disusun mengelilingi tumpeng dengan penuh keteraturan seperti ayam goreng gurih, tempe orek manis-pedas, urap sayur segar dengan parutan kelapa berbumbu, serta telur pindang berwarna cokelat keemasan. Kehadiran beragam lauk ini merepresentasikan kehidupan masyarakat yang majemuk, di mana setiap perbedaan saling melengkapi untuk menciptakan harmoni.
Tradisi penyajian nasi tumpeng pun kerap diawali dengan prosesi pemotongan puncaknya yang diberikan kepada sosok dihormati sebagai bentuk ungkapan syukur dan penghormatan. Tak heran, nasi tumpeng sering dihadirkan dalam berbagai perayaan, bahkan dijadikan ajang lomba untuk menampilkan kreativitas dan keindahan penyajiannya.
Bubur Merah Putih Khas Jawa
Dari namanya saja, sudah terlihat jelas bahwa hidangan tradisional ini sangat identik dengan warna Bendera Merah Putih. Bubur merah putih khas Jawa biasanya dibuat dari bahan-bahan sederhana namun sarat makna, yaitu beras, gula jawa, dan santan kelapa.
Proses pembuatannya terbilang mudah. Beras dimasak hingga menjadi bubur lembut, kemudian dibagi menjadi dua bagian.
Satu bagian dibiarkan berwarna putih alami, melambangkan kesucian, keikhlasan, dan awal yang baru. Bagian lainnya diberi campuran gula jawa yang menghasilkan warna merah kecokelatan, melambangkan keberanian, semangat, dan perjuangan.
Kedua warna ini, ketika disajikan berdampingan, membentuk simbol yang erat kaitannya dengan identitas bangsa Indonesia. Bubur merah putih telah hadir dalam budaya masyarakat Jawa selama ratusan tahun, membawa filosofi mendalam tentang kehidupan baru yang penuh harapan layaknya semangat kemerdekaan.
Karena maknanya yang erat dengan awal kehidupan, kudapan ini kerap dihidangkan dalam momen-momen istimewa, seperti perayaan kelahiran anak, selamatan, atau syukuran.
Baca juga: Ampo, Camilan dari Tanah yang Kini Jadi Warisan Takbenda Indonesia
Telok Pindang Khas Palembang
Telok pindang adalah salah satu kuliner khas Palembang yang memiliki cerita unik di balik keberadaannya. Makanan ini terbuat dari telur yang direbus bersama bumbu rempah, seperti daun salam, daun jambu, lengkuas, dan terkadang diberi tambahan kecap sehingga menghasilkan warna cokelat keemasan yang khas.
Aromanya wangi, rasanya gurih, dan teksturnya lembut, membuatnya disukai banyak orang. Keistimewaan telok pindang bukan hanya terletak pada cita rasanya, tetapi juga pada momen kemunculannya.
Hidangan ini hanya dapat ditemukan secara luas setiap bulan Agustus. Dahulu, di masa kolonial Belanda, telok pindang dihidangkan untuk memperingati ulang tahun Ratu Wilhelmina pada 31 Agustus.
Saat itu, perayaan tersebut menjadi bagian dari agenda resmi yang dirayakan masyarakat di Palembang, terutama yang terhubung dengan pemerintahan kolonial. Seiring berjalannya waktu, tradisi ini mengalami perubahan.
Setelah Indonesia merdeka, perayaan ulang tahun Ratu Belanda tak lagi relevan. Namun, masyarakat Palembang tetap mempertahankan telok pindang sebagai bagian dari tradisi, hanya saja maknanya beralih.
Hidangan ini kemudian menjadi menu khas yang disajikan saat peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia setiap 17 Agustus. Kini, telok pindang juga menjadi simbol warisan budaya yang mencerminkan bagaimana sebuah tradisi bisa bertransformasi mengikuti perubahan zaman.
Baca juga: Nyeleneh, Nama-Nama Kuliner Indonesia Ini Bikin Salfok
Rujak Natsepa Khas Ambon
Rujak Natsepa adalah salah satu kebanggaan kuliner Ambon yang terkenal akan kesegarannya dan cita rasa yang memikat lidah. Dinamakan sesuai dengan Pantai Natsepa yang indah, hidangan ini juga bagian dari identitas budaya masyarakat setempat.
Pemandangan pedagang rujak yang berderet di tepi pantai, menyuguhkan buah-buahan segar yang dipotong rapi, sudah menjadi ikon tersendiri bagi wisatawan maupun warga lokal. Keunikan Rujak Natsepa terletak pada perpaduan berbagai buah tropis mulai dari mangga muda yang asam segar, pepaya manis, nanas renyah, jambu air yang juicy, hingga kedondong yang memberi sensasi segar-asam.
Semua potongan buah ini diselimuti dengan kuah sambal kacang yang khas, terbuat dari kacang tanah sangrai, gula merah, cabai rawit, garam, dan sedikit cuka atau asam jawa. Rasa manis, pedas, asin, dan asam bercampur dalam satu suapan, menciptakan harmoni rasa yang benar-benar memanjakan lidah.
Rujak Natsepa juga menjadi cerminan filosofi tentang kesatuan dalam keberagaman. Setiap buah memiliki rasa, tekstur, dan karakter yang berbeda, namun ketika berpadu dalam satu piring, justru menghasilkan harmoni yang sempurna.
Filosofi itu sama seperti masyarakat Indonesia, yang berasal dari latar belakang, suku, bahasa, dan budaya yang berbeda-beda, tetapi tetap dapat bersatu dalam semangat kebersamaan.
Tak heran jika Rujak Natsepa kerap menjadi hidangan yang dinikmati bersama keluarga, teman, dan tetangga di momen-momen spesial. Terutama saat Hari Kemerdekaan, menyantap rujak ini bisa memanjakan lidah sekaligus mengingatkan pada manisnya persatuan dan segarnya semangat gotong royong.