c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

KULTURA

25 Juli 2025

14:53 WIB

Ampo, Camilan dari Tanah yang Kini Jadi Warisan Takbenda Indonesia

Masyarakat setempat menyebutnya sebagai makanan mistis, karena berkaitan erat dengan tradisi leluhur, kepercayaan lokal, serta praktik pengobatan alternatif.

Penulis: Nuzulia Nur Rahma

Editor: Andesta Herli Wijaya

<p id="isPasted">Ampo, Camilan dari Tanah yang Kini Jadi Warisan Takbenda Indonesia</p>
<p id="isPasted">Ampo, Camilan dari Tanah yang Kini Jadi Warisan Takbenda Indonesia</p>

Camilan asal Tuban, ampo. Dok: Disbudporapar.

JAKARTA - Ampo merupakan salah satu camilan tradisional yang ikonik dari Kabupaten Tuban Jawa Timur. Lantaran unik dan kental budaya dan sejarah Indonesia, ampo akhirnya ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda Indonesia oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada tahun 2024 silam.

Bagi sebagian orang, ampo mungkin sedikit mengejutkan. Bagaimana tidak, makanan ini terbuat dari tanah liat murni, sehingga terdengar aneh jika dikonsumsi sebagai makanan atau camilan. Namun perlu dipahami, tanah yang digunakan untuk membuat ampo bukan tanah sembarangan, melainkan tanah yang memang bersih.

Dilansir lama resmi tubankab.go.id, masyarakat Tuban telah lama mengenal jenis tanah liat khusus yang dianggap bersih, tidak tercemar, dan aman dikonsumsi. Tanah ini biasanya diambil dari kedalaman tertentu, dan telah melewati proses penyaringan serta pengendapan alami.

Hal yang membuat Ampo unik adalah kepercayaan turun-temurun bahwa makanan ini memiliki manfaat untuk detoksifikasi tubuh, serta bisa mengobati gangguan pencernaan dan panas dalam. Bahkan, ibu hamil di desa-desa tertentu mengonsumsi Ampo karena dipercaya mampu mengurangi rasa mual.

Ampo sudah ada sejak zaman nenek moyang, dan biasanya dijual di pasar-pasar tradisional di Tuban dan sekitarnya. Masyarakat setempat menyebutnya sebagai makanan “mistis” karena berkaitan erat dengan tradisi leluhur, kepercayaan lokal, serta praktik pengobatan alternatif.

Dahulu, Ampo banyak dikonsumsi pada zaman penjajahan Belanda. Kala itu kebutuhan akan pangan sangat meningkat, sayangnya banyak masyarakat yang tidak mampu membeli makan sehingga kelaparan merajalela dan terciptalah Ampo ini.

Kini, keberadaannya justru semakin langka, sehingga pelestariannya menjadi perhatian khusus pemerintah dan budayawan lokal. Ditambah perajin olahan ini semakin jarang ditemui lantaran proses pembuatan Ampo masih sangat tradisional.

Baca juga: Gohu Ikan, Warisan Kuliner Tradisional Ternate Yang Dilindungi

Prores Pembuatan

Pembuatan Ampo sendiri cukup sederhana, pertama akan dilakukan pemilihan tanah, tanah liat yang bersih diambil dari lokasi tertentu. Setelah terkumpul tanah akan disaring dan direndam untuk memisahkan kotoran dan pasir.

Setelah dikeringkan, tanah digiling dan dibentuk menjadi lembaran tipis menggunakan alat kayu. Lembaran tanah dipotong memanjang dan digulung, lalu dijemur hingga benar-benar kering. Gulungan tanah kemudian dibakar di atas tungku tradisional dari tanah liat selama beberapa jam hingga menghasilkan tekstur yang renyah dan aromatik.

Ampo biasanya berwarna cokelat kehitaman, tidak memiliki rasa dominan, dan ketika digigit, teksturnya menyerupai keripik tipis yang ringan.

Di pasaran lokal, Ampo dijual sekitar Rp10.000 hingga Rp20.000 per bungkus kecil. Namun karena statusnya sebagai makanan langka dan telah ditetapkan sebagai warisan takbenda, harganya bisa jauh lebih mahal bila dijual di kota besar atau melalui pasar online khusus kuliner tradisional.

Peminatnya kini datang tidak hanya dari kalangan lokal, tapi juga peneliti, wisatawan, hingga pecinta kuliner eksotis dari mancanegara. Gimana, sobat Valid, minat untuk mencoba?


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar